Sampai kemarin aku masih merindukan dan mengharap perjumpaan kembali dengan Yusuf. Eh, maksudku Mas Kelik, si pemeran Yusuf di panggung natal sebelas tahun silam.
Setelah kepindahan Mas Kelik dari SMP Bruderan, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya. Konon, ayahnya yang anggota TNI ditugaskan ke ujung timur Indonesia. Di Jayapura, di Tanah Papua.
Saat mengingatnya, aneka tanya berseliweran dalam benak. Setinggi apa dia sekarang, seperti apa wajah dan suaranya, di mana dia kuliah, ambil jurusan apa, masihkah dia bermain teater, dan puluhan pertanyaan lain.
Kalau kami bertemu lagi, akankah dia mengingat cinta monyetku? Atau, sudah adakah kekasih hatinya?
Aku tersenyum sendiri. Begitulah, aku masih saja terlena bila angin musim cinta berdesir lembut menghadirkan bayangan Mas Kelik.
Boleh jadi harapan tersebut bahkan masih ada hingga tadi kuparkir motor di halaman panti asuhan. Apalagi saat kemarin ayah bercerita bahwa beliau baru saja terhubung kembali dengan Pak Winarto, ayah Mas Kelik. Â Â
Kutepuk pipiku.
"Mulai hari ini hentikan harapan cintamu. Ingat... ingat... sosok biarawan muda di atas panggung yang tadi tertangkap oleh lensamu!" bisik hatiku setengah menghardik.
Ya, sepertinya Natal kali ini bakal membiru. Aku harus beranjak menata hati. Yusuf yang dahulu menuntun Maria dalam drama natal, hari ini hadir sebagai sosok berjubah putih dengan kalung salib di dadanya.
Stefanus Kelik Abhipraya telah menjelma 'Pastor Stefan'.
Depok, 25 Desember 2020
Salam Fiksiana, Dwi Klarasari