A. PENDAHULUAN
Perkembangan kehidupan sosial manusia merupakan hukum dan ketetapan sejak lahir dari perbedaan demografi, dinamika sosial, pola komunikasi antar negara dan perkembangan teknologi yang melahirkan budaya-budaya baru di setiap zaman, yang kemudian diadopsi oleh individu menjadi sikap dan perilaku hingga menjadi kebiasaan. Kemudian dari kebiasaan-kebiasaan pribadi tersebut diterima sebagai kebiasaan masyarakat dan akhirnya menjadi ciri budaya yang diterapkan dalam kehidupan sosial atau kehidupan bermasyarakat. Transformasi sosial budaya dapat dipahami sebagai perubahan besar dan menyeluruh dalam bentuk dan karakteristik pada masyarakat, dari satu keadaan ke keadaan lain untuk masyarakat menjadi lebih baik dan maju.
Menurut Umar Kayam Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada menegaskan bahwa Tulisan ini terfokuskan pada pandangan Umar Kayam tentang gagasan yang berkaitan dengan budaya. Transformasi dengan kebudayaan asing yang telah terjadi sejak awal abad pertama. Pemikiran Umar Kayam seolah mengajak kita untuk membebaskan berbagai budaya lokal nusantara agar dapat berkembang tanpa dibayangi atau dibatasi oleh satu wacana pun. Dari pertemuan berbagai budaya yang ada di Indonesia diharapkan akan muncul dinamika yang memacu kreativitas budaya Indonesia.
Transformasi sosial budaya dapat dipahami sebagai perubahan besar dan menyeluruh dalam bentuk dan karakteristik pada masyarakat, dari satu keadaan ke keadaan lain untuk masyarakat menjadi lebih baik dan maju. Menurut Umar Kayam, transformasi besar kebudayaan Indonesia mencakup dua jalur transformasi yang utama dan berkaitan, yaitu:
1) Transformasi kebudayaan Indonesia yang menarik budaya etnik ketatanan budaya Negara-kebangsaan,
2) Transformasi kebudayaan Indonesia membawa budaya pertanian tradisional sejajar dengan budaya industri modern.
B. Pengertian Transformasi Sosial-Budaya
Transformasi Sosial-Budaya sebagai suatu dinamika budaya dalam peradaban manusia memerlukan suatu proses yang panjang dan progresif, tidak selalu secara langsung dan berjalan lurus, terbagi dari satu tahap ke tahap lainnya. Tahapan transformasi tersebut kemudian melahirkan suatu tipe masyarakat dengan bentuk kehidupan dan ciri khasnya masing-masing. Oleh karena itu, perubahan sosial budaya terjadi dari satu masa ke masa yang lain, pada suatu waktu atau waktu lain, di suatu tempat atau tempat lain, secara tidak merata. Para sosiolog telah menyederhanakan pemahaman tentang transformasi Sosial-Budaya atau dinamika budaya atau evolusi dan transformasi, sehingga menciptakan suatu tipe masyarakat dalam tipe masyarakat yang ada hingga saat ini, baik modern maupun pra-modern atau jenis masyarakat industri, sebagaimana disampaikan berikut ini:
- Tipologi Masyarakat Pra-industrial
Perubahan masyarakat berlangsung dari zaman ke zaman melalui transformasi sosial-budaya telah menghasilkan lima tipe masyarakat praindustri (preindustrial societies) dan industrial (industrial societies), yaitu sebagai berikut:
- Masyarakat Pemburu-Pengumpul (Hunting & Gathering Societies), terdiri dari segerombolan kecil orang-orang nomadik yang berpindah-pindah dan mengandalkan kehidupannya dari berburu binatang, menangkap ikan, mengumpulkan tanaman yang dapat dimakan. Perbedaan antar anggota masyarakat dapat dilihat dari perbedaan tingkatan atau jabatan terbatas pada umur dan jenis kelamin. Laki-laki memiliki peran berburu binatang atau menangkap ikan, sedangkan wanita mengumpulkan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan. kelebihan personal yang dimiliki berdasarkan ketrampilan dan kemampuan personal merupakan suatu bentuk keunggulan yang tak bisa secara sosial ditularkan kepada anak-anak keturunannya, mereka kira-kira hidup sejak 50.000 - 7000 tahun SM dan sekarang hampir punah.
- Masyarakat Penggembala (Pastoral Societies), merupakan masyarakat yang tergantung pada pemeliharaan binatang ternak untuk bahan makanan sendiri, jumlahnya antara beberapa ratus orang sampai ribuan orang, mereka ditandai oleh perbedaan khusus dan dipimpin oleh para kepala kelompok dan raja-raja perang, masa mulai hidupnya sama dengan masa hidup masyarakat pertanian desa, dan sekarang sebagian besar menjadi bagian dari pemerintahan masyarakat yang besar, dan cara-cara hidup tradisional mereka menuju kepunahan.
- Masyarakat Pertanian Desa (Village Agrarian Societies), menurut Giddens (1991:54), masyarakat pertanian adalah masyarakat yang terbentuk komunitas-komunitas pedesaan yang kecil dengan mata pencaharian utamanya bertani, berburu binatang atau ikan dan mengumpulkan tanaman, dan ditandai dengan perbedaan yang lebih tajam daripada masyarakat pemburu dan pengumpul, dan dipimpin oleh para kepala (chiefs) mereka hidup sejak 12.000 tahun sampai sekarang, dan sebagian besar telah menjadi bagian dari satuan politik dan pemerintahan sehingga kehilangan identitas khususnya. Sedangkan menurut Ritzer (1979: 233-4) menyebutkan bahwa masyarakat pertanian desa adalah yang menguasai peradaban dari masa tahun 3000 SM -1800 M, dengan lahan pertanian yang sangat luas dan tempat-tempat tinggal permanen sehingga menghasilkan hasil panen berlimpah yang dimungkinkan dapat berinovasi dengan teknologi seperti alat pertanian bajak yang secara efisien ditarik oleh hewan. Dan juga menurut Lenski (1966) juga mencatat pada masyarakat pertnian mengalami peningkatan produksi dan kelebihan pangan yang tajam dalam masyarakat pertanian ini sehingga terjadi kemajuan dalam transportasi, komunikasi, perteknikan, dan teknologi militer. Begitu pula dengan bentuk relasi kekuasaan baru dalam hubungan kekuasaan muncul dalam wujud negara-kota, kekuasaan birokrasi atau feodalisme sehingga menyebabkan berkembangnya kelompok-kelompok sosial dengan struktur sosial yang maju dan unggul serta stratifikasinya bersifat turun-temurun, dan penyebab terjadinya perbedaan adalah faktor ekonomi. Era masyarakat agraris yang tercatat mencakup masyarakat Mesir kuno dan Tiongkok, mulai dari Abad Pertengahan hingga masa awal masyarakat industri modern. Pada masa ini, sistem kenegaraan berkembang dan menjadi lembaga sentral. (Ritzer, 1979: 233-4; Vago, 1989: 172).
- Masyarakat Pertanian Tradisional Maju (Advanced Traditional Agrarian Societies), dalam masyarakat ini, pertanian masih merupakan andalan sistem ekonominya, akan tetapi kota-kota hidup sebagai pusat perdagangan dan produksi; sebagianpemerintahan masyarakat tradisional bisa sangat luas, dengan warga berjumlah jutaan orang, meskipun sebagian besar sangat terbatas dibandingkan masyarakat industrial yang besar sekarang ini; pemerintahan tradisional memiliki aparat pemerintahan khusus, dipimpin oleh raja atau kaisar, dengan perbedaan tingkatan-tingkatan di antara kelas-kelas sosial yang berbeda-beda. Oleh Giddens (1991: 54-55) disebutkan, masyarakat tradisional telah hidup sejak 6.000 tahun sebelum Masehi sampai abad ke-19; sebagian besar pemerintahan tradisional atau bahkan semuanya sekarang punah; sedangkan Ritzer (1979) mengatakan bahwa masyarakat tradisional ini agaknya hidup sezaman dan bersamaan dengan masyarakat agrarian, namun sudah lebih maju karena masyarakat pertanian ini sudah mengembangkan kota-kota sebagai pusat-pusat perdagangan dan produksi, sehingga dapat dikatakan sebagai masyarakat pertanian-tradisional atau tradisional pertanian kompleks dan maju, sebagai bagian dari masyarakat-masyarakat pra-industrial, yang sudah lanjut, atau maju (complex and advanced traditional agrarian societies).
- Masyarakat Industrial(Industrial Societies), yang hidup pada zaman moderen, mulai tumbuh bersamaan dengan Revolusi Industri di Inggris yang berlangsung antara tahun 1760 dan 1830 (abad ke 18-19) (Ritzer, 1979) dan diwarnai dengan protes-protes keras berkesinambungan oleh masyarakat (Stearns, 1972). Masyarakat industrial moderen merupakan tipe masyarakat terakhir dalam transformasi sosial-budaya dan perkembangan peradaban masyarakat manusia, sebelum kemudian berkembang mulai akhir abad ke 20 tipe masyarakat pasca-industrial (postindustrial societies) dalam masyarakat pascamoderen (postmodern societies) (Bell, 1973). Kemajuan masyarakat industrial ditandai dengan dominasi kegiatan-kegiatan sosial-budaya dan ekonomi berbasis industri manufaktur atau pemrosesan atau pengolahan (manufacturing/processing industries).
- Masyarakat Pascaindustrial (Postindustrial Societies), merupakan tahapan akhir dari masyarakat industrial, mulai berkembang pada akhir abad ke-20 dan mencapai puncak kemajuannya pada abad ke-21. Selain dukungan manajemen dan teknologi sebagaimana dicapai oleh masyarakat industrial dengan aktivitas-aktivitas industri manufaktur, pemrosesan, pengolahan (manufacturing/processing industries), masyarakat pascaindustri pada abad ke-21 mengembangkan keunggulan teknologi informasi (information technology) yang meliputi teknologi keuangan (financial technology/fintech) dan teknologi media sosial (social media technology). Masyarakat industri dan masyarakat pasca industri seperti yang ada di Indonesia terbentuk dari masyarakat agraris dan hortikultura, bahkan termasuk masyarakat pemburu hewan, termasuk nelayan dan masyarakat yang mengumpulkan tumbuhan liar, baik di darat, laut, dan udara, hingga saat ini.
C. TRANSFORMASI SOSIAL-BUDAYA DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Hubungan sosial-budaya antar masyarakat di Indonesia merupakan produk sejarah yang panjang dari zaman ke zaman, mengalami interaksi dengan bangsa-bangsa, agama-agama, dan kebudayaan-kebudayaan dunia. Mempertimbangkan transformasi sosial-budaya dengan tahapan-tahapan yang dicapai dalam tipologi masyarakat pra-modern dan masyarakat modern, bangsa Indonesia telah mengalaminya, bahkan hingga sekarang semua tipe masyarakat tersebut masih hidup: sebagian seperti tipe-tipe masyarakat pemburu-pengumpul, masyarakat pertanian dan masyarakat tradisional, atau tipe masyarakat pertanian-tradisional atau pertanian-tradisional-feodal, masih hidup dan berkembang, hidup bersama sebagai suatu entitas bangsa. Berbagai tipe masyarakatini semua menjadi bangsa Indonesia.
Transformasi sosial-budaya dalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan, dibayangkan dan dicita-citakan secara khusus dengan mempertimbangkan latar belakang historis sejarah yang sudah menjadi pengalaman dan latarbudaya yang merupakan realitas yang dimiliki masyarakat-masyarakat di Indonesia dan sekitarnya, sehingga setidaknya konflik yang sudah terjadi sosial-budaya harus diperhatikan, sebagai berikut:
- Latar Belakang (Historis), latar-belakang historis sebagai pengalaman bermasyarakat dan berbangsa yang berasal dari nilai-nilai dan kearifan lokal dari kerajaan-kerajaan tradisional agraris, maritim, feodalisme, dari zaman ke zaman dan mengalami hubungan-hubungan intensif, menerima, menyerap, dan mengamalkan nilai-nilai dan praktek-praktek kehidupan bersama dengan nilai-nilai dari luar . Seperti India (sejak abad ke-1), dengan agama-agama dan nilai-nilai Hindu dan Budha, Cina (sejak abad ke-3) dan Kong Hu Cu, dan Islam dan Timur Tengah (sejak abad ke-13), dilanjut dengan munculnya kolonial Eropa, Belanda (abad ke 17-20) dengan agama dan nilai nasrani. Adanya Pertemuan dan menjalin hubungan-hubungan yang dibangun secara damai melalui perdagangan, yang dilaksanakan atas kesepakatan bersama dengan masyarakat India, Cina, dan Timur Tengah pada umumnya. Sedangkan dengan Eropa, Belanda diwarnai dengan kehendak untuk penguasaan, melalui agresi bersenjata, oleh bangsa Barat yang berekspansi dengan persiapan organisasi, peralatan dan persenjataan yang canggih, sehingga terjadi penjajahan dan penguasaan ekonomi, politik dan pemerintahan, dengan strategi pecah-belah dan kuasai (devide et empera).
- Latar Budaya Heterogin, latar belakang budaya sebagai realitas dengan nilai-nilai masyarakat kepulauan yang begitu heterogen, plural, multibahasa, multietnis, multiras sehingga digambarkan sebagai multikultural. dengan realitas geografis (ciri-ciri daratan dan lautan), geopolitik (kawasan strategis dalam interaksi antar negara yang mempunyai kepentingan politik dan ideologi) dan geo-ekonomi (ciri-ciri ekonomi pertanian, pengelolaan dan penghidupan – tradisional – feodal). Kerangka budaya yang unik, kompleks, dan kompleks ini dapat bermanfaat jika upaya pengelolaannya tidak terganggu oleh sikap dan perilaku masyarakat dan kelompok yang kontra-produktif dan sikap egois.
- Arah dan Cita-Cita Transformasi Sosial-Budaya, Mempertimbangkan dua masalah latar tersebut. Transformasi sosial-budaya masyarakat Indonesia menuju masyarakat-bangsa yang dicita-citakan, dengan merumuskan format dan wujud budaya yang mampu dan efektif dalam menjawab tantangan sosial-budaya, ekonomi dan politik.
- Menjadi Negara-Bangsa Kesatuan yang Kuat, Ibu kota sebagai negara kesatuan yang dibangun oleh para pendiri dan penerus bangsa, merupakan hasil kebudayaan nasional yang modern, sebagaimana nama Indonesia indah, Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa persatuan dan kesatuan, UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar Negara dan kerangka hukum, dan Pancasila adalah landasan politik, hukum, dan negara, nilai-nilai dan norma-norma yang luhur. Dari ibu kota negara tersebut dapat dibangun transformasi sosial budaya nasional yang memenuhi kepentingan seluruh bangsa dan memiliki ketahanan nasional dalam masyarakat yang sadar penuh dan rela berkorban untuk menciptakan persatuan bangsa yang kokoh.
- Menjadi Negara-Bangsa Industrial Moderen, Mengubah masyarakat dari ekonomi pertanian sosio-kultural dan feodal yang terbelakang menjadi masyarakat industri yang modern dan demokratis. Transformasi sosial budaya ini memerlukan masyarakat yang bersedia menerima, meneliti dan menerapkan sistem nilai yang berbeda untuk diterapkan, yaitu sistem nilai industri modern yang mengedepankan integrasi, sikap wajar, efisien, terbuka dan transparan, egaliter, demokrasi dan kebebasan. Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan persaingan yang sehat dan terbuka. Tahap penyadaran sikap mental kolektif yang dapat diterapkan secara tekun dan tekun (industri) pada kegiatan-kegiatan yang ideal dan praktis demi kesejahteraan negara, sangatlah penting, modal dasar, untuk dikembangkan menuju masyarakat industri modern yang berbasis kreativitas dan kreativitas. produktifitas. dan prinsip inovasi. kegiatan ekonomi - budaya dan sosial di dunia. Basis industri manufaktur dan basis industri pasca industri, menuju masyarakat yang kegiatan sosial budaya dan ekonominya bertumpu pada industri jasa, industri jasa merupakan ciri masyarakat pasca industri, pada sistem sosial budaya pasca industri.
D. KESIMPULAN
Transformasi sosial-budaya sebagai dinamika budaya (cultural dynamics) dalam masyarakat Indonesia berlangsung dari zaman ke zaman yang tahapan-tahapan tipologi perkembangan kebudayanya tidak tetap. Oleh sebab itu masyarakat Indonesia sekarang ini terdiri dari tipe-tipe masyarakat yang pernah berada dan berkembang di Indonesia. Mulai dari masyarakat pemburu-pengumpul, masyarakat pertanian, masyarakat industrial yang berbasis manufacturing (service industry) dan masyarakat manajemen modern-rasional. Pada saat ini masyarakat Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan sudah belajar dan mulai terbiasa dengan nilai-nilai masyarakat industrial dan pasca industrial tersebut. Akan tetapi, masih lebih dominan banyak masyarakat elit yang memahami dan melaksanakannya tanpa mengindahkan etika, norma, nilai-nilai baik dan hukum yang disepakati, tidak mencerminkan sikap masyarakat yang baik dan beretika, contohnya yang berkembang dalam teknologi informasi, melalui program-program media sosial. Kemajuan masyarakat menjadi masyarakat pascaindustri harus dibarengi dengan etika, norma-norma, dan nilai-nilai yang menghormati hak-hak.
Transformasi sosial-budaya dalam masyarakat Indonesia dapat dipahami sebagai energi dan daya dorong bagi masyarakat Indonesia untuk rajin dan tekun dalam menerapkan dan meningkatkan perubahan sosial-budaya dari suatu keadaan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik, menuju kemakmuran dan kesejahteraan, melalui kegiatan-kegiatan hidup yang kualitasnya bertahap-tahap. Tahapan-tahapan dan tingkat-tingkat peradaban telah menjadi pengalaman bermasyarakat dan berbangsa dalam masyarakat-bangsa Indonesia, sehingga menjadi masyarakat-bangsa dalam tahapan sekarang ini yang menyiapkan dan mengembangkan diri di dalam pergaulan lokal-domestik-internal bangsa dan dalam pergaulan antar bangsa menuju pemantapan tahapan kualitas peradaban masyarakat-bangsa berikutnya.
REFRENSI :
Abercrombie, N. S. (London: 1988). Dictionary of Sociology. Penguin Books.
Bell, Daniel. (1973). The Coming of Post-Industrial Society: a Venture in Social Forecasting. London: Heinemann.
Giddens, Anthony. . (1991). Sociology. Oxford: Polity Press.
Harvey, Edward B. . (1975). Industrial Society –Structures, Roles, and Relations. Georgetown, Ontario: The Dorsey Press.
Jary, David & Julia Jary. . (1991). Collins Dictionary of Sociology. Glasgow: Harper Collins.
Kayam, Umar. (1989). "Transformasi Budaya Kita", Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 19 Mei.
Kistanto, Nurdien H. August. (1991). “Peasants, Civil Workers, and Industrial Workers in Java,” SOJOURN, Vol. 6, Number 2.
Lenski, Gerhard E. . (1966). Power and Privilege: A Theory of Social Stratification. New York: McGraw-Hill Book.
Moertono, Soemarsaid. . (1985). Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau: Studi tentang Masa Mataram II, Abad XVI sampai XIX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Parker, S. R., et. al. (1981). The Sociology of Industry. London: George Allen & Unwin.
Van Peursen, C. A. . (1976). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius & Jakarta: BPK Gunung Mulia.