"Susun formasi. Nin, lo di depan. Biar nanti gua di belakang. Itu jawaban jangan ditutup-tutupin ya. Angkat kalo sudah selesai di jawab" atur Rafika, ketua gang supergirl di SMA Bakti Nusantara.
"Gak janji deh, susah kalau Fisika. Ketahuan, mampus aku." Aku beralasan. Kemudian dibales pelototan mata Rafika yang memang sudah besar awalnya bertambah besar.
"Pelit lo. Selama ini aman aja kok." Rafika maju membuat aku tersudut ke dinding kelas.
"Iya, aman. Kalau ketahuan, gimana?" Aku masih membela diri, berani menatap matanya. Yang kali ini tatapannya seperti hendak menelan bulat-bulat tubuhku yang tidak lebih dari sebahunya.
"Gak mau tahu. Kasih contekan atau lo bakalan gak aman sekolah disini lagi." Ancam Rafika.
"Fik, udah kali. Kalau Nina gak mau ya udah. Tuh, si Dayat masih bisa." Fadlan menunjuk ke arah Dayat yang sekonyong-konyong kaget dijadikan sasaran sumber contekan.
"Eh, enak aja kalian." Seru Dayat.
"Ah, banyak bacot.." tepis Rafika sembari menggeser tempat duduk ke arah posisi Dayat.
"Rafika keterlaluan!" batinku.
Ujian Fisika berjalan lancar. Pak Ismail tidak mendapati anak-anak mencontek ataupun mengepek, setidaknya itu yang Pak Ismail tahu. Tapi di bangku sebarisan Dayat, kunci jawaban persis sama dari depan ke belakang, hingga ke sayap kanan dari bangku Dayat.
Rafika membuktikan omongannya untuk membuat sulit diriku di sekolah ini. Sehabis jam istirahat sekolah, dari kantin aku langsung masuk ke kelas, di dalam tas ranselku sudah ada kodok. Pas aku buka kodok itu langsung melompat hampir mengenai wajahku. Seisi kelas tertawa melihat aku setengah mati ketakutan.