Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Transaksi Western Union di Masa Pandemi

15 Juni 2020   16:27 Diperbarui: 15 Juni 2020   17:53 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Info Bank

Beberapa waktu lalu, saya menandatangani kontrak dengan klausul pembayaran melalui Western Union (WU). Tidak ada pilihan, padahal saya belum pernah bertransaksi dengan perusahaan layanan pengiriman uang yang sudah berusia lebih dari 1,5 abad ini. Saya hanya berharap semua bakal berjalan lancar. Pertama-tama proyek harus ada di tangan dulu, demikian pikir saya waktu itu.   

Singkat cerita pekerjaan selesai sesuai kontrak dan klien menerimanya dengan baik tanpa komplain. Tibalah waktu mengharapkan hak saya. Seminggu berselang, salinan resi pengiriman uang via Western Union pun mendarat di kotak masuk surel. Entah dari mana klien tahu bahwa saya belum pernah berurusan dengan WU sehingga klien yang tinggal di Singapura itu menjelaskan langkah-langkah pencairan uang. 

Prinsipnya, saya cukup datang ke agen WU dengan menunjukkan KTP dan kode MTCN (Money Transfer Control Number) yang tercantum dalam bukti pengiriman. Ternyata cukup mudah! Namun, lebih dari seminggu salinan bukti pengiriman uang masih rapi tersimpan. Bukan karena tidak butuh duit, tetapi saya ragu-ragu untuk keluar rumah tanpa kepastian. 

Kala itu wabah covid-19 sudah merajalela di area Jabodetabek.  PSBB sudah diberlakukan dan ojek daring pun tak boleh lagi membawa penumpang. Jadi, saya lebih dahulu mencari informasi di mana dan bagaimana cara mencairkan kiriman uang via WU. 

Saya keluar masuk laman Western Union Indonesia, tanya ini-itu lewat  Customer Service (CS) di twitter, dsb.  Tak lupa membaca sejumlah artikel tentang pengalaman transaksi di WU. Ternyata layanan WU tersebar cukup merata. Selain di kantor cabang, pengambilan uang juga dilayani banyak agen, seperti kantor pos, pegadaian, Indomaret, dan sejumlah bank lokal.

Agen layanan WU terdekat yang mudah dicapai dengan atau tanpa kendaraan adalah kantor pos. Jaraknya kurang dari 2 kilometer dari rumah dan ada rute angkutan kota yang melewatinya. Jika terpaksa harus berjalan kaki pun tidak masalah karena saya pernah melakukannya.

Demi meyakinkan diri, saya berusaha menghubungi kantor pos untuk menanyakan kelengkapan yang harus dibawa. Sayang beberapa kali menelepon tidak ada petugas yang mengangkatnya. Mau tak mau, saya langsung datang ke kantor pos dengan berbekal KTP dan kode MTCN. Tentu tak lupa melengkapi diri dengan 'APD'-masker, kacamata, jaket bertopi (hoodie)-serta membawa hand sanitizer.

Apa yang saya takutkan terjadi! 'Maaf Mbak, peraturannya sudah berubah. Kalau bukan penduduk lokal harus membawa kartu pengenal tambahan (SIM atau paspor)', demikian kata petugas. Oya saat ini saya berdomisili di Depok dan kebetulan masih ber-KTP Semarang. Lebih parah lagi, saya pun tidak punya SIM ataupun paspor. 

'Kalau mau Mbak bisa minta tolong saudara/teman ber-KTP Depok, tetapi uang harus ditarik dan dikirim ulang', begitu penjelasan tambahan dari petugas. Aduh! Pulanglah saya dengan tangan hampa. APD yang bikin gerah dan susah bernapas pun jadi terasa semakin menyesakkan.   

Kemudian, saya berusaha menghubungi beberapa teman untuk meminta bantuan. Tidak mudah, dan sejujurnya sungkan juga karena saya akan sangat merepotkan. Saya tidak saja hendak meminjam KTP y.b.s., tetapi juga memintanya ikut serta ke kantor pos mencairkan uang tersebut. 

Bersyukur, seminggu berselang saya mendapatkan teman yang bersedia meminjamkan KTP bahkan siap mencairkan uang di kantor pos atau di mana pun dan kapan saja saya inginkan. Kebetulan dia adalah wirausahawan yang hampir setiap hari berkeliling Depok mendatangi reseller. Sip!

Segera saya kirimkan surel kepada klien untuk menyampaikan masalah tersebut. Dengan rendah hati saya mohon pula agar klien bersedia mengirim ulang honor tersebut dengan mengganti nama penerimanya. Saya katakan siap jika pembayaran harus dikurangi kerugiannya akibat merosotnya nilai dolar Singapura sebagai dampak covid-19. 

Namun, ternyata, klien tidak serta merta menyetujuinya. Dia meminta saya lebih dahulu mencoba mendatangi cabang Western Union atau sejumlah bank lokal yang biasanya hanya mensyaratkan KTP dan kode MTCN. Saya sedikit kecewa, tetapi sekali lagi tidak ada pilihan.

Saya pun kembali berselancar mencari informasi lokasi cabang dan agen WU di Depok. Ada sejumlah cabang WU, tetapi lokasinya cukup jauh dan susah dijangkau. Beruntung ada beberapa bank lokal di pusat kota Depok (sepanjang Jalan Margonda) yang mudah dicapai, seperti Bank Jabar, Mestika, BTN, Maybank, dan Mandiri Syariah.

Beberapa hari kemudian, saya kembali berjibaku dalam kostum penangkal covid-19. Sedih, rupanya keberuntungan belum berpihak. Seharian saya harus keluar masuk bank dengan penolakan karena layanan WU dalam kondisi "off". Konon, kata satpam di salah satu bank, WU sudah "off" sejak merebak covid-19. 

Ternyata jalan tidak selalu mulus bahkan untuk sekadar mengambil imbalan atas pekerjaan yang sudah kita lakukan. Oya, saat berada di Maybank saya sempat bertemu seorang pekerja lepas yang senasib-sudah keluar masuk agen dan bank lokal tanpa dapat mencairkan kiriman via WU.

Di puncak kelelahan, akhirnya saya berhasil menemukan layanan WU aktif di Bank Mandiri Syariah yang berlokasi di Margonda Raya. Setelah mengikuti protokol dan menunggu antrean selama 3 jam, saya pun mendapat giliran. Di depan CS saya sampaikan niat dengan semringah karena yakin akan segera menangguk hasil positif. 

Tampaknya ujian belum selesai! Petugas CS yang manis memastikan adanya kiriman uang atas nama saya. Walaupun begitu saya tetap tidak dapat mengambilnya hanya dengan KTP dan kode MTCN. Harus ada kartu pengenal lain sebagai pendamping. Nahlo! Apa bedanya dengan kantor pos dan pegadaian? 'Ya, memang begitu Mbak aturan terbaru', kata petugas CS.  

Sekejap tubuh saya serasa tak bertulang. Lunglai. Selama berjam-jam memakai masker dan pakaian rapat-padahal kisaran suhu mencapai 32 derajat Celsius-seolah-olah membuat saya hampir meledak. Saya tercenung dan belum mau beranjak dari meja CS. 

Sekali lagi saya tanyakan kemungkinan diterimanya kartu pendamping tambahan selain KTP dan paspor. Saya sebutkan sejumlah kartu yang saya punya-kartu nama, kartu keanggotaan Perpusnas, Multitrip Commuter Line, e-money, dll. 

Saya menyebutnya seraya bercanda demi menghibur diri. Sudah barang tentu, tak satu pun dari kartu-kartu tersebut dapat dipakai!            

Tiba-tiba, Mbak CS bertanya kalau-kalau saya memiliki kartu BPJS. Sontak saya pun bersorak gembira! Ya, kalau kartu BPJS saya punya dong! Namun, sekejap badan kembali lemas karena ternyata kartu tersebut tidak ada dalam dompet. 

Dengan nada kasihan, petugas CS pun menyarankan agar saya kembali lagi hari Senin. Kebetulan saat itu hari Jum'at dan sesuai aturan PSBB layanan hanya dibuka sampai pukul 14.00 WIB. 

Baiklah! Di balik masker saya tersenyum meskipun mulut kering karena seharian belum minum. Setidaknya, ada kepastian bahwa uang saya akan segera cair.

Hari Senin, dengan tetap mengikuti protokol PSBB saya datang kembali ke Bank Mandiri Syariah. Meskipun harus antre panjang saya tidak merasakan gerah atau gundah karena yakin akan menerima honor. 

Setelah melewati prosedur cukup panjang, akhirnya honor yang dikirim klien via Western Union pun berhasil cair. Agar tak perlu memegang uang kertas yang berpotensi mengandung virus, saya minta dana tersebut ditransfer ke rekening. 

Siang itu saya keluar dari bank diiringi derai hujan, dan angkot pun lamban bergerak alias ngetem. Namun, tak ada lagi emosi! Saya bahkan tetap tersenyum dan bersenandung lirih menyanyikan lagu 'Hujan Berkat'. Pertolongan Tuhan memang tak pernah terlambat.

Depok, 13 Juni 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun