Anies Baswedan Ketua Tim Sukses Jokowi pada pemilihan Presiden 2014 telah menentukan pilihan berkawan dengan Gerindra musuh dan seteru di pilpres. Baru dua tahun berjalan ternyata kiblat politik seseorang bisa berbalik 360 derajat. Bersama Sandiaga Uno yang digadang-gadang akan menjadi lawan seimbang Ahok – Djarot.
Kejutan lain yang sudah bisa ditebak adalah majunya Agus Harimurti Yudhoyono bersama Sylviani Murni. Ini adalah pertaruhan Partai Demokrat yang “mengorbankan karier Militer” Agus untuk membidik Jabatan Gubernur DKI Jakarta. Rupanya politik coba-coba ini bergulir salah satunya karena start Ahok yang membuat partai-partai menyingkirkan rasionalitas dan lebih mengedepankan syahwat politik yang menggiurkan terutama DKI I yang bisa menjadi batu loncatan untuk membidik pucuk pimpinan tertinggi di Republik Indonesia ini.
Saya bukan orang politik meski pernah merasakan kuliah dasar-dasar politik. Banyak hal yang bisa diprediksi, banyak pula yang penuh misteri. Dalam dunia politik ternyata semuanya bisa terjadi. Kawan menjadi lawan, lawan menjadi karib. Ternyata tidak ada kawan abadi dalam politik yang ada adalah kepentingan abadi. Mereka yang santun, elegan, berwibawa. Siapa yang menyangka Anies yang kalem dan selalu dibelakang Jokowi dan beda visi dengan Prabowo akhirnya merapat ke Gerindra.
Anies mungkin sakit hati setelah dicopot dari jabatannya sebagai Mendikbud. Belum sampai satu tahun(malah baru beberapa bulan) ia menerima pinangan Prabowo untuk menjadi calon Gubernur DKI. Sejak saat ini Anies Baswedan memasuki babakan baru. Pertaruhan politik, politik coba-coba, politik “asal Beda”, Politik asal bukan Ahok.
Saya bukan hendak menilai bahwa pilihan Anies salah. Setiap warga memang berhak untuk berikhtiar. Anies sedang “gambling” atau”coba-coba” mengubah sejarah. Siapa tahu kiblat warga Jakarta memang menginginkan sosok seperti Anies yang santun berpasangan dengan pengusaha muda kaya, ganteng dan gesit. Apakah ini yang diharapkan Jakarta untuk membenahi karut marut Ibu kota Jakarta yang mempunyai masalah sangat kompleks. Jika seseorang bisa menundukkan Jakarta dan berhasil mengubah Jakrta kea rah yang lebih baik maka ia akan dikenang sejarah bahkan sangat mungkin bisa melompat tinggi menjadi pemimpin tertinggi Indonesia, contohnya Jokowi.
Tapi apakah Anies punya keberuntungan seperti Jokowi yang dari bukan apa-apa menjadi :”Numero Uno” di republik yang sedang berbenah ini.
Jakarta ini ibarat bunga. Banyak kumbang yang ingin mengisap madunya. Apalagi partai-partai politik yang yang sedang merangkak mendapatkan kepercayaan rakyat yang sedang terluka dan sedang” syirik” oleh kiprah politik yang kedodoran.
Apa yang bisa diharapkan oleh wakil rakyat sekarang, mau menggantungkan harapan pada mereka nyatanya mereka lebih sibuk pada dirinya sendiri. Mau memperjuangkan nasib karena beban ekonomi dan beratnya persaingan usaha ternyata subsidi untuk rakyat dikorupsi dan di makan sendiri oleh wakil rakyat. Saya sendiri berharap Majunya Anies bukan karena sakit hati, tapi adalah karena mempunyai visi bagus untuk Jakarta yang lebih baik dan manusiawi.
Pertaruhan Agus Harimurti
Agus Hari Murti, Lelaki kelahiran tahun10 Austus 1978 dan sedang bagus-bagusnya menapaki karier di militer akhirnya tergiur untuk menjajal dunia politik. Lelaki berpangkat Mayor ini luluh oleh rayuan Ayahnya untuk meneruskan tahta politik partai demokrat. Ini juga “gambling” besar bagi karier Agus. Ia mungkin akan terhenti karena ABRI tidak memeprkenankan anggotanya berpolitik praktis. Agus sedang melakukan coba-coba, siapa tahu garis tangannya memang tergurat untuk mampu duduk di tahta tertinggi DKI Jakarta.
Bersama Syilvia Murni, Deputi Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta akan melakukan perjalanan politik yang akan menentukan nasibnya di masa yang akan datang. Seperti Jokowi yang melompat dari Wali kota, sukses menjadi gubernur DKI dan dengan cepat meraih RI I. Agus sedang bermimpi akan menjadi pemimpin muda bertalenta yang bisa menjadi pemimpin di usianya yang masih sangat muda. Jakarta saat ini sedang bergulat lagi. Apakah akan mengambil pemimpin yang benar-benar baru dan belum berpengalaman atau memilih mereka yang sudah terbukti rekam jejaknya meskipun selalu diterpa isu yang sebenarnya tidak berkaitan dengan jabatan politis.
Untuk Agus Harimurti, Kalau sudah siap meninggalkan gelanggang TNI dan terjun ke dunia politik ya fokus untuk membenahi perilaku koruptif, bukan seperti yang ditunjukkan senior-seniornya di partai demokrat yang hancur karena perilaku korupsi. Bukan hanya karena dorongan orang terdekat, dinasti, kerabat, atau bahkan amanat Ayah Bunda. Pilihan politik itu harus punya pondasi kuat agar tidak terombang-ambing oleh politik kepentingan. Sebuah pilihan itu akan selalu beresiko.Gagal atau sukses.
Saya sendiri jika ditawarkan memilih, pilihan saya ini bukan coba-coba. Saya akan lebih memilih Pemimpin Jakarta yang garang dan tidak takut pada intrik-intrik yang dilakukan oleh politisi. Untuk saat ini saya melihat untuk mengubah mindset pejabat dan birokrasi Jakarta yang semrawut dibutuhkan pemimpin yang”Tegaan”.
saya tidak sedang menulis artikel ini untuk mencoba mempengaruhi masyarakat, terserah anda, toh anda sudah cerdas dan bisa memilih yang terbaik untuk Pemimpin Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H