Mohon tunggu...
Lucas Dwi Hartanto
Lucas Dwi Hartanto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mahasisa Program Magister Sosiologi, Universitas Muhamadiyah malang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Perjuangan Mei 1998, Sebuah Catatan Kritis

16 Mei 2014   01:13 Diperbarui: 8 Mei 2018   12:02 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: KOMPAS/Satrio Nusantoro)

"Aku tundukan kepala yang sedalam-dalamnya untuk Para Martir, Kawan-kawan baik yg dikenal maupun yang sama sekali tidak dikenal oleh publik, yang dengan gagah berani tanpa pamrih telah dan pernah menyumbangkan miliknya untuk Orang banyak..."

"- Wiji Thukul – Herman Hendrawan  - Bimo Petrus - Suyat - Moses Gatot Kaca - Yun Hap - Iqbal - Temu, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Munir dan ribuan nama-nama Angkatan muda lainya yg gugur dalam perjuangan...."

- - - - -

Kalau kita melihat apa yang terjadi di Indonesia, khususnya di kota Jakarta pada bulan Mei 1998, tentunya konteks peristiwa ini tidak bisa kita lepaskan begitu saja (seolah-olah berdiri sendiri) dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, yang menjadi seting dan latar Pra-kondisi yang mendahului-nya. 

Penting bagi kita untuk melihat bagaimana dinamika gerakan Rakyat dan Mahasiswa antara tahun 1996 dan tahun 1997, yang begitu dinamis dan bergolak karakter penentangan-nya terhadap Rezim Soeharto kala itu, bagaimana dituasi dan konteks dari narasi-narasi alur sejarah itu berlangsung. 

Tentunya hal seperti ini masih sangat jarang dilihat oleh banyak kalangan pembaca di Indonesia, utamanya generasi muda yang mungkin tidak mengalami dan bersentuhan secara langsung, bagaimana potret-potre Pra kondisi gerakan Rakyat dan Mahasiswa sebelum Mei 98.

Seperti kita ketahui bahwa dua tahun sebelum meletusnya peristiwa Mei 1998 tepatnya pada tanggal 27 Juli 1996, di Jakarta terjadi sebuah peristiwa besar yaitu terjadi perebutan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Cikini. 

Peristiwa ini bermula saat Rezim Soeharto yang otoriter ingin mengontrol kekuasaanya secara penuh terhadap seluruh saluran dan aspirasi Politik rakyat, dalam hal ini yaitu Partai Politik yang ada saat itu, Ormas-ormas (Organisasi masa) dalam hal ini termasuk juga oragnisasi Mahasiswa, Buruh, Petani dan lain-lain, harus tunduk dan patuh dibawah kendali kekuasaan Orba yang Represif dan Militeristik.

Konflik di Tubuh PDI pada saat itu, yaitu antara kubu PDI Suryadi (Boneka Orde baru) yang didukung penuh oleh Militer dan Rezim Orba, melawan Kubu PDI Megawati yang kala itu didukung oleh massa Rakyat perkotaan, Gerakan Mahasiswa, gerakan Buruh dan gerakan Pro-Demokrasi lainnya yang anti dengan kekuasaan Soeharto.

Klimaks dari peristiwa 27 Juli itu adalah pada saat terjadi pengambil alihan secara paksa Kantor DPP PDI dari para pendukung Megawati, Massa Rakyat perkotaan, gerakan Mahasiswa dan para aktifist Pro Demokrasi yang melakukan mimbar bebas dan menduduki Kantor tersebut disatu sisi, melawan para Preman bayaran Pro Suyadi yang di beking oleh Aparat Militer dan Polisi. 

Terjadilah bentrokan dijalan Diponegoro, salemba, Cikini dan sekitarnya, antara Puluhan Ribu Mahasiswa dan Rakyat Jakarta melawan Tentara Orba, yang berlangsung selama hampir dua hari. Suharto dan para Jenderal Orba saat itu sangat marah, dengan mulai bangkitnya perlawanan rakyat yang mulai menentang kekuasaan Orba selama puluhan tahun ini.

Setelah peristiwa berdarah 27 Juli 1996 (penyerbuan Kantor PDI) yg merupakan tonggak awal perlawanan Rakyat dan Mahasiswa, terhadap Rezim Soeharto berikut pilar-pilar yang menyangga kekuasaannya. Situasi Pasca 27 Juli gerakan rakyat mengalami masa-masa mencekam, dimana terjadi "Crack down" (pemukulan keras) terhadap PRD (Partai Rakyat Demokratik), dan Ormas-rmas sektoralnya seperti SMID (Mahasiswa), STN (Tani), PPBI (Buruh), Jaker (Seniman), SRI (Miskin Kota), juga oragnisasi-organisasi Pro-demokrasi lainya seperti Pijar, KIPP, Aldera, YLBHI, basis2 PDI Mega dll.  

Represi keras Orba saat itu, berupa serangkaian penangkapan aktifist Pro Demokrasi, pemenjaraan, penculikan, disertai dengan digrebeknya sekertariat-sekertariat gerakan, penggerebekan kampus-kampus, pabrik-pabrik oleh Intelijen dan Tentara, juga penggerebekan banyak rumah-rumah dan kantor-kantor yang dicurigai sebagai tempat berkumpulnya kaum Pergerakan kala itu.

Memasuki era tahun 1997, gerakan Rakyat dan Mahasiswa mulai menggeliat kembali secara perlahan-lahan, berbagai bentuk aktifitas Konsolidasi, diskusi-diskusi dan rapat-rapat tertutup mulai dilakukan oleh para aktifis pergerakan yang tersisa dan berserakan, dalam situasi ketakutan, ancaman dan kocar-kacir pasca pemukulan secara fisik dibeberapa Kota tentunya, termasuk di Jakarta. 

Sepanjang tahun 1997 bentuk-bentuk perjuangan tertutup (Bawah tanah) mulai dilancarkan, seperti "Grafity Action" di dinding-dinding strategis Kota, Pembangunan kembali Komite-komite Aksi, distribusi selebaran ke Kampus-kampus, juga ke kantong2 pemukiman massa perkotaan, kawasan-kawasan industri, perkampungan Buruh, Bis-bis, halte, telphone umum, dan fasilitas Publik lainnya, dengan tujuan agar memungkinkan Selebaran-selebaran dan terbitan yg diproduksi oleh gerakan bawah tanah mampu dibaca dan menjangkau massa luas. 

Selebaran-selabaran ini umumnya berisikan berbagai isyu-isyu yang saat itu menjadi keresahan & pembicaraan orang banyak, seperti naikan upah buruh, tanah untuk Petani penggarap, turunkan harga, kebebasan berorganisasi, Otonomi Kampus, juga isyu Politik seputar Cabut 5 UU Politik, Dwi Fungsi ABRI (Militerisme) dan seruan Gulingkan Soeharto.

Sepanjang bulan Mei 1997, Orde Baru menyelenggarakan Pemilu untuk melegitimasi kembali kekuasaannya, sementara Gerakan Rakyat dan Mahasiswa yang bekerja dalam syarat-syarat yang begitu represif mulai bergerak dan merespon dengan lantang Pemilu 1997 dengan selogan : "Boikot Pemilu Orba dan Gulingkan Soeharto...!!".

Mega Bintang Rakyat (MBR) sebagai alat ropaganda dan agitasi gerakan bawah tanah kala itu, mengeluarkan selebaran berkali-kali pada masa-masa Kampanye Pemilu 1997 ini, berbagai isyu dari tema-tema diatas menjadi tema utama dalam setiap isi penjelasan dan seruan selebaran-selebarannya. Ribuan, bahkan Ratusan Ribu selebaran MBR diproduksi dan didistribusikan secara masif dalam barisan konvoi-konvoi kampanye massa PPP, PDI, Massa rakyat perkotaan dan Mahasiswa yang tumpah ke jalan-jalan di Jakarta sepanjang masa kampanye tersebut. Seruan dan sentimen anti Soeharto dan Orde baru disambut rakyat Jakarta dijalan-jalan dengan begitu antusias, perelawanan Rakyat berupa Pertempuran-pertemupran jalanan antara massa rakyat dan Tentara yg dibantu Polisi terjadi hampir disemua sudut-sudut Kota Jakarta, dimana titik-titik massa tumpah kejalan.

Situasi umum saat itu hampir seluruh jalanan, hingga gank-gank di sudut-sudut Kota Jakarta dan perkampungan dilanda pertempuran jalanan, bahkan meluas sampai ke wilayah Botabek (kota-kota satelit dipinggir Jakarta). Peristiwa MBR 1997, dikemudian hari merupakan ajang latihan bagi Mahasiswa dan Rakyat Jakarta, dalam menghadapi pertempuran-pertempuran jalanan berikutnya yang lebih besar dan menentukan dalam rangka membuka ruang Demokrasi dan kebebasan Politik, juga menentukan bagi perjalanan Sejarah Indonesia Kontemporer selanjutnya.

Memasuki awal tahun 1998, situasi Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial yang melanda Rezim Orba yg makin uzur ini berlangsung lebih mendalam, antrian orang untuk mendapatkan Sembako semacam beras, minyak, bensin dan kebutuhan pokok sehari-hari, terjadi dimana-dimana. Kalangan Kelas menengah Jakarta yang awalnya relatif bersikap netral (tenang-tenang saja), mulai resah dan ikut berteriak-teriak menghadapi realitas ini, Sistem Kapitalisme-Militeristik yg dibangun Rezim Orba selama 32 tahun, tiba-tiba mengalami stagnasi, krisis dan kebangkrutan secara luas.

Sementara kalangan Mahasiswa dari berbagai Kampus yang memang sudah mulai menkonsolidasikan diri secara perlahan-lahan, terkonsolidasi dengan para aktifist gerakan bawah tanah yang tidak banyak jumlahnya itu mulai menggeliat. Lahirnya Komite-komite Aksi, kegiatan Aksi Demonstrasi dan Mimbar Bebas dikampus-kampus mulai berlangsung dengan berbagaiasan macam isyu utama "Turunkan Harga kebutuhan Pokok", "Otonomi kampus dan kebebasan Akademik". 

Di Kota Jakarta, saat menyadari perubahan-perubahan situasi ini, beberapa aktifis Mahasiswa yang awalnya tak sampai puluhan jumlahnya ini mulai mengumpukan kontak-kontak dan jaringan dari berbagai kampus-kekampus yang mampu dijangkau secara intensif, tentunya, masih dalam suasana kerja-kerja semi terbuka (semi legal), untuk menghindari jangkauan aparat Militer pada waktu itu.

Pertemuan pertama Gerakan Mahasiswa (yang nantinya akan menjadi Organisasi Perlawanan Mahasiswa terbesar di Jakarta, Forkot), pertemuan pertama dilangsungkan disebuah Kost-kostan dibilangan Lenteng Agung (saya lupa tanggal dan Bulannya), awalnya hanya dihadiri oleh delegasi 6 kampus, yang hadir pada saat itu yaitu : IISIP, UID, Univ Juanda (bogor), IPB, UI dan Tri Sakti. 

Pertemuan antar kampus ini kemudian dilanjutkan di Kampus Tri Sakti dan delegasi-delegasi Kampus yang datang mengirimkan delegasinya makin bertambah saat itu. kemudian pertemuan dibuat keliling dikampus-kampus secara bergantian, setiap pertemuan terjadi penambahan kampus-kampus baru, Hingga forum menyetujui nama Forum antar berbagai Kampus ini adalah Forum Kota (Forkot).

Hampir semua kampus di Jakarta berhasil di Jangkau oleh organisasi baru ini. Selain Forkot, saat itu juga terdapat organisasi Mahasiswa yg relatif mapan, yang di sebut FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), para aktifis mahasiswa yang bekerja secara tertutup ini, kemudian juga tak luput untuk masuk kedalam pertemuan-perteman FKSMJ untuk meradikalisir tuntutan Anti Orde baru dikalangan pimpinan-pimpinan Senat Mahasiswa yang terlibat disana, sehingga merekapun sepakat dengan tuntutan anti Orde baru, dan mau terlibat bergerak untuk bersama-sama turun kejalan.

Rapat-rapat dan konsolidasi Mahasiswa antar kampus yang berlangsung terus bergulir dan berjalan ini, juga mimbar-mimbar bebas yang diselenggarakan diberbagai kampus-kampus, Aksi-aksi Turun kejalan oleh gabungan mahasiswa dan elemen Rakyat dari berbagai Kampus di Jakarta, makin membuat situasi gerakan semakin membesar atmosfirnya. 

Produksi dan Distribusi terbitan dan selebaran-selebaran dari dalam kampus-kampus ke massa rakyat, kegiatan Orasi dan mimbar bebas yang mulai bergerak pindah kedepan jalan-jalan raya disekitar kampus, dibarengi dengan tindakan represif dan pemukulan aparat dalam setiap aksi blokade jalan, semakin mematangkan situasi perlawanan dan sentimen anti Rezim Orba kala itu.

Pada bulan April - Mei 1998, pertemuan Kampus-kampus di Jakarta yang secara rutin (mingguan) terus bergulir, melihat situasi dilapangan yang kian represif, pada akhirnya delegasi perwakilan dari puluhan kampus-kampus di Jakarta ini memutuskan untuk melakukan taktik aksiaksi gabungan antar kampus di setiap teritorial kampus masing-masing di Jakarta. 

Seting aksi bersama dan gabungan antar kampus ini untuk menyatukan kekuatan sekaligus memberi tekanan terhadap aparat militer yang makin represif membubarkan setiap mimbar bebas dan aksi yang dilakukan dikampus-kampus. Secara umum rincian Strategi-taktik setingan aksi di 5 Kota di Jakarta, Bogor, tangerang dan Bekasi kala itu antara lain :

1. Koordinasi Jakarta Selatan, Aksi dimulai dari Jl.Margonda depan Kampus Gunadarma, reli ke depan Kampus UI, kemudian rely menuju Lenteng Agung, depan Kampus Pancasila, kampus APP dan ISTN mobilisasi bergabung, kemudian Relly didepan Kampus IISIP, bergerak lagi Relly sampai Pasar Mingggu, Kampus Unas dan STIE Jagakarsa bergabung, kemudian Relly ke Pancoran di Jl.Gatot Subroto. 

Pada realitasnya dilapangan aksi ini terus-menerus mengalami pukulan2 keras, penembakan Gas air mata, pentungan dll dari aparat disepanjang perjalanannya. terjadi bentrokan di Kampus UI dan Gunadarma, terjadi bentrokan keras di depan Kampus IISIP, juga bentrokan besar Mahasiswa Unas di sekitar Pasar Minggu.

2. Koordinasi Jakarta Timur, dari berbagai Kampus seperti Univ Borobudur dan Asyafi'iah di Kali malang, Stie Rawa Mangun, UID, IKIP (sekarang UNJ), Univ Jaya Baya dan lain-lain bergerak menuju perempatan UKI Cawang sebagai titik kumpulnya, untuk bergabung dengan Kampus UKI. 

Realitas dilapangan, dalam koordinasi Jakarta Timur-pun bentrokan2 antara Mahasiswa VS Tentara terjadi mulai dari Rawa Mangun, Kali Malang, JL. Tol Bypas, hingga perempatan Uki Cawang.

3. Koordinasi Jakarta Utara, dimotori oleh kampus2 seperti Untag, Univ Swadarma dll, yang aksinya dipusatkan di Untag.

4. Koordinasi Jakarta Pusat, titik aksi dipusatkan di Salemba, depan Kampus UI Fak. Kedokteran. berbagai kampus2 di Jakarta Pusat seperti YAI, UKI, ABA/ABI, STTJ, STF dll, melakukan aksi Relly dari kampusnya masing2 menuju ke titik kumpul perempatan Salemba, bentrokan di Jantung Jakarta, yaitu diperempatan Salemba antara Mahasiswa dan Rakyat VS Tentara tak terhindarkan berlangsung.

5. Koordinasi Jakarta Barat, semua kampus2 di Jakarta Barat, seperti Univ Krisna Dwi Payana, Tri sakti, Univ Atmajaya, Univ. Indonesia Esa Unggul dll, berkumpul atau terpusat aksinya di Perempatan Grogol, depan Kampus Tri Sakti. Aksi didepan Kampus Tri Sakti dlm Koordinasi Jakarta Barat juga terjadi bentrokan keras. dimana aparat keamanan dengan brutal melakukan penembakan dengan peluru tajam, hingga meninggalnya 4 orang Mahasiswa Tri sakti.Aksi dalam koordinasi Jakarta Barat inilah yang kemudian dikenal oleh Publik sebagai "Tragedi Tri Sakti Berdarah" pada tanggal 12 Mei 1998 yang diperingati setiap tahunnya.

6. Koordinasi Bogor, dipusatkan di depan kampus Univ Juanda, berbagai kampus yang ada di bogor seperti IPB, Tri Darma, Univ Pakuan dan lain-lain, bersama Supir2 angkot jalur Bogor-Puncak melakukan aksi bersama, sekaligus pemogokan Angkot. 

Aksi cukup besar dan disikapi aparat sangat represif, hingga Kapolres Bogor yg menderita penyakit Jantung saat itu meninggal karena terkena serangan Jantung dilapangan. aksi ini terjadi satu hari sebelum peristiwa Trisakti, tepatnya tanggal 11 Mei 1998, ada dugaan aksi represif aparat kemanan di depan kampus Tri Sakti yang terjadi secara brutal menembaki mahasiswa dg peluru tajam, salah satunya juga dipicu oleh peristiwa ini.

7. Koordinasi Bekasi, aksi gabungan dipusatkan di Kampus Unisma bekasi. (data saya minim utk kota bekasi dan kota Tangerang).

Kemudian sekenario dari aksi2 Lokal (aksi2 gabungan disetiap Kota) tersebut, rencananya kemudian akan didorong untuk menjadi aksi gabungan seluruh titik Kordinasi Mahasiswa di Jabotabek, untuk menuju satu titik bersama, yaitu pendudukan Gedung DPR/MPR RI di Jalan Gatot Subroto.

Peristiwa bentrokan di depan kampus Tri Sakti, dan kabar kematian beberapa Mahasiswa, memicu kemarahan hampir seluruh Mahasiswa di Jabotabek, pada hari berikutnya.Mahasiswa dan Rakyat yang begitu marah melihat berita2 media pada malam hari, pada pagi harinya kembali bergerak dari setiap titik2 kampus, hingga berhasil melakukan pendudukan gedung DPR/MPR RI beberapa hari beriutnya.

Disisi lain Aparat Keamanan yang sebelumnya begitu brutal dan agresif dalam menghalau setiap aksi2, Konvoi2 dan relly mahasiswa, kala itu relatif "agak" defensif. Sehingga peristiwa Pendudukan Parlemen oleh gerakan Mahasiswa selama beberapa hari ini, kemudian menjadi Tonggak sejarah Jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan.

Jenderal Soeharto hari ini memang sudah meninggal dan tidak berkuasa secara fisik, akan tetapi seluruh warisan dan tatanan kekuasaanya masih hidup, tumbuh subur dan bisa kita lihat dimana2 hari ini. Angkatan Muda Mei 1998 dengan gagah berani telah berhasil menumbangkan kekuasaan Soeharto secara fisik, mengusir perlahan2 Militerisme ke barak2, memberi ruang bagi Kebebasan Berorganisasi dan berekspresi bagi semua orang.

Walaupun masih banyak lagi cita2 gerakan Mei 1998 yang belum bisa dicapai, utamannya dalam rangka cita2 menuju tatatanan Kesejahteraan dan Kemakmuran untuk Rakyat Banyak secara nyata.

Tugas sejarah Angkatan Muda berikutnya lah yang memiliki kewajiban untuk menuntaskan seluruh kekurangan2, kelemahan2 dan tentunya ke-alphaan dari generasi sebelumnya. 

Belajar dari kesalahan2 generasi sebelumya, memeriksa kekuatan dan kelemahan, membaca alur dan dinamika masyarakat Indonesia secara kritis, adalah salah satu jalan bagi kita semua untuk membangun Tatanan Indonesia moderen yang lebih baik dimasa depan. Sekian.

- - - - - - - --

Mrican, Jogjakarta, 15 Mei 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun