Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Menyiapkan Dana Haji Sejak Dini, Saya Menyesal Kini

14 Desember 2018   14:05 Diperbarui: 14 Desember 2018   14:19 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjidil Haram dan Ka'bah, sumber: pixabay

Labbaik Allahumma labbaik.... labbaika laa syarika laka labbaik..

Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu.

Jika musim haji tiba, stasiun televisi berlomba menayangkan kondisi terkini para jamaah haji. Lantunan kalimat talbiyah yang mengiringi tayangan televisi itu seringkali menjadi penyebab air mata saya luruh satu persatu. Saya tak bisa mengucapkan "saya rindu menjadi tamuMu ya Allah, mohon panggil saya sekali lagi," sebab saya belum pernah umroh atau berhaji.

Dahulu, saya pikir berhaji itu untuk orang kaya. "Berhaji jika mampu" dalam pemikiran saya, mampu adalah sebutan bagi adalah orang yang sudah bergelimang harta, tidak bingung memikirkan esok mau makan apa, atau anak sekolah di mana. Ingin liburan bisa kapan saja karena uangnya luber sampai tumpah-tumpah. Pikir saya, muslim yang penghasilannya pas-pasan meski tidak kekurangan tidak ada kewajiban untuk beribadah haji ke tanah suci, tetapi syahadat, sholat, puasa ramadhan dan zakat wajib didirikan sebagai bentuk ketaatan.

Maka, saya yang baru bisa punya rumah dengan cara KPR dan berhemat sedemikian rupa tak pernah punya pikiran menyiapkan dana haji. Kendaraan di rumah pun hanya sepeda motor yang sudah sering rewel dan satu sepeda angin. Dana pendidikan khusus untuk anak-anak terus terang tidak ada, yang penting setiap bulan ada uang untuk bayar SPP atau keperluan sekolah lainnya, bukan karena tidak mau menyiapkan. Tetapi kebingungan bagaimana cara menyisihkan pendapatan. Meskipun demikian, Alhamdulillah untuk keperluan sekolah selalu dicukupkan Allah tanpa perlu berhutang.

Dahulu, selama saya masih bekerja kantoran dan mendapatkan gaji bulanan, dalam pemikiran saya paling utama adalah mempunyai rumah pribadi. Sebagai tempat bernaung keluarga, agar tak perlu pindah-pindah kontrakan lagi. Maka, gaji saya dialokasikan untuk membayar cicilan KPR dan selang beberapa tahun kemudian kami menutup sisa kreditnya dengan menjual motor sebelum waktu kredit berakhir. Sementara gaji suami cukup untuk makan sehari-hari dan membeli keperluan sekolah untuk anak-anak. Begitu pula yang berlangsung hingga saat ini. Tak pernah terpikir sedikitpun untuk menyiapkan tabungan haji.

Setelah usia saya sekarang menginjak empat puluh tahunan, dan kami sedikit demi sedikit mendapatkan pencerahan, baru saya paham bahwa naik haji itu kewajiban. Tanpa memandang kaya atau miskin, niat berhaji dan ikhtiar mengupayakan berhaji itu dinilai Allah sebagai kesungguhan hati. Saya menyesal tak menyiapkan dana haji di kurun waktu yang telah lalu.

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh"

(Al Quran surat Al Hajj: ayat 22)

Jika direnungkan kembali, sudah sepatutnya menyiapkan dana haji sejak dini. Poin-poin berikut ini adalah alasan kuat mengapa dana haji sebaiknya disiapkan sedini mungkin:

Panggilan Tuhan
Tidak ada yang tahu kapan Saatnya Berhaji, seperti halnya kapan saatnya mati. Namun serupa dengan bagaimana menyiapkan kematian, sepatutnya kita juga mempersiapkan diri untuk berhaji sebagai panggilan Tuhan. "Tuhan hanya memanggil kita tiga kali: sholat, berhaji dan mati. Sebelum datang panggilan terakhir, sudah selayaknya kita mempersiapkan yang terbaik untuk menyambut panggilan Tuhan tersebut" Pada suatu masa, hati saya tertohok oleh nasihat ini.

Daftar antrian haji yang panjang
Sungguh, saya tercengang dengan antrian daftar tunggu keberangkatan haji. Saat ini di provinsi tempat saya tinggal sudah mencapai 22 tahun! Bayangkan, jika tahun ini mendaftar haji, kemungkinan besar baru bisa berangkat 22 tahun kemudian. Padahal dalam 20 tahun pasti banyak yang terjadi. Apakah masih bisa berangkat dalam kondisi sehat? Atau jangan-jangan nyawa sudah tidak lagi melekat (jadi ingin menangis bombay)

Usia dan stamina
Berhaji adalah ibadah yang paling butuh pengorbanan. Membutuhkan uang, meninggalkan keluarga dan memerlukan stamina luar biasa. Berhaji adalah ibadah fisik. Ritual atau rukun wajib haji seperti thawaf (mengelililingi kabah tujuh kali) dan sa'i (berlari-lari kecil antara bukit shofa' dam marwah), sangat memerlukan tubuh yang kuat, sehat, stamina yang tangguh. Belum lagi jika ingin memperbanyak sholat di seputar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ketika berziarah ke Madinah demi mengumpulkan pahala. Perjalanan berjalan kaki dari penginapan ke kedua masjid istimewa ini tentu membutuhkan stamina yang kuat, tubuh yang sehat. Padahal saya di usia 40-an ini sudah sering mengeluh sakit kepala dan kaki linu-linu. Bagaimana nanti jika sudah usia 50 -- 60 tahun ya?

Inflasi Vs biaya haji
Sudah bukan rahasia lagi jika Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) diperhitungkan dalam bentuk dollar Amerika. Sepanjang pengamatan saya, besaran BPIH setiap tahun cenderung naik. Penurunan nominal BPIH jarang terjadi. Jika pun terjadi penurunan biasanya selisih dengan tahun sebelumnya tidak terlalu besar. Sedangkan masa penantian daftar haji sudah mencapai lebih dari tujuh tahun. Secara otomatis besarnya BPIH juga akan dipengaruhi tingkat inflasi dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Sebagai contoh, biaya BPIH pada tahun 2009 berada pada kisaran 3200 -- 3500 USD (Kompas.com - 10/07/2009). 

Kurs dollar pada tahun 2009 berkisar antara Rp. 10.500,- artinya BPIH pada tahun 2009 bernilai sekitar 33-36 juta rupiah. Besaran BPIH pernah mencapai hingga 41 juta rupiah yaitu pada tahun 2014. Pada tahun 2018 besaran BPIH berkisar antara 36-39 juta rupiah tergantung pada embarkasinya. Artinya, semakin lama mengulur waktu berangkat haji, kemungkinan besar dana yang disiapkan semakin besar. 

Tanpa meragukan keadilan Allah akan pembagian rezeki, sudah sepatutnya dana haji disiapkan terlebih dahulu sebelum datang tuntutan-tuntutan kebutuhan hidup berikutnya. Biaya pendidikan anak misalnya, seringkali menyita sebagian besar anggaran rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin besar pula biayanya, maka biasanya keperluan untuk dana haji terpaksa mengalah.

Apakah sudah terlambat menyiapkan dana haji di usia hampir setengah abad. Tidak, tak ada kata terlambat. Selama hayat masih dikandung badan, selama itu pula masih ada harapan. Saya melakukan hal-hal berikut ini untuk mewujudkan impian berangkat ke tanah suci demi memenuhi panggilan Tuhan:

Berdoa dan menitipkan doa
Tak lelah untuk berdoa, agar Sang Kuasa mewujudkan harapan saya menggenapkan rukun islam sebelum kembali ke haribaanNya. Tak lupa juga menitipkan doa pada teman-teman, keluarga yang berkesempatan beribadah ke tanah suci. Saya percaya janji Allah, bahwa doa di waktu dan tempat mustajabah termasuk di depan ka'bah tidak akan tertolak. Hanya tinggal bersabar menunggu waktu saja.

dokpri
dokpri
Afirmasi positif
Afirmasi ini sejenis sugesti. Saya pernah membaca jika saat berdoa, benar-benar khusyu' maka seluruh bagian tubuh seperti dialiri energi, dan seolah turut mendoakan juga. Persis seperti "semesta mendukung" doa yang dipantulkan akan menggema, mencari jalan ke langit ketujuh untuk dikabulkan. Salah satu bentuk afirmasi saya adalah berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah, saya menyebutnya tiruan Masjid Nabawi, sebab di sana ada payung raksasa serupa seperti yang ada di masjid Sang Nabi ini.

Dokpri
Dokpri
Ikhtiar dengan menabung
Tabungan? Ada tabungan saya masih jauh dari setoran awal  mendapatkan jatah kursi. Itupun baru saja terkumpul setelah saya mencairkan dana pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan. 

Dalam hati, awalnya saya niatkan uang tabungan itu adalah dana pendidikan untuk anak-anak kelak atau dana cadangan jika rumah kami yang sudah belasan tahun ini tiba-tiba mengalami kerusakan hebat yang perlu diperbaiki. Tetapi apakah saya harus "menomor duakan" Allah sekali lagi. Duh jadi malu. Bismillah, bagaimana nanti ke depannya, saya tetap berupaya untuk menambah saldonya sedikit demi sedikit dan berharap bisa memenuhi setoran awal untuk tabungan haji.

Bicara tentang tabungan haji, saya teringat tentang Danamon Tabungan Haji. Tabungan ini memfasilitasi masyarakat untuk mewujudkan niat berhaji. Terdapat dua jenis Danamon Tabungan Haji, yaitu:

1. Rekening Tabungan Jemaah Haji (RTJH)
Merupakan tabungan yang memfasilitasi pendaftaran ibadah haji nasabahnya melalui pembayaran setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar 25 juta rupiah. RTJH ini terkoneksi langsung dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Kementerian Agama RI.

Sumber: https://www.danamon.co.id/id/Personal/SyariahPersonal/TabunganSyariah/Tabungan-Haj
Sumber: https://www.danamon.co.id/id/Personal/SyariahPersonal/TabunganSyariah/Tabungan-Haj
2. Tabungan Rencana Haji
Merupakan tabungan rencana yang mengaplikasikan prinsip syariah bagi hasil (Mudharabah) dalam mata uang rupiah. Tabungan ini khusus disediakan untuk mewujudkan niat suci nasabah menunaikan ibadah haji. Jadi meskipun saldonya belum mencapai 25 juta, nasabah bisa menabung secara teratur. MasyaAllah, sepertinya kita yang masih kesulitan mengumpulkan uang 25 juta untuk setoran awal bisa menabung sedikit demi sedikit di Tabungan Rencana Haji ya. Uang yang disimpan di bank dengan prinsip syariah lebih aman kan?

Menulis artikel ini, membuat semangat dan harapan saya untuk berhaji semakin kuat. Afirmasi positif tumbuh satu per satu menyatukan tekad. Semoga Allah ridho' dan memudahkan niat bagi saya untuk berhaji dan berharap menjadi insan yang taat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun