Mohon tunggu...
Dwi Indah Fatmawati
Dwi Indah Fatmawati Mohon Tunggu... Guru - just me

Just an ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Toxic Relationship Tidak Hanya Terjadi dengan Pasangan

25 Maret 2022   04:10 Diperbarui: 25 Maret 2022   04:14 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore kemarin Opini Komunitas Kompasiana bekerja sama dengan Ladiesiana dan teman bincang telah menyelengarakan sebuah acara diskusi yang bertajuk "Pasangan Kamu, Toxic Gak?". 

Acara yang dipandu oleh Audrey Chandra dari Kompas TV dan menghadirkan nara sumber Gita Yolanda seorang psikolog klinis dan founder dari @temanbincang.id serta Maria G. Soemitro dari Ladiesiana membahas tentang pasangan dan hubungan toxic.

Toxic Relationship jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia adalah hubungan beracun. Hubungan beracun atau lebih lanjut akan disebutkan sebagai toxic relationship adalah sebuah keadaan dimana dalam sebuah hubungan ada orang yang diperlakukan tidak adil, dibully, dihina, dimarahi atau bahkan diisolasi yang terkadang penyebabnya tidak jelas. 

Para korban dari toxic relationship ini biasanya merasa rendah diri, tidak berdaya dan tidak berharga di depan pelaku dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini jika terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi kondisi mental dan kejiwaan seseorang.

Pelaku toxic relationship bisa siapa saja. Pasangan dalam rumah tangga, rekan kerja, atasan, atau tetangga adalah orang-orang yang berpotensi menjadi pelaku toxic relationship. 

Pelaku toxic relationship terkadang tidak menyadari bahwa perkataan, perbuatan, dan perlakuan yang mereka berikan kepada orang lain mempunyai dampak yang masif terhadap orang lain. Misalnya saja seorang suami yang selalu melarang istrinya tidak boleh ini tidak boleh itu dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Bahkan terkadang menggunakan agama untuk mengekang kreatifitas dan keinginan dari seorang istri.

Toxic relationship, jika terjadi dalam sebuah rumah tangga akan berpotensi menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pembaca juga harus memahami bahwa pelaku KDRT tidak selalu laki-laki. 

Terkadang istri yang dominan juga bisa jadi pelaku KDRT secara tidak sadar. KDRT yang dimaksud pun bukan melulu KDRT secara fisik seperti menampar, memukul, ucapan yang keras dan menghinakan pun dalam UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat disebut sebagai KDRT verbal.

Hubungan toxic tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga, di tempat kerja, di lingkungan sekitar bahkan di dalam komunitas masyarakat pun hal ini dapat terjadi. 

Sebuah cerita yang pernah dialami kawan saya adalah dia menajdi anggota sebuah organisasi kemasyarakatan yang tugas dan tujuan dari ormas tersebut adalah memberdayakan kesejahteraan keluarga. Teman saya ini suaminya berselingkuh dan selingkuhannya adalah anggota juga dari ormas tersebut. 

Sebagia wanita tentu tidak nyaman jika harus bersama-sama berkegiatan dengan selingkuhan suaminya, namun beliau berusaha bertahan. Beliau tetap berusaha mengikuti kegitan ormas tersebut meskipun si wanita selingkuhan selalu memojokkan dan membuat anggota lain membenci teman saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun