Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru yang Mendidik

26 November 2018   12:02 Diperbarui: 26 November 2018   12:32 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, kami semua dibuatnya terpana!

Tanpa disangka-sangka Bu Guru yang tetap tersenyum meskipun marah itu menuliskan soal-soal ulangan tepat di atas tulisan yang masih ada di papan tulis. Alamak! Dengan sigap kami  semua buru-buru menyiapkan alat tulis dan menyalin soal di buku ulangan.

Kami harus bisa melihat dan menulis cepat agar dapat mengikuti gerakan tangan Bu Guru saat beliau menulis soal di papan tulis.

 Hanya mereka yang dapat melihat jeli dan cermat serta menuliskannya dengan cepat saja yang dapat mengikuti gerakan tangan Bu Guru. Dapat dibayangkan, tidak semua soal yang ditulis di papan---tepat di atas tulisan lain---dapat kami cerna dengan baik.

Sambil menulis soal, terdengar suara berisik di setiap sudut kelas. Satu dan yang lain saling menyalahkan. Kenapa yang piket tidak mau menghapus papan tulis; kenapa ketua kelas tidak menegur yang piket; kenapa yang tidak piket tetapi sudah belajar dan sudah pintar tidak mau membantu menghapuskan papan tulis; dan seterusnya.

Kami juga berisik karena saling bertanya mengenai bunyi soal cerita yang ditulis. Jika teringat kisah ini pasti kami selalu tertawa. Di mana pun murid-murid akan mencontek jawaban temannya. Kala itu kami malahan sibuk saling mencontek soal!  

Mendengar suara berisik, sesekali Bu Guru menghentikan kegiatannya menulis soal dan menoleh ke belakang sembari menyuruh kami tenang.

Kelas sepi. Semua mengerjakan ulangan dengan tertunduk dan cemberut. Ketika waktu sudah hampir habis pun, masih ada satu dua anak yang bolak-balik melihat ke papan tulis berusaha mencerna soal yang sudah selesai ditulis.

Sampai di sini, akhir ceritanya tentu sudah dapat ditebak. Tak ada seorang anak pun yang mendapatkan nilai 10. Jangankan yang tidak belajar, bahkan yang belajar semalaman atau paling cerdas di kelas pun tidak. Bayangkan saja, dari sepuluh soal hanya beberapa teman yang berhasil menulis lebih dari 5 soal. Tidak sedikit yang hanya bisa menulis kurang dari 5 soal. Itu baru menulis soalnya lho, belum menjawabnya. Kemudian, belum tentu juga semua jawabannya benar.

Usai ulangan Bu Guru menasihati kami untuk menjadikan hari itu sebagai pelajaran berharga dan diingat seumur hidup. Pelajaran tentang tugas dan tanggung jawab yang bukan saja menyangkut kepentingan diri sendiri tetapi juga kepentingan orang banyak.

Hari ini hanya tentang ulangan Matematika, kelak ujian kehidupan dan tanggung jawab dalam masyarakat jauh lebih besar dan berat. Bagaimana kita dapat menjalankan tanggung jawab besar jika yang sepele saja tak dijalankan dengan baik. Demikian kira-kira pelajaran berharga tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun