Ketika ditanya hadiah apa yang diinginkan para ibu rumah tangga saat ini?
Saya pasti akan menjawab minyak goreng. Bukan tanpa sebab saya menjawab demikian, jika pembaca adalah para ibu rumah tangga atau setidaknya yang sedang mengurus rumah tangga tentu akan paham dengan apa yang saya maksud. Bagaimana tidak, keberadaan bahan pokok ini sangat langka bak permata dan jikapun ada harganya sangat tinggi.
        Kenaikan harga minyak goreng sebenarnya sudah mulai terasa di akhir tahun 2021 kemarin. Minyak goreng yang merupakan salah satu bahan pokok kebutuhan rumah tangga perlahan tapi pasti mulai menapak tangga terjal kenaikan harga jual. Hampir seminggu sekali kenaikan harga terjadi. Tidak hanya itu keberadaannya pun kemudian menjadi sulit untuk didapatkan. Jikapun ada harganya sungguh membuat kontong tiba-tiba bolong.
        Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan harga minyak dipicu oleh tekanan inflasi global yang mengakibatkan kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO). Kenaikan harga CPO mau tidak mau turut mempengaruhi harga minyak goreng di pasaran termasuk di Indonesia. Dulu harga minyak per pouch 2 liter berada di kisaran Rp. 26.000,- namun sekarang ini harganya telah mencapai Rp. 44.000,-. Sungguh sebuah kenaikan yang sangat signifikan.
        Melihat kondisi harga minyak yang kian tak terkendali, pemerintah tidak tinggal diam. Seolah mendengar keluhan dan jeritan masyarakat terutama para ibu rumah tangga dan masyarakat yang mempunyai usaha warung makan dan kuliner. Terhitung mulai tanggal 19 Januari 2022 pukul 00.00, pemerintah melalui menteri perdagangan Muhammad Lutfi mulai memberlakukan minyak goreng satu harga yakni Rp. 14.000 per liter. Pemerintah bekerjasama dengan APRINDO,  Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS), Dinas dan kementrian serta lembaga terkait berusaha untuk menjaga pasokan serta kestabilan harga minyak goreng di pasaran.
        Dibalik berita sedih tentang kelangkaan dan melonjaknya harga minyak, ada juga cerita yang lucu dan menggelitik selama proses pendistribusian minyak goreng satu harga di pasaran. Pembelian minyak subsidi memang dibatasi dengan tujuan agar semua masyarakat mendapat bagian minyak goreng dengan harga subsidi. Masyarakat sangat antusias dengan kebijakan minyak goreng satu harga. Mereka rela mengantri dan menempuh jarak puluihan kilometer demi mendapat jatah 1 pouch minyak goreng kemasan 2 liter. Di sebuah supermarket memberlakukan pencelupan tinta pada jari layaknya dalam pemilihan umum untuk mencegah konsumen membeli minyak berulang kali. Di beberapa kota juga viral, masyarakat menggunakan sendal sebagai urutan antrian pembelian minyak.
        Ada pula cerita tentang satu keluarga yang rela tidak saling mengenal ketika mengikuti antrian. Mereka berpura-pura tidak saling mengenal agar msing-masing orang mendapat jatah antrian dalam rangka menjaga agar pasokan minyak goreng di keluarga mereka bisa aman. Ada juga yang rela berangkat pukul 04.00 pagi untuk mengantre minyak goreng.
Distributor minyak goreng pun tak kalah lucu, mereka membuat tulisan bahwa stok minyak kosong dengan berbagai kata-kata kocak yang membuat kita tersenyum bahkan terbahak-bahak membacanya, diantaranya adalah "Maaf minyak goreng habis, yang ada hanya aku yang tak pernah kau anggap", ada pula yang menulis "Maaf minyak habis, yang ada melihatmu bahagia bersama orang lain".
Makan makanan yang digoreng seperti ayam goreng, pisang goreng, ote-ote (di sebagian tempat ada yang menyebutnya bakwan) adalah salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia. Kuliner gorengan yang dijajakan di pinggir jalan saja mempunyai omzet yang luar biasa besar karena animo masyarakat terhadap makanan yang digoreng sangatlah besar.
Tips-tips memasak tanpa minyak goreng pun banyak beredar di berbagai platform daring. Misalkan saja menggunakan daun pisang sebagai ganti minyak goreng. Tutorial membuat minyak goreng handmade juga banyak bersliweran di For Your Page (FYP) di berbagai platform menonton video pendek semacam tik tok dan snack video juga banyak bersliweran.
Jika saja masyarakat dapat mengurangi konsumsi minyak goreng yang notabene lebih bagus untuk kesehatan tubuh mereka apalagi untuk kesehatan kantong di masa kelangkaan minyak goreng ini. Namun lidah masyarakat Indonesia yang terlanjur terbiasa dengan makanan dan jajanan yang serba digoreng tentu tidak akan mudah untuk merubahnya dengan serta merta.
        Namun sungguh  disayangkan, ketika pemerintah berusaha menjaga pasokan dan kestabilan harga serta perjuangan masyarakat yang rela mengantri sedemikian rupa ternyata ada oknum yang menimbun minyak goreng. Entah apa yang diinginkan dengan menimbun begitu banyak minyak goreng. Polisi menemukan 1.138.361 kg minyak goreng yang disembunyikan di sebuah gudang di Sumatra Utara dan beberapa di tempat pergudangan lain.
Selain penimbunan oleh orang-orang yang tidak bertangggung jawab, disinyalir juga ada kebocoran distribusi minyak goreng dalam negeri yang diselundupkan ke luar negeri. Meskipun harga minyak goreng di negara kita sudah mahal ternyata jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga harga minyak goreng kita masih lebih murah. Maka dari itu ada yang menyelundupkannya ke luar negeri agar mendapat lebih banyak lagi keuntungan.
Entah sampai kapan keadaan ini berlangsung, hingga pertengahan Maret ini keadaan pasar belum banyak berubah. Minyak goreng masih menjadi barang langka dan menjadi buruan para ibu. Apalagi menjelang puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, kebutuhan akan sembako dan minyak goreng meningkat. Sekali pasokan minyak goreng datang, sesaat itu juga akan langsung habis terjual. Mungkin masyarakat takut jika pasokan akan berkurang atau langka kembali, tetapi mungkin ada baiknya jika kita membeli seperlunya saja. Tidak harus menimbun sampai berliter-liter di rumah toh kalau kebutuhan rumah tangga dengan 4 orang anggota keluarga minyak goreng 4 liter dalam satu bulan sudah termasuk banyak.
Mari kita belajar bijak untuk membeli minyak goreng agar pasokan juga stabil. Tidak perlu setiap hari berkeliling ke toko dan minimarket untuk membeli dan menimbun minyak. Jika kita tetap melakukan panic buying, bisa jadi malah akan ada oknum yang sengaja menimbun dan "menghilangkan" minyak goreng di pasaran agar terjadi kelangkaan kembali dengan tujuan agar harga barang naik lagi dan dia memperoleh keuntungan. Bukankah juga sudah menjadi hukum ekonomi apabila permintaan naik, pasokan sedikit maka harga akan ikut naik. Namun jika pasokan melimpah, permintaan biasa saja maka harga akan turun.
Mari kita belajar menerapkan ilmu ekonomi diatas. Mari kita membeli seperlunya saja agar harga tetap stabil dan masyarakat dapat menikmati minyak goreng satu harga tanpa harus mengantri panjang apalagi sampai menempuh puluhan kilometer. Dan mungkin ada baiknya juga kita juga merubah pola makan menjadi lebih sehat dengan mengurangi konsumsi minyak goreng agar tubuh kita sehat dan kantong pun tetap bugar.
       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H