Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tak Ada 48 Juta Ton Makanan Terbuang, Jika...

23 Oktober 2021   22:21 Diperbarui: 24 Oktober 2021   13:24 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makanan terbuang, sementara 2 juta anak kelaparan sumber:  kreasi Canva

"Ma, tolong suwirin sisa ayamku dong, cuma Mama yang bisa ngambil daging ayam sampai di sela tulang" kata anakku sambil menyodorkan ayam gorengnya.

Anak-anak saya sangat paham bahwa mamanya tidak suka membuang-buang makanan. Sedikit daging yang menyelip di tulang olahan ayam pun sebisa mungkin dicongkel dan dinikmati. Suami saya sampai menegur "Kasihan kucing liarnya cuma dapat tulang doang, sedekah napa" atau di lain waktu dia berkata "Awas, tulang-tulangnya jangan ikut dimakan Ma, itu jatahnya bangsa jin nanti mereka marah" Hadeh segitunya. Padahal saya hanya tak ingin menjadi bagian dari orang yang menyebabkan 48 juta ton makanan terbuang.

Bicara mengenai makanan terbuang, menurut data Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), limbah sampah makanan (food waste dan food loss) di Indonesia mencapai 23 juta - 48 juta ton per tahun. Data yang diperoleh antara tahun 2000 - 2019 tersebut diperoleh dari hasil analisis kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Foreign Commonwealth Office Inggris selama 20 tahun terakhir. Mirisnya lagi, berdasarkan penelitian terbaru, Indonesia berada di peringkat dua dunia dalam hal buang-buang makanan.

Hmm padahal pemerintah sedang giat mengampanyekan ketahanan pangan keluarga dan ekonomi sirkular. Food  waste dan food loss sangat bertentangan dengan tujuan global dan indikator SDGs (Sustainable  Development Government Goals) seperti yang dipaparkan Dr. Vivi Yulaswati, MSc Kepala Sekretariat Nasional TPB/SDGs Bappenas dalam sebuah sesi #DanoneAcademy2021. Membuang makanan bertolakbelakang dengan visi pemerintah menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Lebih miris lagi, di sisi lain kelompok masyarakat, terutama anak-anak, menderita gizi buruk dan jumlahnya mencapai lebih dari dua juta orang.

sumber : Bappenas.co.id
sumber : Bappenas.co.id

Tak Ada 48 Juta Ton Makanan Terbuang Jika Mereka Disayang-sayang

                 Pada sesi #DanoneAcademy2021 hari ketiga, dr. Endah Citraresmi, Sp.A memaparkan bahwa anak-anak penderita malnutrisi di Indonesia meningkat selama pandemi karena keluarga kehilangan pendapatan sehinga tidak mampu membeli makanan bergizi. Lebih lanjut dr. Endah mengatakan bahwa malnutrisi bisa menyebabkan stunting (tinggi badan anak kurang) dan wasting (berat badan anak kurang dari seharusnya) Mirisnya kondisi stunting ini bisa diwariskan.

Anak-anak stunting kelak menjadi orang tua/ibu, dan melahirkan anak-anak yang stunting pula. Parahnya lagi kondisi stunting  berpengaruh pada tumbuh kembang anak dari generasi ke generasi. Anak stunting tidak mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya. Karena perkembangan fisik dan kemampuan kognitif, akademik dan IQ serta EQnya kurang optimal, anak-anak stunting mengalami gangguan belajar di sekolah sehingga kelak saat dewasa mereka tak mampu berperan besar di tengah masyarakat. Sedih, sebagian punya makanan berlebih dan dibuang, sebagian lagi menderita gizi kurang sehingga berpengaruh dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Maka sudah saatnya kita lebih peduli untuk menghentikan  food waste dan food loss  Tak adil jika membuang makanan sementara banyak yang lebih membutuhkan. 

Food Waste dan Food Loss, Definisi, dan Strategi Mengatasi 

Definisi Food Waste

Food waste adalah sampah makanan yang terjadi pada tahap konsumsi, makanan sisa yang dibuang percuma. Tak hanya memperburuk pemandangan, sampah dari makanan menebarkan bau busuk dari gas metana dan karbon dioksida yang memperburuk kualitas udara.

Bagaimana food waste terjadi?  Empat faktor ini berpotensi menyebabkan food waste:

  • Rumah tangga

Picky eater, bosan dengan makanan yang itu-itu saja, porsi masakan berlebih menyebabkan makanan terbuang keesokan harinya. Nasi hantaran dari kerabat atau tetangga dalam jumlah besar terkadang juga menyebabkan hidangan bersisa.

  • Restoran, hotel, kafe dan tempat makan lainnya

Sisa makanan konsumen yang dengan berbagai alasan tidak dihabiskan di meja hidangan, berpotensi menjadi penghuni tempat sampah

  • Acara khusus seperti hajatan

Sering ditemui di tempat hajatan para tamu yang datang sengaja menyisakan makanan di piring jamuan dengan alasan sudah kenyang, hidangan tidak sesuai selera atau khawatir terlihat seperti orang kelaparan jika piring terlihat licin tandas.

  • Momen khusus seperti Ramadan dan hari raya

Hari raya seringkali dirayakan secara berlebihan. Jamuan khas hari raya terkadang bersisa dan menjadi makanan basi atau berjamur sehingga terpaksa dibuang. Begitu pula saat Ramadan. Kebiasaan lapar mata ketika menyiapkan hidangan berbuka, menyebabkan makanan tersisa. Makanan tersebut tak bisa dikonsumsi karena kekenyangan saat santap sahur dan tak lezat lagi jika harus disimpan dan dihangatkan berulang kali untuk keesokan hari. Tak mengherankan jika menurut penelitian sampah makanan meningkat signifikan di bulan Ramadan. 

Strategi Mengatasi Food Waste

Hindari Makanan terbuang, hentikan food waste sumber:  otak-atik Canva
Hindari Makanan terbuang, hentikan food waste sumber:  otak-atik Canva

Beberapa langkah berikut ini bisa membantu menghentikan kebiasaan membuang makanan:

1. Ciptakan mindset sayangi makanan

Makanan perlu disayang, meski tak harus menyayangi seperti anak sendiri, tetapi jangan pernah membuang makanan. Nasihat ala nenek kita zaman dahulu bahwa tak menghabiskan makanan bisa membuat ayam piaraan mati mungkin tak lagi relevan. Tetapi kita bisa mengemas hikmahnya bahwa menghabiskan makanan adalah tindakan mulia.

Dalam sepiring nasi beserta lauk dan sayur ada jerih payah para petani. Ada lelahnya para peternak yang harus rela berjibaku di kandang hewan. Ada perjuangan nelayan yang kadang harus bertaruh nyawa demi mencari ikan di lautan.

infografis-pesan-nenek-tentang-makanan-terbuang-6174224801019006d01c22e2.jpg
infografis-pesan-nenek-tentang-makanan-terbuang-6174224801019006d01c22e2.jpg

Di kafe dan restoran, mindset menyayangi makanan perlu digalakkan melalui poster atau himbauan ketika hendak menawarkan menu. Jika perlu tawarkan hadiah khusus bagi pengunjung yang menghabiskan seluruh makanan dan informasikan di awal bahwa restoran menyediakan layanan bungkus untuk sisa makanan agar dibawa pulang.

Di tempat hajatan, ada baiknya makanan disajikan siap santap dalam porsi sedang atau kecil. Sebab menu prasmanan seringkali menyebabkan tamu mengambil makanan berlebihan tetapi tidak dihabiskan.

2. Food management

Belanja makanan perlu diatur dengan seksama. Hindari belanja makanan karena lapar mata.Susun menu harian dan terapkan food preparation sehingga tak perlu membuang makanan. Begitu pula ketika menyimpan makanan, lakukan aturan first in first out dengan memantau tanggal kadaluwarsa. Sehingga tak ada makanan terbuang percuma.

3. Daur ulang makanan

Makanan bersisa? Jangan langsung dibuang. Jika masih layak bisa disimpan di lemari es dan dihangatkan dengan cara dikukus. Atau makanan sisa itu bisa diolah menjadi menu lain. Sisa olahan ayam dan nasi semalam bisa diolah menjadi nasi kepal. Bahkan nasi goreng lebih sedap jika menggunakan nasi sisa semalam. Jika bosan, sisa nasi bisa dijemur hingga kering, tambahkan garam lalu digoreng sebagai camilan. 

Hindari makanan terbuang, Dokpri
Hindari makanan terbuang, Dokpri

4. Donasikan pada yang membutuhkan

Memberikan makanan kepada yang membutuhkan akan lebih baik jika bukan berupa makanan sisa konsumsi. Ketika hidangan tampak berlebihan, segera sisihkan sebagian untuk didonasikan pada anak-anak panti asuhan atau kaum dhuafa di sekitar kita. Membantu mereka yang berada di bawah garis kemiskinan sama halnya dengan mencegah malnutrisi dan mewujudkan generasi muda berkualitas.

Definisi Food Loss

Food loss merupakan sampah makanan dalam bentuk bahan mentah. Bahan-bahan mentah berupa sayur, buah dan terkadang telur atau ikan terbuang karena membusuk dan tak bisa diolah lagi sebab tidak layak dikonsumsi

Ketiga poin berikut ini adalah penyebab utama food loss:

1. Proses di pasar dan distributor

Produk yang menumpuk di pasar dan gudang distributor dengan proses penyimpanan kurang baik bisa menyebabkan food loss. Proses distribusi yang kurang hati-hati juga menyebabkan sebagian bahan mentah terbuang begitu saja

2. Rumah tangga

Food preparation dan penyimpanan yang kurang tepat menjadi penyebab rusaknya bahan makanan. Jika berniat menyimpan buah dan sayur untuk beberapa hari, manfaatkan wadah kedap udara, simpan buah dan sayur berdasarkan sifatnya. Misalnya, seledri, bawang prei, daun bawang disimpan dalam wadah kedap udara di freezer dan dikeluarkan sesuai kebutuhan sebab jika disimpan di laci sayur ia akan cepat membusuk.

3. Panen raya

Panen raya sayur dan buah dalam waktu bersamaan di beberapa daerah menjadi penyebab utama food loss. Ketika produk berada dalam jumlah berlimpah sedangkan permintaan tak bertambah, maka sebagian petani memilih tidak memanen karena biaya operasional tinggi atau membuangnya agar tak keluar biaya distribusi.

Strategi Mengatasi Food Loss

Strategi mencegah bahan makanan terbuang (food loss) Sumber : kreasi Canva
Strategi mencegah bahan makanan terbuang (food loss) Sumber : kreasi Canva

1. Variasi produk olahan bahan mentah

Pengetahuan untuk mengolah bahan mentah menjadi aneka produk yang tahan lama sangat membantu mengurangi food loss. Terutama ketika bahan mentah berlimpah di saat panen raya. Kripik dan selai, cookies aneka buah, kripik sayur (pare, bayam), pasta bumbu dapur adalah contoh makanan olahan yang diharapkan mampu menyerap produk hasil budidaya.

2. Pengemasan dan distribusi yang lebih baik

Teknologi pertanian terus berkembang. Salah satu dampak positif teknologi adalah kemajuan dalam proses pengemasan hasil pertanian. Pendistribusian bahan makanan hendaknya juga diperbaiki di segala segi. Sirkulasi udara di kendaraan pengangkut dan ketepatan waktu saat pendistribusian menentukan kualitas produk.

3. Perluasan pasar dan kerja sama dagang

Diperlukan kerja sama antara pemerintah, kelompok petani serta pengusaha untuk menyerap produk hasil panen. Jika memungkinkan perlu diupayakan perjanjian khusus antara satu pemerintah daerah dan pemerintah lainnya untuk bertukar produk hasil panen raya. Misalnya Pemprov A panen raya dan surplus tomat, sedangkan di provinsi B suplai tomat tidak begitu berlimpah namun provinsi B sedang panen jagung berlimpah, maka Pemprov A dan B bisa mengupayakan kerja sama dagang untuk barter produk pertanian sesuai kebutuhan. Kran ekspor produk dan olahan pertanian hendaknya dibuka lebar. Sedangkan impor seharusnya harus ditekan sedemikian rupa, mengingat negara kita adalah negara agraris yang berkecukupan produksinya.

Membuang makanan adalah perilaku tak berperikemanusiaan. Sebab di sisi lain masih banyak pihak yang bahkan tak bisa pilih-pilih menu, karena tak mampu membeli makanan. Ketika hendak belanja makanan berlebih atau enggan menghabiskan dengan berbagai alasan, renungkanlah, di luar sana sebagian orang menderita kelaparan. Bukan hanya manusia yang butuh rasa sayang, hidangan di meja makan pun perlu disayang-sayang, agar tak ada lagi 48 juta ton makanan terbuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun