Hobi menulis yang semakin intens membuat saya mulai bermimpi memiliki komputer. Sering timbul rasa "iri" ketika di televisi ditampilkan sosok seorang penulis yang sedang beraktivtas di depan komputer. Selalu tebersit keinginan bisa menulis dengan perangkat canggih itu. Ketika itu saya hanya bisa berkomputer ria saat Pelajaran Komputer di sekolah.
Impian memiliki komputer akhirnya menjadi kenyataan. Suatu hari kami sangat gembira ketika ayah membelikan seperangkat komputer. Komputer pertama kami berbasis DOS dan masih menggunakan disket. Monitornya menyajikan tulisan berwarna hijau/putih. Printer-nya pun masih berisik seperti suara tonggeret. Begitu pun perangkat tersebut terasa sangat hebat pada masa itu. Saya pun semakin bersemangat untuk menulis.
Walaupun sudah ada komputer kami tidak akan pernah melupakan "saudara lelaki" ayah alias mesin tik "brother". Saya sangat bersyukur karena pernah sangat akrab dengan mesin tik manual maupun komputer jadul. Jika sekarang saya asyik di jalan aksara dengan bantuan laptop atau gawai canggih dibantu jaringan internet semuanya tak lepas dari jasa ayah dan "saudara lelakinya".Â
Terima kasih Ayah! Selamat Hari Ayah 2020, Tuhan memberkati selalu!
Depok, 12 November 2020
Salam Aksara, Dwi Klarasari
Catatan: Artikel ini sedikit banyak terinspirasi dari artikel Kompasianer I Ketut Suweca yang pernah saya baca, berjudul Saya, Artikel, Kantor Pos, dan Honorarium Menulis, terutama tentang  mesin tik "brother" dan kantor pos. Terima kasih Pak Ketut. Salam hangat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H