Mohon tunggu...
Dwian Kusuma
Dwian Kusuma Mohon Tunggu... -

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sedikit Coretan tentang Mijil yang Sarat Makna

25 September 2014   00:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:39 4284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya menunduklah (tumungkula) jika dimarahi (dipun dukani). Saya mengartikannya bahwa kita harus mau menerima setiap masukan kepada kita. Tidak peduli apa isi masukannya dan dari siapa. Selanjutnya, tinggal bagaimana kita bersikap atas masukan untuk kita itu. Masukan disini bisa kita kaitkan dengan bahasan saya sebelumnya tentang pengendalian diri. Semakin kita banyak masukan, logikanya akan semakin baik pula kita dalam mengendalikan diri.

Bapang den simpangi.

Saya kurang paham arti kalimat ini, namun sejauh pemahaman saya, makna kalimat ini intinya mengajak kita untuk menghindari berfoya-foya, untuk menghindari sifat suka kemewahan dan kesombongan. Kita diajarkan untuk bersyukur atas apa pun. Saya merangkum inti kalimat ini adalah agar kita 'menghormati' yang namanya kesederhanaan.

Ana catur mungkur.

Kalau ini saya paham artinya. Singkat saja, bagi saya, makna kalimat ini hampir sama dengan paribasan Jawa yang bunyinya 'ojo cedhak kebo gupak'. Artinya, jauhilah keburukan.

Ya, itulah Mijil, tembang yang dulu dilantunkan kakek saya untuk ibu saya, lalu semalam ibu saya baru saja melantunkan kembali tembang itu untuk saya. Mungkin jika saya bisa, kelak saya akan nembang lagu ini untuk anak saya. Hahaha. Oke, dengan begini, maka tidak salah bukan jika di awal saya mengatakan bahwa Mijil adalah tembang tentang tuntunan untuk kehidupan manusia? Ya, seperti itulah interpretasi saya tentang Mijil berdasarkan persepsi dan perspektif saya. Sungguh budaya kejawen memiliki banyak nilai luhur. Saya bangga menjadi orang Jawa. Mari kita lestarikan budaya etnis kita masing-masing. Indonesia ini kan bhineka tunggal ika, banyak etnis, artinya kita ini kaya akan budaya. Ya kan? Tapi walaupun kita beda etnis dan punya budaya sendiri-sendiri, jangan sampai kita pecah karena perbedaan itu. Ingat, kita kudu andap asor bukan?

Pada akhirnya, itulah sedikit yang bisa saya bagi disini. Saya sekedar mencoba membuat interpretasi bebas tentang Mijil berdasarkan persepsi dan perspektif saya sebagai orang Jawa awam. Jadi tentu saja tulisan saya banyak kekurangan. Walaupun begitu, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi siapa pun, termasuk diri saya sendiri. Semoga.

Yogyakarta, 24 September 2014
Dwian K. Hendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun