Mohon tunggu...
Dwi AriSeptyowati
Dwi AriSeptyowati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Di manapun kita bisa belajar. Di manapun kita bisa menjadi guru sekaligus murid.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Macapat Wadah Curhat

7 Desember 2022   17:27 Diperbarui: 7 Desember 2022   17:39 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Macapat Wadah Curhat

Oleh: Dwi Ari Septyowati, S.S.

Karya sastra merupakan representasi ide dan gagasan dari pengarang yang syarat akan nilai-nilai atau pesan tentang kehidupan. Karya sastra tidak hanya merujuk pada satu bidang kehidupan saja, tetapi juga mampu masuk ke berbagai bidang dalam kehidupan manusia seperti psikologi, kebudayaan, ekonomi, sosial, politik dan pendidikan (Puji Anto, Tri Anita: 2019).

Salah satu karya sastra tulis yang hidup berkembang sampai sekarang adalah tembang macapat. Menurut Agus Effendi: 2013, Tembang macapat adalah bagian dari empat jenis tembang yaitu, tembang gedhe, tembang tengahan, tembang  cilik dan tembang dolanan. 

Tembang macapat masih sering digunakan atau dipakai pada acara-acara tertentu seperi pertunjukkan wayang, pentas karawitan dan sebagainya dan bahkan masih digunakan sebagai salah satu materi pada mata pelajaran Bahasa Jawa pada tingkat sekolah dasar sampai menengah atas. Jadi tembang macapat masih hidup dan berkembang sampai sekarang.

Di dunia pendidikan, pada materi tembang macapat peserta didik diajak untuk menganalisis pedoman atau paugeran tembang macapat. Paugeran tembang macapat yaitu guru lagu, guru gatra dan guru wilangan. Paugeran sebagai aturan atau patokan, sehingga tembang macapat harus sesuai dengan paugeran tersebut. Sebagai contoh tembang macapat Asmaradana. Tembang Asmaradana memiliki paugeran sebagai berikut:

Guru gatra       : 7

Guru wilangan : 8, 8, 8, 8,7, 8, 8

Guru lag          : i, a, o/e, a, a, u, a

Pedoman atau paugeran tersebut juga digunakan ketika akan membuat tembang macapat Asmaradana. Melalui tembang macapat, pencipta tembang berkesempatan untuk mengungkapkan ide, perasaan, pesan dan sebagainya kepada pembaca dan pendengar. Sebagai contoh, berikut tembang macapat Asmaradana dengan sandhiasma "SURANTI" (Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sumberlawang dengan nama lengkap Dra. Suranti Tri Umiatsih M. Eng.). Sandhiasma merupakan nama samaran, dengan makna nama yang disamarkan didalam tembang macapat.

 

Asmaradana

Sulistya datan mboseni

Unggul jroning samubarang

Rahayu ing salawas

Andhap asor mring sasama

Nyata tanpa ala

Tingkah laku ingkang luhur

Iku pantes dntuladha

Artinya:

Berparas cantik dan tidak membosankan

Unggul dalam berbagai bidang

Selamat dan tentram selamanya

Rendah hati kepada siapa saja

Tanpa ada kekurangan

Tingkah laku yang utama

Hal tersebut pantas untuk dicontoh

Melalui tembang tersebut, pencipta mengungkapkan pandangannya terhadap Ibu Suranti sebagai Kepala Sekolah yang pandai, unggul dalam berbagai bidang dan rendah hati kepada siapa saja. Sebagai kepala sekolah yang pantas sebagai suri tauladan bagi bapak ibu guru dan peserta didik khususnya.

Tembang macapat juga dapat dijadikan sebagai tempat curhat. Seperti yang banyak kita lihat, banyak sekali lagu-lagu yang mengisahkan kehidupan seseorang mulai dari agama, kepahlawanan, pendidikan, bahkan asmara. Banyak sekali lagu-lagu dengan tema asmara.

 Demikian juga dengan tembang macapat. Tempat macapat dapat dijadikan sebagai wadah curahan hati kita. Ketika sedang senang, sedih, jatuh cinta, bahkan sakit hati dapat kita tuangkan dalam bentuk tembang atau lagu. Perhatikan contoh tembang berikut:

Pangkur

 

Dwi tunggal kang aranira

Ati loro mugya dadi sawiji

Rinten kalawan ing dalu

Sepi tansah dak rasa

Tyas punika amung kanggo seliramu

Wanodya sulistyng warna

Timbangana tresna mami

Artinya:

Dua satu itu istilahnya

Yang berarti dua hati menjadi satu

Di siang dan malam

Selalu merasa sepi

Hati ini hanya untuk dirimu

Wanita yang cantik parasnya

Imbangilah cinta ini

Tembang tersebut merupakan tembang Pangkur sandhiasma dengan nama (Dwi Ari Septyowati) yaitu guru Bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Sumberlawang. Tembang tersebut menggambarkan suasana hati yang sepi dan bingung karena sedang jatuh cinta pada seorang wanita yang cantik menawan.

Berdasar dua contoh tembang di atas, dapat disimpulkan bahwa tembang macapat merupakan karya sastra bernilai tinggi, selain untuk pentas seni dan kebudayaan sekaligus mampu menjadi tempat curhat apa yang kita rasakan dan pikirkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun