Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beranikah Saya Menyukseskan Pelarangan Kantong Plastik?

25 Juli 2020   21:44 Diperbarui: 26 Juli 2020   10:08 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah provinsi dan kota besar di Indonesia sudah menerapkan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Beberapa daerah lain juga terus melakukan sosialisasi, sementara regulasi disusun. 

Dalam masa sosialisasi hingga akhirnya peraturan diterapkan, pemerintah didukung oleh segenap instansi terkait serta sejumlah perusahaan swasta dan banyak organisasi lain. Semuanya berupaya meraih target, yaitu berkurangnya sampah plastik.  

Kehebohan Sesaat

Dalam sosialisasi aturan sejumlah instansi menandai peran sertanya dengan membagikan tote bag, botol minum, atau alat makan yang dapat dipakai berulang kali. Retail-retail besar juga mulai memproduksi tas belanja ramah lingkungan yang dapat dipakai berkali-kali. 

Para penyelenggara perhelatan tak bosan-bosan memberi goodie bag atau doorprize berupa aneka peralatan pengganti plastik sekali pakai.

Namun, gaungnya pasang-surut mengikuti situasi dan kondisi. Seakan-akan kegiatan pengurangan sampah plastik hanya ngetren saat memperingati hari-hari penting lokal maupun internasional, seperti Hari Bumi, Hari Lingkungan Hidup, Hari Peduli Sampah Nasional, Hari Air Sedunia, dan sebagainya. 

Kehebohannya hilang perlahan-lahan hingga nyaris senyap. Selanjutnya, media kembali memuat berita tentang melonjaknya sampah plastik; sampah plastik yang memenuhi badan sungai; ribuan plastik menyumbat gorong-gorong; dan sebagainya.  

Sudah menjadi rahasia umum bahwa hal paling sulit dalam pemberlakuan peraturan adalah pengawasan. Lemahnya pengawasan dan kurang tegasnya penindakan atas pelanggaran lama-kelamaan akan menjadikan aturan tersebut "antara ada dan tiada".

Menurut pendapat saya, sebenarnya aturan "Pelarangan Kantong Plastik" harus dipahami dengan baik dan didukung penuh oleh masyarakat. Keberhasilannya sangat tergantung dari peran serta individu tanpa kecuali-anak-anak hingga orang dewasa dari berbagai kalangan sosial.

Masyarakat Harus Bertindak

Kata kuncinya, masyarakat harus bertindak. Perlu cukup keberanian untuk turut menjaga lingkungan hidup, termasuk mengurangi sampah plastik sekali pakai. Setiap individu harus berani menyukseskan 'Pelarangan Kantong Plastik'. Dengan kata lain, masyarakat harus berani bertindak dari dan atas nama diri sendiri.

Boleh jadi pernyataan di atas memunculkan komentar bernada miring.

Berani? Keberanian macam apa yang kaumaksud? Ah, kamu ini mengada-ada! Maksudmu berani semacam tindakan Bu Susi menenggelamkan kapal sewaktu jadi menteri? Yang betul saja, kita kan cuma rakyat biasa! 

Wajar bila muncul komentar-komentar tersebut. Kita semua menyadari bahwa keberanian perlu manifestasi. Seseorang baru disebut 'berani' atau dijuluki 'pemberani' jika sudah terbukti melakukan tindakan berani terkait suatu hal. Bukan sekadar niat atau rencana.

Namun keberanian yang saya maksud di sini bukan tindakan hebat yang menuai sorak dan tepuk tangan. Bukan pula perbuatan yang membuat khalayak terperangah sembari mengucap 'wow'. Sama sekali bukan! Sebaliknya, ini hanya beberapa keberanian simpel bahkan terkesan sepele.  

Kita Perlu 4 Keberanian Ini

Minimal ada empat keberanian yang perlu dimiliki setiap individu untuk turut menyukseskan pelarangan kantong plastik (dan bahan plastik sekali pakai yang lain).

#1 Berani Repot

Ketika hendak pergi ke mana pun, selalu siapkan perlengkapan yang berpotensi menghindarkan kita membeli sesuatu yang dibungkus plastik sekali pakai. Misalnya, membawa bekal makan bila ke kantor/sekolah. 

Bawalah botol minum isi ulang serta wadah dan alat makan yang dapat dicuci, seperti sendok, garpu, dan sumpit stainless. Jika perlu bawa wadah kosong dan sedotan stainless untuk membeli makanan-minuman di kantin/restoran.

Ke mana pun pergi bawalah selalu kantong belanja untuk mengantisipasi bila sewaktu-waktu berbelanja tanpa rencana. Terutama untuk para ibu yang sangat efisien waktu. Eloknya kantong belanja terbuat dari bahan ramah lingkungan dan/atau reusable. Bawalah lebih dari satu dengan beragam ukuran.

Kadang kala tanpa diduga kita membawa pulang sesuatu yang tidak direncanakan. Misalnya, setumpuk berkas/laporan yang perlu diselesaikan di rumah. Atau karena sedang beruntung mendapat hadiah atau oleh-oleh dari kolega.

Kerepotan tersebut akan berlanjut karena kita juga harus rajin mencuci botol minum, wadah dan alat makan, juga kantong belanja yang selesai digunakan. Jika seseorang tidak berani repot, tentu memilih minum dengan sedotan plastik sekali pakai daripada stainless yang kemudian harus dicuci.     

#2 Berani "Malu"

Konsekuensi dari keberanian #1 adalah berani malu karena cenderung dipandang sebagai sosok yang aneh. Wani isin, dalam istilah orang Jawa. Bagaimana tidak malu bila di depan umum kita dipandang aneh seperti alien atau mendapat komentar miring.

Beranilah ikhlas menerima komentar, seperti 'Kamu tuh ke mana-mana bawa wadah dan alat makan! Please deh, jangan kayak orang susah!' atau 'Yaelah, irit amat sih, honor/gajimu gak cukup buat beli air mineral kemasan?'

Karena setiap kali belanja selalu bawa kantong/tas, saya pernah mendapat komentar demikian dari pemilik warung 'Wah, kamu tuh seharusnya sudah diangkat jadi duta lingkungan hidup'. Lalu disambut derai tawa para pembeli lain yang nadanya terdengar seperti ejekan. 

Alih-alih marah, sekalian saja saya berkampanye, 'Iyalah ibu-ibu sudah kebanyakan sampah plastik di bumi ini, kasihan anak cucu kita nanti!'

#3 Berani Dianggap Sok

Ketika menerapkan pengurangan sampah plastik dalam komunitas yang belum menyadari pentingnya tindakan tersebut, boleh jadi kita akan mendapat kecaman. Jangan heran kalau mendengar komentar seperti 'Ah, kamu sok cinta lingkungan deh!' atau 'Kamu tuh sok hebat!'  

Oleh karena itu, penting kita bekali diri dengan keberanian ke-3, yaitu 'berani dianggap sok'.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu arti "sok" adalah berlagak (sok pamer, dan sebagainya). Ya, meskipun kita tidak bermaksud sok, tetapi untuk menyukseskan pengurangan sampah plastik sekali pakai beranilah untuk dianggap sok!

#4 Berani Menegur dan Siap "Dibenci"

Keberanian ke-4 ini memang lebih ekstrem karena sudah mulai keluar dari wilayah personal. Salah satu arti menegur menurut KBBI adalah mengkritik atau memberi nasihat. 

Seperti kita tahu, tidak setiap orang bersedia menerima teguran. Namun, karena "menegur" dalam konteks ini bersifat positif, jika dilakukan secara tepat tentu berbuah kebaikan. Jadi, beranilah melakukannya bila perlu.

Saya sendiri baru berani melakukannya di lingkungan keluarga, teman-teman dekat, dan komunitas yang sudah cukup akrab dan/atau memiliki kesepakatan terkait 'pengurangan sampah plastik'.

Sebagai contoh, dalam komunitas umat Katolik di mana saya tinggal, saya berani menegur umat lain yang tidak membawa botol minum saat hadir dalam perkumpulan-doa, rapat, dll. Kenapa berani? Karena jauh-jauh hari sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk melakukannya. 

Oya, di wilayah Keuskupan Bogor disepakati untuk tidak lagi menyediakan minuman kemasan. Bukan hanya umat biasa, para pastor, dan dewan gereja pun harus membawa botol minum masing-masing.

Walaupun begitu, dalam menegur pun kita harus melakukannya dengan cara yang tidak menyinggung perasaan. Misalnya lewat candaan atau mengingatkan kesepakatan yang sudah pernah dibuat.  

Demikianlah empat keberanian yang harus kita miliki untuk menyukseskan pelarangan kantong plastik (dan bahan plastik sekali pakai lain) dalam kehidupan sehari-hari. Boleh jadi keberanian tersebut terkesan sepele, tetapi bagi sebagian orang terasa sangat berat.

Marilah, kita bertanya pada diri sendiri 'Beranikah Saya Menyukseskan Pelarangan Kantong Plastik?' Bukan hanya 1-2 hari, tetapi sepanjang hayat dikandung badan. Meskipun tak selalu berhasil, kita dapat terus-menerus mengupayakannya.  

Depok, 25 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun