Pagi tadi tetiba sebuah pesan dari nomor asing masuk ke percakapan Whatsapp di ponsel saya. 'Selamat pagi Mbak, saya Anggi...', demikian kalimat pembuka yang sekilas tampak pada notifikasi. Deg! Entah bagaimana jantung saya mendadak berdetak lebih kencang. Kenapa ya?
Sekejap saya baru teringat tentang tulisan berjudul "Jangan Bercerai Lagi, Anggi!" yang kemarin saya tulis di kompasiana. Waduh! Jangan-jangan pesan WA itu berhubungan dengan tulisan yang menyertakan nama "Anggi"? Demikian pikiran saya mulai melantur.
Baca Kisah "Jangan Bercerai Lagi, Anggi!"
Dari mana seseorang bernama Anggi tersebut mengetahui nomor WA saya? Mungkinkah dia itu salah seorang yang membaca tulisan saya di kompasiana? Mungkinkah dia salah seorang kompasiner? Ah, tidak mungkin! Pada profil saya tidak mencantumkan nomor ponsel. Hanya admin yang mengetahuinya. Â
Keringat dingin mulai bercucuran. Saya berusaha menenangkan diri. Saya tarik napas dalam-dalam, dan melepaskannya secara perlahan; kemudian saya teguk segelas air putih hingga tandas. Setelah beberapa menit, saya pun merasa lebih tenang dan dapat berpikir jernih.Â
Siapakah Anggi si pengirim pesan itu? Â Â
Haruskah saya takut karena tulisan saya memakai nama Anggi? Apakah si Anggi hendak menuntut karena kisah yang saya tulis itu sama seperti kisahnya? Bukankah di dunia ini ada ribuan nama Anggi dan ada ribuan kisah serupa? Bukankah tulisan yang dilabeli "fiksi"-sekalipun terinspirasi kenyataan-tidak dapat lagi dianggap sebagai kisah nyata?
Apalagi kalau kisah tersebut benar-benar khayalan dan hanya kebetulan saja sama dengan kehidupan nyata. Jejak samar peristiwa nyata memang acapkali ditemui dalam fiksi.
Saya harus berani menyampaikan argumen ini. Selain bergenre fiksi, tulisan tersebut pada dasarnya juga bermaksud baik. Lewat tulisan itu saya ingin menyampaikan ajakan positif banyak saudara-saudara seperti "Anggi" untuk setia menjalani mahligai perkawinan. Â Alih-alih mudah mengatakan "cerai", lebih baik menyelesaikan setiap masalah dengan kasih dan damai. Â
Akhirnya, saya pun meraih ponsel dan memberanikan diri membuka perpesanan Whatsapp. Perlahan-lahan saya baca pesan dari nomor asing yang tadi mengaku bernama Anggi.
Beginilah isi pesan lengkapnya: "Selamat pagi Mbak, saya Anggi menantunya Bu Yon. Mau tanya, apa semua anakku bisa diikutkan lomba mewarnai gambar, ya? Kata Ibu mertua, Mbak Dwi yang bagi-bagi gambarnya."
Duh Gusti, ternyata saya keliru!
Depok, 9 September 2020
Salam Fiksiana, Dwi Klarasari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H