Dalam perjalanannya, Monita menyadari bahwa penulisan buku ini juga menjadi bentuk terapi bagi dirinya. Lewat buku ini terungkap sejumlah ketakutan dan kesedihan yang selama ini hanya dipendamnya. Bahkan, trauma yang sama sekali belum pernah diceritakan kepada siapa pun-termasuk suami tercinta-mampu dikisahkannya.
Sejumlah rasa bersalah yang membebaninya selama ini berhasil diungkapkan, meskipun tidak selalu berarti ia bersalah. Misalnya, pada awal pertumbuhan Maden ketika ia dan suaminya belum menyadari bahwa sindrom autism telah menimpa sang buah hati. Atau saat Maden lepas dari pengawasan, dan sebagainya. Lewat buku ini Monita terbuka mengungkapkan permintaan maaf kepada sang buah hati.
Setelah menulis buku ini perasaannya menjadi jauh lebih plong. Terbuktilah bagaimana menulis ternyata menjadi terapi bagi jiwa. Menulis menjadi semacam trauma healing, yaitu proses penyembuhan pascatrauma untuk mengatasi gangguan psikologis.
Sungguh menulis ternyata benar melegakan hati, dan itu terbukti dalam perjalanan menulis buku ini. Lembar demi lembar menghela napas terus, mewek terus, baper terus. Ujungnya serasa beban diangkat karena perjalanan menulis buku ini berakhir manis.(hlmn. viii)
Sejatinya, Monita hanya berniat memberikan buku Babang Owner sebagai hadiah saat Maden berulang tahun ke-11 pada 8 Februari 2021. Suaminya mendukung penuh niat tersebut. Namun, dalam proses penulisan ternyata banyak teman yang tertarik dan berminat untuk turut membaca kisah Maden.
Maden tampaknya juga tidak menaruh keberatan. Pencinta musik yang piawai bermain piano ini bahkan bersedia memasukkan tulisannya Pengalamanku Naik Kereta Api Mini TMII 2020Â pada akhir buku. Maden juga berbaik hati mengizinkan foto skinheaddan buku Thomas-nya dijadikan pembatas buku lengkap dengan tanda tangannya.
Begitu pun Maden tidak mengizinkan foto-fotonya disertakan dalam buku, kecuali foto untuk kover yang diolah secara digital oleh sahabat Kartika Yudha Putra (@dhiwullucan). Oya, Maden juga membagikan satu fotonya saat berada di stasiun Kereta Api Mini TMII, Jakarta.
Alhasil, buku Babang Owner pun kini dapat dibaca oleh siapa pun. Bukan sekadar bacaan emak-emak medsos agar tetap eksis, tetapi bacaan yang sungguh-sungguh menginspirasi.Â
Bukan saja bacaan bagi para orang tua yang dianugerahi anak istimewa serta orang tua siswa homeschooling, tetapi juga semua orang tua bahkan para pendidik. Dalam skala lebih luas juga bagi masyarakat yang masih memberikan stigma negatif pada anak berkebutuhan khusus.
Konon judul buku Babang Owner dipilih karena "Babang Owner" adalah nama lain Maden ketika mengerjakan tugas-tugas untuk homeschooling-nya. Semestinya juga menjadi sapaan sayang sekaligus sebuah doa.