Fayanna Ailisha Davianny, seorang mahasiswi Teknik Industri di Universitas Indonesia, adalah figure muda inspiratif dengan perjalanan hidup luar biasa. Sejak usia delapan tahun, ia telah menulis lebih dari 56 buku yang tersebar toko-toko buku di seluruh Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga mendapat pengakuan internasional, termasuk peluncuran bukunya di Frankfurt International Book Fair, Jerman.
Ia pernah menjadi Tim Asistensi Kemenpora di Bidang Kesetaraan Gender sekaligus Ketua Umum Forum Anak Kota Depok pada Tahun 2020. Ia juga sering kali menjadi pembicara public lebih dari 500 acara di seluruh Indonesia yang membahas berbagai topik, mulai dari literasi hingga pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Motivasinya lahir dari rasa syukur yang mendalam atas anugerah Tuhan. Baginya, setiap berkah yang diterima adalah panggilan untuk bertanggung jawab dan berkontribusi secara positif bagi dunia. Kesadaran akan tujuan hidup dan target-target yang ingin dicapainya memberikan semangat juang yang tak pernah padam. Ambisi ini bukan hanya menjadi pendorong untuk terus berkarya, namun juga menjaga jiwa dan semangatnya tetap hidup di tengah berbagai tantangan.
Dengan semangat untuk memberdayakan generasi muda, ia mendirikan Self Grow Indonesia, sebuah organisasi pengembangan diri berbasis literasi pada tahun 2021. Meskipun baru aktif menjalankan program-programnya dan membentuk struktur kepengurusan pada tahun 2022, organisasi ini segera menunjukkan komitmennya terhadap literasi dunia.
Pada tahun 2024, Self Grow Indonesia mengadakan Festival Literasi Nasional pertamanya di Perpustakaan Nasional, yang dikenal dengan nama Self-Grow Indonesia Festival (SEGI Fest). Selain itu, organisasi ini juga meluncurkan anak organisasi bernama Self Grow Art Theatre Community (SEGART), yang semakin memperluas jangkauannya di dunia seni dan literasi.
Salah satu program unggulan Self Grow Indonesia adalah Rangkai Kisah. Program ini bukan sekedar ajang menulis yang kaku dengan ketentuan-ketentuan yang ketat. Sebaliknya, Rangkai Kisah dirancang sebagai program mentorship selama 21 hari, di mana peserta didorong untuk menulis minimal satu paragraf setiap harinya.
Dalam proses ini, mereka dapat mengekspresikan pengalaman dan pengetahuan mereka yang berkaitan dengan passion mereka masing-masing, baik itu olahraga, film, musik, atau diskusi. Dengan demikian, satu paragraf sehari dapat berkembang menjadi 21 paragraf yang membentuk sebuah cerita utuh.
Literasi berfungsi sebagai pijakan awal sebelum mendalami pengetahuan. "Literasi bukan sekedar keterampilan konkret atau hard skill, melainkan fondasi yang mendasari perkembangan diri individu, terutama bagi generasi muda di Indonesia", ujarnya. Dengan memahami pentingnya literasi sebagai bagian integral dari pengembangan diri, Individu akan lebih siap untuk menghadapi tantangan dan meraih mimpi-mimpi mereka.
"Salah satu kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna adalah dengan tidak pernah mengeluh terhadap proses yang sedang dijalani", ungkapnya. Setiap individu dibayangkan pada berbagai pengalaman, baik itu kekecewaan, kesedihan, maupun kemarahan. Penting untuk menerima dan merasakan emosi-emosi tersebut, karena semua itu merupakan bagian dari perjalanan hidup yang membentuk diri kita menjadi pribadi yang lebih sehat dan utuh.
Ia berpesan kepada generasi muda "Just focus on yourself and stop comparing yourself with others". Ketika kita terlalu sering membandingkan diri kita dengan orang lain, kita cenderung kehilangan percaya diri dan enggan berkembang. Kita menjadi takut untuk mencoba hal baru dan mengembangkan diri .
"Ada satu hal yang membuat impian kita terkesan mustahil untuk dicapai yaitu takut gagal. Semakin kita takut gagal, semakin kita tidak berani mencoba hal baru. Hal ini hanya akan membuat impian kita menjadi semata-mata ilusi. Saat kita berani mencoba, maka ada dua kemungkinan, pertama kita sukses pada saat itu dan itu adalah rezeki, atau kita perlu belajar
lagi agar sukses di kemudian hari. Tetapi jika kita tidak berani mencoba sama sekali, maka kemungkinannya hanya satu yaitu tidak berhasil karena tidak berprogress sama sekali", tegasnya.
Stephen Covey, seorang penulis sekaligus konsultan terkenal mengemukakan konsep yang dikenal sebagai prinsip 90-10, yang menyoroti pentingnya cara kita bereaksi terhadap situasi dalam hidup. Menurut Covey, hanya 10% dari kehidupan kita yang terdiri dari hal-hal yang tidak dapat kita kontrol, seperti latar belakang keluarga atau tantangan yang dihadapi.
Sementara itu, 90% lainnya ditentukan oleh reaksi dan respon kita terhadap hal-hal tersebut. Ini berarti bahwa meskipun kita tidak dapat mengendalikan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, namun kita memiliki kuasa penuh atas bagaimana kita merespons situasi tersebut.
Prinsip ini mengajak kita untuk tidak terjebak dalam kekecewaan atau kemarahan ketika menghadapi situasi yang sulit. Sebaliknya, dengan menerima kenyataan dan fokus pada reaksi positif, kita dapat mengubah cara pandang terhadap masalah.
Ingatlah bahwa perjalanan menuju impian bukanlah tentang seberapa cepat kita mencapainya, melainkan tentang bagaimana kita menghargai setiap langkah yang kita ambil. Dengan fokus pada diri sendiri, berani menghadapi tantangan, dan menghargai setiap kemajuan, kita dapat mengubah ketakutan menjadi kekuatan.
Reporter : Diah Anggraini
Penyunting : Nafifah Duwi Aprilia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H