Mohon tunggu...
Dwi Prio Setyawan SP
Dwi Prio Setyawan SP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Agribisnis/ Direktorat Pascasarjana/ Universitas Muhammadiyah Malang

Ini bukan mimpi, ini kenyataan saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penanganan Pasca Panen Sayuran serta Strategi Sosialisasinya kepada Masyarakat di Tengah Pandemi

5 Januari 2023   11:07 Diperbarui: 5 Januari 2023   11:10 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Sayuran adalah sumber vitamin tinggi yang kaya manfaat. Permintaan sayuran cenderung meningkat, terlebih pada masa pandemi COVID-19 masyarakat selalu memperhatikan pola konsumsinya untuk menambah daya tahan tubuh agar terhindar dari virus corona. Masyarakat Indonesia mengonsumsi sayuran (97,29%) dengan rata-rata konsumsi perorang perminggu sebanyak 0,092 kg (BPS, 2017). Bagian tanaman yang dikonsumsi berupa daun atau buah. Sayuran daun berupa bayam, kangkung, sawi, pakchoy dan lainnya. Sayuran jenis buah seperti terung, cabai, wortel, paprika, dan lainnya. Berdasarkan warna buahnya, dikenal jenis terung hijau, terung putih dan terung ungu (Juhaeti dan Peni, 2016). Jenis sayur-sayuran baik sayur daun maupun buah tersebut mempunyai daya tahan yang berbeda-beda setelah panen (Yuarini et al., 2015). 

Sifat dari sayuran yakni mudah rusak, sehingga lebih diutamakan untuk tujuan konsumsi dalam kondisi segar. Kerusakan yang terjadi pada sayuran disebabkan karena bagian yang telah dipanen tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut. 

Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kualitas dan susut panen sayuran diantaranya adalah turunnya kadar air, kerusakan mekanis, penguapan, berkembangnya mikroba dan sensitivitas terhadap etilen (Herdiani, 2015). Kerusakan juga dapat terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat aktivitas berbagai jenis enzim yang menyebabkan penurunan nilai ekonomi dan gizi. Kerusakan hortikultura dapat lebih cepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mempertahankkan kualitas produk dengan melakukan penanganan pasca pananen pada sayuran.

Penanganan pasca panen sayuran memiliki tujuan untuk menjaga agar sayuran tetap baik mutunya dan segar, sayuran menjadi menarik, terjamin dan sayuran lebih awet. Penanganan pasca panen dimulai ketika sayuran dipanen sampai dengan siap dikonsumsi,

salah satu proses penting yaitu penyimpanan. Penyimpanan produk sayuran segar dimaksudkan untuk memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu dapat memperbaiki mutu (Abriana dan Laga, 2019). Penyimpanan dapat dilakukan pada suhu rendah untuk memperpanjang umur simpan. Kegiatan pasca panen dimaksudkan untuk mempertahankan mutu produk segar agar tetap prima, sehingga menekan kehilangan karena penyusutan dan kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian. Upaya penanganan pasca panen juga dapat dilakukan dengan pengemasan, sehingga akan memperlambat kebusukan pada sayur. Berdasarkan pembahasan diatas, maka perlu adanya penelitian untuk mempertahankan umur simpan sayuran pasca panen jenis sayuran daun (bayam) dan buah (terung) serta strategi sosialisasinya pada masyarakat di masa pandemic COVID-19, hal ini dikarenakan masih terbatasnya referensi terkait penerapan sosialisasi tersebut.

Sebutan holtikura diantaranya tanaman sayur-sayuran. Sayuran sangat dibutuhkan oleh manusia untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Dewasa ini holtikultura banyak diberi perhatian pemerintah untuk digalakkan dan dikembangkan secara luas. Produk sayuran tropis di negara ini sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dalam negeri dan peluang ekspor yang baik yang memungkinkan sebagai devisa negara non migas.

Produk holtikultura merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar produk holtikultura terutama sayuran dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik perlu penanganan pasca panen yang benar dan sesuai. Bila pasca panen dilakukan dengan baik, kerusakan-kerusakan yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari, sehingga kerugian di tingkat konsumen dapat ditekan (Sukardi, 1992).

Berbagai cara penanganan pasca panen buah dan sayuran adalah pendinginan awal (recooling), sortasi, pencucian/pembersihan, degreening (penghilangan warna hijau) dan colour adding (perbaikan warna), pelapisan lilin, fumigasi, pengemasan/pengepakan dan penyimpanan. Perlakuan-perlakuan tersebut tidak harus dilakukan semuanya terhadap suatu

jenis bahan seperti misalnya tidak perlu dilakukan penghilangan warna hijau.

Pembahasan

 

1. Umur Simpan 

               Berdasarkan gambar 1. Menunjukkan bahwa bayam pada perlakuan tanpa kemasan di suhu ruang tanpa dan dengan kemasan berturut-turut memiliki umur simpan paling lama 6 dan 7 hari. Berdasarkan hasil pengamatan bayam yang tidak layak konsumsi bertekstur lunak sekali dan berwarna coklat dengan sedikit aroma menyengat yang menandakan terjadi pembusukan. Pembeda dari hasil akhir penanganan pascapanen dengan dan tanpa kemasan plastik pada bayam yaitu pada kemasan di suhu ruang memiliki lebih banyak lendir, lunak sekali, dan berair, sedangkan bayam tanpa kemasan di suhu ruang memiliki tekstur lunak dan berlendir. Bayam dengan perlakuan dengan kemasan di suhu rendah menjadi perlakuan terbaik karena selama umur simpan 11 hari bayam belum rusak sepenuhnya. Perlakuan bayam tanpa kemasan di suhu rendah memilik umur simpan 7 hari dengan hasil akhir bertekstur agak lunak, berwarna kuning kecoklatan dan cenderung kering namun tidak berbau. Akan tetapi berbeda pada bayam yang dibungkus plastik dan ditempatkan di suhu ruang maka akan cepat busuk.

               Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hakiki (2016) bahwa perubahan kualitas bayam berupa warna, klorofil, kandungan nitrat, total padatan terlarut, asam askorbat, dan total antioksi dan diamati selama penyimpanan. Bayam yang segar masih terjaga warna hijaunya, namun seiring dengan penyimpanan, bayam mulai menurun kualitasnya ditandaicdengan warna bayam mulai menguning. Bayam (Spinacia oleraceae L.) merupakan sayuran dengan tingkat respirasi yang tinggi mencapai 40-70 mL CO2/ kg-h sehingga rentan dengan penurunan kualitas. Seperti jenis sayuran yang lain, bayam mudah layu dan busuk. Oleh karena itu, bayam yang habis dipanen harus segera dipasarkan dan dikonsumsi. Pada suhu kamar, kesegaran daun bayam hanya dapat bertahan selama 12 jam, untuk mempertahankan kesegaran bayam selama belum dikonsumsi, dapat dilakukan penyimpanan. Bayam dapat disimpan dengan cara mencelupkan bagian akar sayuran dalam air atau disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan dalam lemari pendingin dapat memperpanjangkesegaran bayam sampai 12---14 hari. Kondisi simpan yang baik adalah pada suhu antara 12,8---1,10C (Yudhistira et al., 2019).

Berdasarkan gambar 1. perlakuan pada komoditas terung yang disimpan dengan kemasan ditempatkan di suhu rendah menjadi perlakuan terbaik karena selama umur simpan >14 hari terung masih bertekstur keras dan berwarna ungu. Berdasarkan tabel hal ini berbanding terbalik dengan penyimpanan terung di suhu ruang dengan kemasan mengalami pembusukan yang lebih cepat daripada perlakuan lain. Terung dengan perlakuan tanpa kemasan di suhu ruang memiliki hasil akhir tekstur yang agak lunak dan warna mendekati coklat atau hamper busuk. Terung tanpa kemasan di suhu rendah memiliki hasil akhir yaitu bertekstur lunak dan berwarna ungu tua. Hal ini disebabkan karena adanya respirasi yang terjadi. 

Diperkuat dengan penelitian Roiyana et al. (2012) meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan bobot pada buah. Penggunaan kantong yang tertutup rapat menghadapi masalah utama, yaitu udara yang terdapat di dalamnya tergantung pada suhu; permeabelitas plastik terhadap gas tidak tergantung pada suhu sedangkan bahan segar respirasinya dipengaruhi oleh suhu. Apabila suhu didalam kantong plastik yang tertutup rapat bervariasi beberapa derajat akan terjadi resiko besar, kecuali komoditi di dalam kantong tersebut laju respirasinya rendah atau toleran terhadap konsentrasi karbon dioksida dan oksigen yang bervariasi besar.

Pengamatan perubahan warna pada terung dilakukan secara organoleptic yang didasarkan pada proses pengindraan, yaitu indra penglihatan. Hasil pengamatan terhadap warna tersebut menunjukkan bahwa terung ungu rata-rata masih dapat mempertahankan warnanya sampai dengan penyimpanan. Proses pemasakan terung disertai dengan perubahan kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang menyebabkan terung menjadi lunak. Pelunakan pada terung berhubungan secara langsung dengan kehilangan air dari terung. Peningkatan pelunakan disebabkan oleh terjadinya penguapan air. Air dari sel yang menguap menyebabkan sel menjadi mengecil, ruang antar sel menjadi menyatu dan zat pektin yang berada pada ruang antar sel akan saling berkaitan.

Sayuran pasca panen memiliki fungsi metabolisme masih berlanjut. Namun tidak sama dengan tanaman induk yang tumbuh pada lingkungan aslinya. Laju respirasi mengindikasikan laju metabolisme secara keseluruhan tanaman sehingga mempengaruhi mutu sayuran. Untuk menghambat laju respirasi yaitu dengan penyimpanan suhu rendah. Berdasarkan penelitian Asgar (2017) bahwa prinsip penyimpanan pada suhu rendah atau

pendinginan menyatakan bahwa pada setiap penurunan suhu 8C, kecepatan reaksi metabolisme berkurang setengahnya. Usaha mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan pada dasarnya adalah menekan laju respirasi serendah mungkin tanpa mengganggu proses metabolismenya.

Usaha menekan respirasi dalma penelitian menggunakan perlakuan kemasan plastik PP dan tanpa kemasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Waryat dan Handayani (2020), pemakaian kemasan plastik dan penyimpanan pada suhu rendah, menjadi solusi yang dapat dipilih untuk mempertahankan mutu produk. Tujuan penyimpanan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran guna menjaga keberlanjutan pasokan, menstabilkan harga dan mempertahankan mutu. Kemasan plastik dapat menyebabkan adanya perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi atmosfer. Konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas tersebut.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

2.Strategi Sosialisasi Penanganan Pasca Panen Kepada Masyarakat

Pada prinsipnya komoditas yang makin lama penyimpanannya maka cadangan energi akan semakin berkurang sehingga menyebabkan menurunnya kualitas sayuran seperti terjadinya pelunakan. Berdasarkan gambar 1 dan 2. Perlakuan terbaik untuk mempertahankan umur simpan sayuran adalah penyimpanan suhu rendah dengan kemasan plastik. Hal ini sejalan dengan penelitian Paath et al. (2017) bahwa penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur simpan bahan segar, karena dengan cara ini dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, dan pertumbuhan mikroorganisme. Pendinginan akan memperlambat atau mencegah terjadinya kerusakan tanpa menimbulkan gangguan pada proses pematangan dan memperlambat pelayuan.

Pengemasan dengan plastik dapat menjaga dan melindungi produk dari paparan lingkungan luar. Berdasarkan penelitian Mareta et al. (2011) bahwa adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya respirasi dan transpirasi yang berlebih pada sayuran. Sejalan dengan Paath et al. (2017) bahwa aktivitas respirasi dan transpirasi yang tinggi pada penyimpanan suhu ruangan menyebabkan kehilangan air yang cukup banyak sehingga ukuran sel dan tekanan isi sel terhadap dinding sel berkurang yang akhirnya mengakibatkan tekstur menjadi lunak. Penurunan kekerasan selama penyimpanan terjadi karena perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak.

Oleh karena itu sosialisasi penanganan pascapanen sayuran sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai tata cara menyimpan sayuran agar umur simpan lebih panjang. Berdasarkan penelitian Hamidah (2015) bahwa buah dan sayur merupakan tumbuhan yang mudah rusak, kerusakan ini relatif tinggi terutama di Negara berkembang yaitu antara 30%-50% . Kerusakan ini terjadi karena pemahaman tentang penanganan pasca panen bagi kebanyakan orang belum memadai disamping dukungan teknologi perawatan bahan pangan yang belum memungkinkan.

Sosialisasi pasca panen ini sangat penting dikarenakan adanya pandemi COVID-19 merupakan fenomena luar biasa yang terjadi di bumi pada abad ke 21. Fenomena ini bukan hanya menelan korban, tetapi juga berdampak pada segala aspek kehidupan manusia seperti kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik, dan masih banyak lagi (Aslamiyah 2021). Salah aspek yang paling terdampak adalah aspek kesehatan. Daya tahan tubuh masyarakat ditengah pandemi COVID-19 selalu menjadi perhatian masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat semakin sadar untuk mengonsumsi makanan sehat seperti sayuran.

Strategi sosialisasi penanganan pascapanen sayuran dengan menggunakan pemanfaatan teknologi internet. Tentunya strategi lanjutan yang lebih spesifik perlu ditetapkan secara tepat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan yakni melalui sosial media. Peran media dalam sosialisasi pasca panen sangat menunjang di era digital saat ini. Di era digital tentu strategi tersebut sangat efektif dan tidak asing untuk mengenalkan pascapanen secara masif.

Strategi menggunakan media internet sangat efektif untuk mengenalkan penanganan pasca panen sayuran melalui edukasi seperti di Sosial Media Ads seperti facebook, instagram, twitter, dan sebagainya dengan harapan edukasi pengananan pascapanen lekas viral.

Penggunaan website juga dapat dilakukan. Bekerjasama dengan Kementrian Pertanian meyakinkan masyarakat dan memudahkan untuk mengetahui prinsip pasca panen. Website ini akan menyajikan informasi/ artikel pendukung untuk menarik masyarakat.

 Strategi lain yakni bekerja sama dengan tokoh masyarakat seperti ketua RT untuk konsinyasi dengan maksud mengedukasi warganya mengenai pentingnya pengelolaan pasca panen. Pemberdayaan dilakukan oleh kelompok wanita yang termasuk dalam PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) yang umumnya sebagai pelaku untuk mengembangkan kemandirian pangan dengan adanya pengetahuan mengenai pasca panen yang benar, maka pangan utamanya sayuran dapat memiliki umur simpan yang panjang. Dari sinilah upaya kerjasama untuk saling mengedukasi pasca panen terwujud ditengah pandemi

COVID-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun