Masih menurut Dr. Rio Christiawan SH, M.Hum, MKn:
Jika melihat rumusan Pasal 19 ayat (1) UU 8/1999, operator sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat penyalahgunaan daur ulang nomor simcard.
Pasal 19 UU 8/1999 secara umum menganut pertanggungjawaban product liability, artinya operator sebagai penyelenggara komunikasi harus bertanggung jawab atas risiko atau kerugian dari penggunaan produknya jika ada unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian serta kausalitas ketiganya.
Pertanggungjawaban product liability tertuang dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU 36/1999 sebagai lex specialis:
Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaiannya.
Maka Dr. Rio Christiawan SH, M.Hum, MKn menyatakan berdasarkan uraian di atas, operator dapat dimintai pertanggungjawaban sepanjang ada kesalahan yang dilakukan oleh operator yang mengakibatkan nomor ponsel tersebut disalahgunakan oleh pengguna barunya dan mengakibatkan kerugian pada pengguna lama.
Jika tidak ditemukan kesalahan maupun kelalaian operator sebagai penyedia jasa telekomunikasi, maka operator tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengguna yang nomornya telah didaur ulang dan disalahgunakan tersebut.
Lalu bagaimana jika konsumen baru menyalahgunakan nomor tersebut untuk hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya penipuan? Dr. Rio Christiawan SH, M.Hum, MKn menyatakan bahwa
Jika kerugian bukan disebabkan oleh operator, maka konsumen yang nomornya telah didaur ulang dan disalahgunakan tersebut tetap dapat menuntut pertanggungjawaban pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik ("UU 19/2016"), khususnya Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 dan penjelasannya yang menyatakan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.