Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

#Catatan Akhir Tahun 2015: Zaman Edan!

30 Desember 2015   00:33 Diperbarui: 30 Desember 2015   01:03 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya

Gadget, internet dan peralatan teknologi telah mengubah budaya. Literasi kebudayaan Indonesia mencatat, Indonesia termasuk negara yang punya watak gotong royong yang kuat. Itu dulu! Dalam catatan sejarah kebudayaan baik dalam ilmu sosiologi maupun antropologi masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan nilai gotong rorong amat kuat. Terbukti dengan terbangunnya candi-candi, di seputar wilayah Jawa, ataupun jenis-jenis bangunan di hampir seluruh pelosok tanah air yang selalu melibatkan massa dalam proses pembangunannya.

Watak gotong-royong itu lahir dari ibaratnya holopis kuntul baris, yang menyiratkan sebuah kerja bersama untuk mencapai tujuan bersama yaitu sebuah bangunan kokoh bernama persatuan dan kesatuan. Bila orang bersatu padu akan dihasilkan sebuah bangunan megah yang kokoh dan relatif cepat selesai. Budaya muncul dari olah pikir, olah rasa manusia, semakin manusia kuat berpikir dan mengembangkan rasa akan semakin ditemukan daya kreatif manusia untuk memecahkan persoalan sehari-hari. Aku berpikir maka aku ada, aku berikhtiar maka aku bisa. Kebudayaan menjadi barometer peradaban manusia. Karya kreatif yang muncul, teknologi yang dihasilkan tahun demi tahun adalah hasil olah pemikiran, dan olah rasa manusia. Kebudayaan menjadi satu konklusi dari berbagai keruwetan manusia menghadapi hidup yang semakin lama semakin rumit. Untuk itu teknologi berkembang cepat di abad-abad terakhir. Ketika sumber daya alam semakin renta dan terbatas, otak manusia semakin tertantang untuk berpikir bagaimana caranya mengatasi krisis sumber daya alam. Yang kemudian muncul adalah berkembangnya teknologi canggih untuk menutup kekurangan akan sumber daya alam yang semanin menipis. Manusia tentu harus segera berpikir cepat agar teknologi mampu mengatasi persoalan hidup manusia.

Muncullah modernisasi, teknologi canggih semakin berkembang dan era – era budaya primitif semakin tergerus tergantikan tengan teknologi yang mengharuskan manusia semakin berpikir cepat dan praktis. Muncullah mesin, muncul teknologi serat optic, datanglah komunikasi canggih yang menghubungkan antar benua dengan begitu cepatnya dengan internet sebagai medianya. Kini jutaan orang tersambungkan dengan adanya gadget, telepon selular yang semakin modern. Berita di pelosok duniapun segera ter-update, gosip apapun segera terpublikasi karena internet telah mengubah peradaban manusia dari yang semula manual, menjadi amat mudah hanya dengan menggesek-gesek layar sentuh. Teknologi android yang mengusung system OS, yang mempercepat akses internet dengan 3G dan 4 G nya telah memberikan kemanjaan pada manusia untuk mengunduh apa saja, hingga masuk dalam dunia baru bernama dunia maya. Dunia maya menghubungkan manusia dengan manusia lainnya”seakan-akan”sudah akrab. Padahal mereka berdomisili di belahan dunia berbeda tapi seperti amat dekat. Ada sisi positif negatif dengan lahirnya peralatan canggih tersebut. Positifnya manusia semakin cepat mendapat berita dan limpahan pengetahuan baru yang membuat manusia semakin berkembang daya kritisnya.

Di sisi lain efek negatifnya manusia tersekat dalam dunia maya yang tidak nyata. Keakrabannya cenderung semu karena tidak benar-benar kontak mata, kontak bathin. Mereka hanya seakan-akan kenal padahal sesungguhnya tidak. Maka ada acara kopdar(Kopi darat) untuk menghubungkan para netizen berbagi rasa dalam wujud sebenarnya. Tahun 2015 adalah menjadi tahun di mana masyarakat global segera akan merasakan efek “global” dengan menyempitnya dunia karena capaian teknologi telah mencapai titik kesuksesan. Banyak orang tanpa kesulitan bisa mengunduh teknologi canggih tersebut, banyk orang mampu membeli gadget dan banyak orang akhirnya bisa menjadi penulis dadakan ataupun citizen Journalis yang membuat semakin gaduh dunia maya. Yang menjadi masalah kini adalah banyak orang tidak mampu membedakan menulis untuk domain publik hingga watak pribadinya secara gamblang terlihat. Mereka membuat status untuk apa saja mengumpat, memaki, menggelontorkan kata-kata rasis yang akan segera tertanggapi di dunia maya. Pun banyak orang yang akhirnya menjadi provokator bagi watak gotong rorong yang seharusnya menjadi ciri khas bangsa tergerus oleh kata-kata sarkastis yang muncul di internet hingga banyak orang terkotak-kotak, terbelah dan tercerai berai oleh riuhnya suara di dunia maya. Suara itu akhirnya juga berimbas di dunia nyata hingga muncul fanatisme kedaerahan, fanatisme agama dan lunturnya toleransi dalam masyarakat. Hal berbeda bila seorang penulis blog punya wawasan luas, berpikir jernih dan punya kemampuan membedakan berita hoax dan berita yang terangkum oleh data dan analisa valid.

Tapi tidak semua netizen punya wawasan luas. Banyak dari mereka yang hanya membaca judul terus terprovokasi oleh judul tersebut hingga secara pendek pikir mereka termakan oleh judul bombastis, hingga muncul kebencian-kebencian dari hasil berita gosip yang tidak jelas juntrungannya. Itulah teknologi ada plus dan minusnya.Itulah hasil kebudayaan yang berubah mengikuti zamannya.

Moral

 

Aku teringat tulisan Sindhunata dalam bukunya Petruk Dadi Guru. Buku itu sebetulnya sudah lama tersimpan di rak buku buku tentang Manusia dan Kebathinan. Pada halaman 72 Sidhunata(Seorang pastor Katolik dari Ordo Jesuit juga pernah menjadi wartawan Kompas).Aku terkesan dengan tulisan-tulisannya yang menggambarkan tentang zaman sekarang adalah zaman Kalabendu. Dalam lakon wayang sering tersirat pesan-pesan moral kuat dalam menggambarkan tentang perseteruan manusia, pergulatan manusia dengan manusia juga hubungannya antara manusia dan Yang Maha Pencipta.

Cerita wayang adalah perpaduan antara sejarah literasi agama Hindu serta kreatifitas Sunan Kalijaga yang sering memberi syiar agama lewat kebudayaan. Di situ ter sirat pesan moral kuat dari tokoh-tokoh wayangnya. Sejak dulu manusia sering berbenturan dengan persoalan moral. Dari zaman ke zaman moralitas telah membuat manusia saling gontok-gontokan, menebarkan dendam kesumat,saling membunuh karena rasa ego manusia. Kalabendu tergambarkan oleh zaman penuh kutukan, banyak peristiwa amoral terjadi.Anak Membunuh orang tua kandungnya sendiri, ibu membunuh dan membuang darah dagingnya sendiri, orang-orang telah diliputi dendam hingga membuat suasana benar-benar kacau. Agamapun lebih sering menjadi biang dari ketidakrukunan warga. Dalam suasana Kebudayaan Jawa yang kental olah kebathinan menjadi tuntunan bagi jiwa dan pikiran untuk eling dan Waspodho(Ingat dan waspada).Ingat akan sangkan paraning dumadi. Ingat akan siapa yang menciptakan manusia awal mulanya. Ketika aku mencerna tulisan Romo Sidhu, ada benarnya juga sebagai mannusia menjadi eling dan Waspodho. Sebab banyak sekali pengaruh buruk ada di seputar manusia. Akupun sering merasakan gesekan-gesekan ringan manusia menjadi biang dari kekiruhan selanjutnya. Lihat saja betapa moral sudah tidak berharga di mata elite politik. Mereka tak pernah bisa mencerna kehidupan dengan kejernihan pikiran. Semuanya terkuasai oleh nafsu akan gurihnya jabatan, nikmatnya kekuasaan dan indahnya nafsu sexual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun