Di zaman kalabendu ini kaki menjadi kepala, kepala menjadi kaki, semuanya berjumpalitan tidak karuan. Sampai kapan akan berakhir . Sindhunata menggambarkan politik adalah Nicht geht mehr ohne Busse in der Politik(dalam politik semua tak berjalan lagi, jika tiada sangsi bagi yang bersalah) Apa yang terpapar di DPR menjadi catatan kelam moralitas. Ternyata politik telah menjajah moral dan mkoral telah terjajah politik, Kesantunan itu tinggal masa lalu, sebab manusia banyak lupa pada sangkan paraning dumadi. Kalau mencatat kawruh di dalam pewayangan dan memaknainya secara mendalam maka akan tersirat ajaran”Kawruh sajatining Ngaurip”, Semua agama jika di dalami pasti akan sampai pada ajaran terdalam dari suasana bathin manusia yang religius. Dalam suasana kebathinan kuat alam transenden akan memberikan kedalaman rasa dan betapa penting harmoni,antara manusia alam dan Tuhan yang menciupta alam semesta.
Hanya sekarang moralitas sering cuma terucap dibibir, belum pada perilaku sehari-hari. Agama Sebagai pembawa pesan moral, pembawa ajaran tentang kebenaran agama lebih sering menjadi pemicu kebencian dan pertikaian. Aku melihat dari catatan akhir tahun yang lalu-lalu agama selalu menjadi topik utama dari kekacauan dari berbagai daerah dari ansional sampai internasional. Aksi terror, bom bunuh diri, terorisme, peperangan semua bermula dari kisruh antar agama. Lalu bagaimanakah sesungguhnya ajaran agama itu. Setiap agama mengaku rahmattan Lil alamin, tapi dari agama muncul, dogma kebencian, muncul pembenaran pada kekerasan, muncul fanatisme yang meminggirkan toleransi. Saat ini pula dengan adanya Gadget isu,tidak jelas telah memecahbelah kerukunanan antar agama. Aku merasa pasti semua agama tentu akan mengajarkan tentang kedamaian, kerukunan, toleransi dan membangun kebersamaan meskipun berbeda keyakinan, namun ternyata banyak agama terutama pada penganutnya yang cenderung fanatik dan pengetahuan yang dangkal tentang agamanya sendiri membawa seseorang terjebak dalam literasi fanatisme sempit. Dengan entengnya orang menyebarkan kebencian karena berbeda keyakinan.
Di media sosial sebaran kebencian itu bisa saja namanya hoax, dari hoax itu manusia terprovokasi, terpecah dalam faksi-faksi. Manusia seperti tergambarkan dalam buku katalognya Djoko Pekik yaitu Zaman Edan Kesurupan. Aku , teman lain, manusia yang bertetangga seringkali termakan fanatisme sempit. Mudah hilang akal karena kata-kata, mudah percaya hanya karena pemuka agama mengajarkan tentang moral tapi sesungguhnya menjerumuskan manusia pada kebencian-kebencian oleh ajaran-ajaran pemuka agama tersebut. Mungkin manusia perlu menggali kembali ajaran damai dari pemuka agama , lihat apa yang telah dilakukan Sunan Kalijaga, Romo YB Mangun Wijaya, Kyai Sadrach, Gus Dur, dengan caranya sendiri mereka telah mengajarkan agama yang sejuk, agama yang damai, tanpa meninggalkan kearifan lokal, ajaran dunia ketimuran yang menjunjung tinggi moral.
Sumber: Buku Karangan Sidhunata (Manusia dan Kebathinan; Petruk Jadi Guru cetakan 2007), dan Katalok Pameran Lukis Djoko Pekik (10 -17 Oktober 2013)
Ilustrasi Karya Ign Joko Dwiatmoko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H