Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerber-Luka (Bagian 1)

3 April 2018   11:54 Diperbarui: 3 April 2018   11:58 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"ehem." Dr. Azhar melotot ke arah kami yang masih bersuara. "bersuara sedikit lagi, keluar dari ruangan." Katanya kemudian yang membuat kami langsung duduk tegap menghadap ke depan.

Dua jam mata kuliah dengan dr. Azhar adalah momen paling melelahkan untuk mata, telinga dan punggung. Entahlah, semestinya mata kuliah sesulit ini harusnya diajarkan dengan suasana yang santai. Bukan menegangkan seperti ini.

Akhirnya kuliah hari itu selesai juga. Aku dan Almira memilih berjalan ke terminal bus mahasiswa. Berjalan melewati fakultas teknik, tampak masih ada sekumpulan mahasiswa yang belum pulang. Masih mengobrol di depan ruang kelas mereka. Kami melewatinya tanpa menoleh. Yah, kelakuan anak teknik apalagi kalau melihat Almira dengan tubuh proporsional, rambut bergelombang yang diurainya sebahu, mata bulat dengan bulu mata lentik, juga lincah jalannya, pastilah mencuri perhatian para lelaki yang normal.

Tiba di terminal, hanya tersisa dua bis mahasiswa saja. Hari memang sudah menjelang senja. Masih untung ada bis yang masuk ke universitas. Kalau sampai tidak ada, terpaksa kami harus ke pasar dengan naik angkot satu kali. Saat kami masuk ke dalam bis, bis hampir penuh. Namun karena sudah sangat sore, sopir bis langsung jalan.

Selepas hujan dan senja dahulu bisa saja membuat suasana romantis tapi tidak dua bulan ini. Setelah kepergian papa, hujan dan senja adalah airmata.

"bengong mulu, ah." Kata Almira menyikut lenganku. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.

Almira adalah teman sejak awal pendaftaran ulang ke kampus kuning ini. Dia lah yang pertama menyapa aku, yang saat itu ditemani papa, duduk di bawah pohon Trembesi di ujung ruangan pemeriksaan kesehatan.

Dia tahu benar kalau aku sudah mulai diam tanpa peduli sekitar berarti aku sedang 'pergi jauh', mengenang setiap kenangan yang papaku tinggalkan.

"udah, selipin do'a aja terus. Yang dibutuhkan papa hanya anak yang terus mendoakannya." Peluk Almira. Ada bulir bening di ujung mataku, tidak sampai tumpah, hanya membuat remang pandanganku pada langit senja yang memerah.

Aku tiba di rumah sudah maghrib. Kubuka pagar pelan-pelan, masuk tanpa suara ke kamar. Aku tau mama tahu aku sudah pulang. Terdengar dari kamar, mama menyiapkan makan malam. Menyiapkan air hangat untuk aku mandi.

Tanpa menoleh aku masuk ke toilet. Air hangat yang disiapkan tidak sama sekali aku sentuh. Selepas mandi, aku seduh mie instan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun