Selain itu, budaya Indonesia cenderung lebih toleran dan menyambut kedatangan pelatih atau atlet asing dengan sikap terbuka. Meskipun ekspektasi terhadap performa timnas tetap tinggi, namun respons terhadap kegagalan biasanya tidak seintensif di Korea.
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat melihat bagaimana budaya memainkan peran penting dalam membentuk respons publik terhadap Shin Tae-yong.
Perbedaan dan kesamaan dalam nilai, norma, dan harapan yang diberlakukan oleh masyarakat di Korea dan Indonesia akan menjadi kunci untuk memahami dinamika yang kompleks dalam penerimaan terhadap pelatih tersebut.
Persepsi Publik
Pandangan publik terhadap Shin Tae-yong di Korea dan Indonesia mencerminkan perbedaan dalam konteks budaya dan harapan yang diberlakukan terhadap pelatih sepak bola.
Di Korea, Shin Tae-yong telah menjadi sosok kontroversial di mata sebagian publik setelah serangkaian hasil yang kurang memuaskan dari Timnas Korea Selatan.
Meskipun sebagian besar penggemar tetap menghargai kontribusinya dan memandangnya sebagai pelatih yang memiliki visi jangka panjang untuk mengembangkan tim, ada juga kritik yang keras terhadap keputusan taktis dan hasil yang tidak memuaskan dalam beberapa pertandingan kunci. Insiden dilempari telur menjadi simbol dari ketidakpuasan sebagian kecil dari pendukung Timnas Korea Selatan terhadap kinerja Shin Tae-yong.
Di Indonesia, Shin Tae-yong diterima dengan antusiasme yang besar oleh publik sepak bola. Kepemimpinan dan pengalaman internasionalnya dipandang sebagai aset berharga bagi pengembangan sepak bola nasional.
Meskipun masih terdapat kritik dan tekanan untuk meraih hasil yang baik, respons secara umum terhadap Shin Tae-yong di Indonesia lebih positif dan mendukung.Â
Dalam budaya yang lebih terbuka terhadap kehadiran pelatih asing, penilaian terhadap Shin Tae-yong lebih didasarkan pada potensi jangka panjangnya dalam membangun fondasi bagi kemajuan Timnas Indonesia.
Perbedaan dalam persepsi publik ini tercermin dalam respons yang berbeda terhadap Shin Tae-yong di kedua negara tersebut.
Sementara di Korea, ada tekanan yang lebih besar untuk menghasilkan kemenangan dan prestasi yang cepat, di Indonesia, Shin Tae-yong memiliki lebih banyak kesempatan untuk membangun proyek jangka panjangnya tanpa tekanan instan untuk meraih kesuksesan dalam waktu singkat.