Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

"Babang Owner", Kado Ultah sekaligus Terapi yang Menginspirasi

25 Februari 2021   19:09 Diperbarui: 27 Februari 2021   09:10 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Babang Owner di stasiun Kereta Api Mini TMII, Jakarta (foto dokumen Monita Alfianto)

"Ma, skinhead-nya pasti bisa yah, berbentuk Thomas begini. Ya kan, Ma?" kamu bertanya sambil memperlihatkan gambar cover buku Thomas yang sedang tersenyum khas di atas rel. (Skinhead Kereta Paling Favorit, hlmn. 83)

Monita sadar sangat sulit untuk memenuhi permintaan Maden, putra sulungnya. Sungguh tidak terbayangkan menghasilkan gaya rambut skinheadkereta Thomas. Entah bagaimana cara melukis karakter Thomas dengan pisau cukur. Begitu pun Monita berjuang keras untuk mengusahakannya.

Monita lantas mengajak Maden menyambangi satu per satu barber shopdi sepanjang Jalan Margonda, Depok. Namun, pencarian mereka selalu berakhir penolakan sehingga membuat Maden sangat kecewa. Tak ada tukang cukur yang sanggup!

"Nggak ada yang bisa ya Ma? Kata Om di sana tadi, nggak ada skinhead model Thomas begini. Nggak akan ada yang bisa katanya, Ma!" (Skinhead Kereta Paling Favorit, hlmn. 83) 

Sebenarnya Monita hanya perlu memberi pengertian bahwa keinginan Maden tidak mungkin terealisasi. Terlebih lagi bila Monita mau mengingat pesan terapis Maden 'Anak dengan ASD kalau sangat suka sekali thomas jangan dikasih thomas terus, Bu. Baju thomas, alat makan thomas, film thomas. Justru harus kita ubah jangan sampai Maden hanya tertarik satu hal saja' (hlm. 120).

Maden yang terlahir 8 Februari 2010 memang anak istimewa. Ia lahir melalui proses operasi yang dilakukan secara mendadak karena rahim tempatnya bernaung kehabisan air ketuban. Dalam kondisi shock, Monita, sang ibu terpaksa menandatangani sendiri surat persetujuan operasi.

Pagi itu Monita bahkan belum terbangun dari tidur ketika peralatan Cardiotogography (CTG) menempel di perutnya. Belum lama ia membuka mata, ketika sang dokter menyapa dengan kalimat 'Bu Monita, kita operasi pagi ini yah'. Boleh jadi, suntikan untuk mengatasi oligo yang selama berhari-hari sudah diterimanya tidak membantu.

Oligo atau oligohidramnion adalah kondisi ketika jumlah cairan ketuban yang melindungi dan menunjang kehidupan bayi dalam kandungan terlalu sedikit. 

Di meja operasi, Maden terlahir tanpa tangisan. Tubuhnya membiru dan tidak bergerak. Bayi Maden harus mendapat penanganan serius dari para dokter dan perawat hingga akhirnya dapat diselamatkan.

Kelak, tumbuh kembangnya pun mengalami sejumlah kendala, terutama pada bagian otak dan syarafnya. Bahkan kemudian hari diketahui ia mengalami Autism Spectrum Disorder(ASD) atau gangguan spektrum autisme.

Orang tua mana yang tidak akan mencurahkan segala daya upaya untuk kehidupan buah hati yang sangat dikasihi. Terlebih lagi dalam kondisi istimewa seperti Maden. 

Monita dan suaminya pun tidak mungkin hanya sekadar meratap. Mereka mengupayakan segala bentuk pengobatan serta terapi terbaik untuk buah hati mereka.

Sejak bayi Maden harus dijaga dan diasuh dengan ekstra hati-hati. Terlebih setelah diketahui sindrom yang dialami. Monita dan suaminya juga selalu berkonsultasi dengan dokter dan terapis. 

Nasihat para ahli tersebut menjadi pegangan dalam mengasuh sang buah hati. Termasuk nasihat terapis untuk tidak membiarkannya terlalu menyukai satu hal saja.

Namun, untuk kesukaan Maden pada kereta Monita kurang sepakat dengan pendapat sang terapis. Intuisi keibuannya mengatakan bahwa kesenangan Maden pada kereta berbeda. 

Ia menangkap bahwa Maden bukan hanya suka Thomas and friends, tetapi suka dengan steam engine locomotif classic. Oleh karena itulah ia bertekad mewujudkannya.

Buat Mama tidak ada yang tidak bisa, kalau itu menyangkut impian kamu. Kita hanya butuh kesempatan dan bantuan orang yang tepat untuk mewujudkannya. Tugas kita hanya berusaha mencari jalannya. Tekad Mama dalam hati, tanpa Mama katakan ke kamu. (Skinhead Kereta Paling Favorit, hlmn. 83)

Monita pun lantas berselancar di dunia maya hingga menemukan sebuah barber shop di Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan. Menurut feeling-nya barber shop akan mampu mewujudkan keinginan Maden. Lantas mereka pun pergi ke sana.

Voila!
Maden pun akhirnya memiliki gaya rambut "skinhead" paling epicdan fenomenal sedunia. Tampaknya skinheadMaden bahkan mampu bersaing denganskinheadRonaldo yang jadi pembicaraan jutaan orang.

Foto bookmarkhasil cetak foto gaya rambut skinhead Maden berwujud wajah kereta Thomas dan relnya (dokpri)
Foto bookmarkhasil cetak foto gaya rambut skinhead Maden berwujud wajah kereta Thomas dan relnya (dokpri)

Skinhead hanyalah sepotong puzzle karena kesukaan Maden pada kereta jauh lebih besar lagi. Selama berbulan-bulan setiap akhir pekan Monita harus membawanya ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk naik kereta mini. Saking rutinnya, Maden seakan-akan sudah menjadi bagian dari kru Kereta Api Mini TMII. Ia ikut menjadi "masinis" kereta api mini, bahkan pernah diajak mengikuti rapat kru.

"Maden yuk... udah malam loh ini, sudah ayo pulang!" ajak Mama sembari melangkah ke arah mobil yang diparkir.

"Nanti dulu Ma. Aku mau ikut rapat crew. Bang Faisal bilang aku harus ikut rapat crew skaligus syukuran Manager Kereta Mini yang berulang tahun," katamu dengan binar mata bahagia.

Dari kejauhan Mama memandangi kamu duduk di antara para crew, tanpa mereka mengasingkan kamu. Sayup-sayup Mama dengar kamu ditanya Manager apa kendala yang Babang hadapi saat mengendarai Kereta Mini, titik lokasi rel mana yang sekiranya perlu diawasi supaya mobil atau orang nyelonong lewat tanpa peringatan kalau kereta akan lewat." (Rapat Crew Kereta Mini, hlmn. 122-125)

Maden memang sangat istimewa, dan perjuangan Monita untuk mendampinginya jauh lebih istimewa lagi. Sungguh tidak mudah, bahkan dituntut memiliki kesabaran tingkat dewa.

Monita menceritakan suka duka membesarkan buah hati yang istimewa itu dalam buku berjudul Babang Owner. Lewat buku setebal 142 halaman ini pembaca tidak hanya diajak mengenal keistimewaan Maden, tetapi juga relasi ibu dan anak yang sangat istimewa.

Monita menceritakan sederetan pengalaman secara apa adanya terikut segala perasaan batin yang menyelimutinya. Dimulai sebelum ia mengerti kondisi anak ASD hingga suatu saat mulai memahami dan hari demi hari semakin mampu mengatasinya serta menjalankan pola asuh yang tepat.

Dari setiap kisah yang ditulis oleh Monita, pembaca dapat memetik banyak pelajaran tanpa merasa digurui. Pembaca akan dapat memahami kebiasaan, kebutuhan, dan pendekatan serta pola pengasuhan anak dengan ASD. Lebih dari itu para pembaca diajak untuk melepas stigma terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autisma seperti Maden.

Bagaimana memahami anak dengan ASD yang seolah-olah memiliki dunia sendiri. Betapa si anak begitu nyaman berada dalam gelembungnya dengan sejumlah kebiasaan yang nyaris tidak dapat dipahami. Misalnya, perihal kecenderungan fokus pada suatu objek tertentu.

Kamu pun masih terobsesi dengan benda-benda berputar di sekitar kamu, seperti kipas angin yang menyala, exhaust fan, blower AC, roda, bola, kincir angin, apa saja asal berputar, kamu akan bertahan memandangi degan tatapan kosong. (Fokus Benda Berputar, hlmn. 29)

Hal yang paling sering Babang lakukan setiap hari di rumah adalah memutar roda sepeda dan roda mobil-mobila. ... Sepeda di rumah bukan untuk kamu naiki, tapi untuk kamu balik menjadi roda di atas, stang menghadap ke bawah dan rodanya kamu putar tnpa henti seharian.(Makin Banyak Gelembung, hlmn. 33)

Dari kisah Monita, pembaca juga akan dapat memahami bagaimana sifat penyendiri anak dengan ASD serta kecenderungan menghindari keramaian, tetapi sangat hiperaktif bahkan pada jam-jam tidur. Bermain sepeda pada dini hari, misalnya.

Dikisahkan pula bagaimana ketakutan si anak berpisah dari ibunya, terutama di antara komunitas baru yang asing. Juga perihal kecenderungannya tidak takut pada hal-hal berbahaya, sebaliknya sangat ketakutan pada sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya. Sehingga kewaspadaan mendampinginya adalah sebuah keharusan.

Babang basah kuyup, bibir membiru dan terlihat shock, tidak ada satu kata pun yang terucap oleh Babang. Tidak ada keluhan, tidak ada tangisan, bibir terkatup rapat... hanya badan yang gemetar hebat, entah karena dingin atau karena ketakutan." (Kamu Tenggelam..!, hlmn. 69)

Monita juga mengisahkan bagaimana karena karakternya Maden mengalami perisakan demi perisakan di antara teman-teman sekolah, tetapi ia tidak mampu menceritakannya. Dibutuhkan waktu cukup lama bagi Monita untuk menyadari kondisi tersebut hingga homeschoolingpun menjadi pilihan terbaik untuk Maden.

Kisah monita mengasuh buah hatinya yang istimewa dapat menjadi refleksi bagi para orang tua. Terlebih yang selama pandemi ini merasa sangat berat menemani anak-anaknya mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Mengikuti kisah-kisah Monita dan Maden dalam buku Babang Owner ini sangat mengasyikkan. Membaca buku ini, saya seperti sedang duduk bersama sang penulis di sebuah kafe di Kota Bogor yang sejuk. Sambil sesekali menyeruput kopi saya asyik mendengarkan celoteh penulis menguraikan kisah demi kisah. Sesekali cangkir kopi terhenti di udara dan mulut melongo karena kisah yang menegangkan atau di luar batas nalar.

Kisah-kisah Monita berlatar kondisi anak istimewa dengan sejumlah pengalaman unik, menegangkan, juga memprihatinkan. Walaupun demikian, lewat gaya berceritanya tergambar sosok ibu yang penuh syukur, sabar, optimis serta pantang menyerah menghadapi buah hati yang istimewa. Tergambar pula sosok anak yang sungguh terikat pada sang ibu dan membutuhkan kasih sayang dan perhatian spesial.

Monita membagikan tak kurang dari 33 kisahnya menggunakan dua sudut pandang (point of view). Sebagian besar kisah ditulis dengan sudut pandang sang ibu (Monita), dan beberapa ditulis dengan sudut pandang si anak (Maden).

Monita Yuliana yang juga menyandang nama sang suami sebagai Monita Alfianto bukan penulis profesional. Dalam kesehariannya, alumni Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma ini sibuk mengasuh dua buah hatinya, Maden dan Una. 

Begitu pun ia mengaku sebagai emak-emak medsos 'emak-emak yang suka curhat di medsos'. Monita biasa menulis curhat di laman facebook atau instagramnya (@monita.alfianto).

Menurut pengakuannya, ia tergugah menuliskan kisah Maden setelah membaca buku inspiratif dari sahabatnya tentang biografi anak istimewa. Penulisan buku Babang Owner diselesaikan dalam dua bulan dengan didampingi Mentor Anang YB. Penyuntik semangatnya adalah para sahabat di Kelas Digital Bikin Konten Keren Instagram dan Kelas Novel di Akademi Penulis Buku yang diikutinya selama pandemi Covid-19.

Tujuan awalnya juga sekadar menuliskan kenangan yang kelak dapat dibaca sang buah hati sebagai pengingat. Hal ini dipicu keprihatinannya saat mengetahui Maden kurang mengingat pengalaman dan perjuangan yang pernah dilewatinya. Melalui kisah-kisah yang ditulis Monita berharap sang buah hati juga menyadari betapa berharga dirinya dan betapa besar kasih orang tuanya.

Dalam perjalanannya, Monita menyadari bahwa penulisan buku ini juga menjadi bentuk terapi bagi dirinya. Lewat buku ini terungkap sejumlah ketakutan dan kesedihan yang selama ini hanya dipendamnya. Bahkan, trauma yang sama sekali belum pernah diceritakan kepada siapa pun-termasuk suami tercinta-mampu dikisahkannya.

Sejumlah rasa bersalah yang membebaninya selama ini berhasil diungkapkan, meskipun tidak selalu berarti ia bersalah. Misalnya, pada awal pertumbuhan Maden ketika ia dan suaminya belum menyadari bahwa sindrom autism telah menimpa sang buah hati. Atau saat Maden lepas dari pengawasan, dan sebagainya. Lewat buku ini Monita terbuka mengungkapkan permintaan maaf kepada sang buah hati.

Setelah menulis buku ini perasaannya menjadi jauh lebih plong. Terbuktilah bagaimana menulis ternyata menjadi terapi bagi jiwa. Menulis menjadi semacam trauma healing, yaitu proses penyembuhan pascatrauma untuk mengatasi gangguan psikologis.

Sungguh menulis ternyata benar melegakan hati, dan itu terbukti dalam perjalanan menulis buku ini. Lembar demi lembar menghela napas terus, mewek terus, baper terus. Ujungnya serasa beban diangkat karena perjalanan menulis buku ini berakhir manis.(hlmn. viii)

Sejatinya, Monita hanya berniat memberikan buku Babang Owner sebagai hadiah saat Maden berulang tahun ke-11 pada 8 Februari 2021. Suaminya mendukung penuh niat tersebut. Namun, dalam proses penulisan ternyata banyak teman yang tertarik dan berminat untuk turut membaca kisah Maden.

Maden tampaknya juga tidak menaruh keberatan. Pencinta musik yang piawai bermain piano ini bahkan bersedia memasukkan tulisannya Pengalamanku Naik Kereta Api Mini TMII 2020 pada akhir buku. Maden juga berbaik hati mengizinkan foto skinheaddan buku Thomas-nya dijadikan pembatas buku lengkap dengan tanda tangannya.

Begitu pun Maden tidak mengizinkan foto-fotonya disertakan dalam buku, kecuali foto untuk kover yang diolah secara digital oleh sahabat Kartika Yudha Putra (@dhiwullucan). Oya, Maden juga membagikan satu fotonya saat berada di stasiun Kereta Api Mini TMII, Jakarta.

Babang Owner di stasiun Kereta Api Mini TMII, Jakarta (foto dokumen Monita Alfianto)
Babang Owner di stasiun Kereta Api Mini TMII, Jakarta (foto dokumen Monita Alfianto)

Alhasil, buku Babang Owner pun kini dapat dibaca oleh siapa pun. Bukan sekadar bacaan emak-emak medsos agar tetap eksis, tetapi bacaan yang sungguh-sungguh menginspirasi. 

Bukan saja bacaan bagi para orang tua yang dianugerahi anak istimewa serta orang tua siswa homeschooling, tetapi juga semua orang tua bahkan para pendidik. Dalam skala lebih luas juga bagi masyarakat yang masih memberikan stigma negatif pada anak berkebutuhan khusus.

Konon judul buku Babang Owner dipilih karena "Babang Owner" adalah nama lain Maden ketika mengerjakan tugas-tugas untuk homeschooling-nya. Semestinya juga menjadi sapaan sayang sekaligus sebuah doa.

Babang (dari kata abang) adalah sapaan sebagai seorang kakak, anak pertama. Sementara, Owner adalah ungkapan dari impian Maden yang suatu saat nanti ingin menjadi pemilik (owner) dari sebuah taman bermain yang penuh dengan kereta api.

Demikian disampaikan penulis saat acara lauching virtual buku Babang Owner.


Aih Babang Owner, let me be your fan!
Bertumbuhlah selalu menjadi anak hebat dalam berkat dan lindungan Tuhan, dan semoga cita-citamu tercapai ya Bang!

Depok, 25 Februari 2021
Salam inspiratif, Dwi Klarasari

Bacaan: 1 | 2 |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun