“Seram sekali tadi. Begal itu tadinya sudah mau diseret ke arah rel. Massa sudah sepakat menaruh begal di atas. Tapi kemudian tidak jadi, jadi cuma diseret-seret saja sambil dipukuli,” ujar Tri Wali (19), pegawai Gerai Ponsel ‘Phone Center’ dengan bergidik.”
- - - - - - - - - - - - -
Pendahuluan.
Beberapa minggu ini wacana sosial ditengah-tengah masyarakat seolah terasa begitu ramai dan hingar-bingar, hal ini berkaitan dengan munculnya pemberitaan diberbagai media masa tentang fenomena sosial tindak kejahatan begal motor, yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Khususnya berita tentang para begal motor yang melakukan operasinya diwilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Posisi strategis Kota Jakarta dan wilayah-wilayah penyangga disekitarnya atau Jabodetabek, seperti kita ketahui merupakan Ibu kota negara, pusat kekuasaan, pusat penegakan hukum, dan pusat aktifitas ekonomi serta pemusatan akumulasi modal di Indonesia saat ini.
Bagaimana mungkin, Kota Jakarta sebagai representasi Negara, etalase depan dan pintu masuk utama Indonesia diantara negara-negara bangsa didunia, justru berlangsung peristiwa sosial yang begitu mengguncang, ditengah ketidak kehadiran Negara dalam bentuk jaminan keamanan dan ketertiban dalam dirinya. Peristiwa "teror" ini justru berlangsung ditengah-tengah jantung kekuasaan. Peristiwa sosial ini tentulah bagi banyak orang merupakan sebuah fenomena yang sangat riskan, mengkhawatirkan dan tentu saja terasa begitu aneh atau ganjil, dalam pendekatan cara pandang sosial yang lebih kritis.
- - - -
Sedikit Tinjauan Historis Peristiwa "Teror" Sosial dan Kriminalitas diIndonesia.
Peristiwa Fenomena begal motor di Jakarta ini tentulah sedikit banyak mengingatkan kita dan banyak orang kemasa lalu, bagaimana memori kolektif rakyat Indonesia mencatat saat-saat menghadapi masa transisi kekuasaan dari masa pemerintahan Orde baru ke masa jaman Reformasi, dimana peristiwa sosial yang terjadi di Indonesia tahun 1998 - 1999 sedikit banyak ada kemiripan. Atau bagaimana gambaran narasi kekejaman peristiwa Kriminalitas Penembakan misterius (Petrus), saat mayat-mayat bertato (preman) ditembak dan dibunuh dimana-mana, oleh aparat keamanan bertopeng tahun 1984[1]. Masih tersimpan dalam memori kolektif sejarah sosial bangsa Indonesia dimasa lalu, yang tak kalah mengerikan dan merupakan tragedi kemanusiaan paling kolosal dalam sejarah Indonesia kontemporer, adalah peristiwa pembunuhan masal tahun 1965 dan sesudahnya[2].
Tiga peristiwa besar berupa "teror" sosial dimasa lalu tersebut hanyalah sedikit contoh, dari sedemikian banyaknya peristiwa sosial serupa yang pernah terjadi di Indonesia, tentu saja dengan sekala lokalitas yang lebih luas dan masif, berlangsung dan tersebar diberbagai daerah di Indonesia, dengan beragam pola-pola yang hampir mirip, yang pada akhirnya menimbulkan efek "teror" Sosial secara meluas, bahkan sejak zaman Kolonial Belanda, sejak masa kemerdekaan, hingga dijaman Indonesia moderen hari ini.
Sebagai ilustrasi yang relatif masih hangat dalam memori kolektif bangsa Indonesia, yaitu peristiwa amuk masa pada bulan Mei 1998. Bagaimana peristiwa kemarahan dan frustasi sosial yang dialamai rakyat Indonesia, selama 32 tahun dibawah kekuasaan Orde baru. Kemarahan dan frustasi sosial pada saat itu, diterjemahkan dalam berbagai tindakan seperti penjarahan fasilitas-fasilitas publik dan atau properti milik orang lain. Dalam kondisi yang begitu mencekam pada masa itu, beberapa orang yang diteriaki maling ditengah jalan bisa dipukuli beramai-ramai oleh kerumunan orang banyak, bahkan bisa dibakar hidup-hidup hinggga tewas.