Mohon tunggu...
Citra MauliaRahman
Citra MauliaRahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

keep spirit and smile

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Kemunculan Term Maqashid Al-Quran

17 Oktober 2022   22:43 Diperbarui: 18 Oktober 2022   15:23 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SEJARAH KEMUNCULAN TERM MAQASHID AL-QUR'AN

Citra Maulia Rahman

3120007

Islam memiliki kitab suci sebagai pedoman, tuntunan, serta petunjuk bagi kehidupan manusia. kitab suci tersebut yaitu Al-Qur’an, yang mana diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk selanjutnya di sampaikannya keseluruh umat manusia sebagai pegangan hidup. Dalam al-qur’an berisikan firman Allah SWT berupa ayat-ayat yang berkaitan dengan kehidupan manusia. bahasa yang digunakan dalam al-qur’an yaitu lafadz Arab kemudian di terjemah ke bahasa Indonesia sehingga pemahaman umat Islam mengenai suatu ayat berbeda, baik secara tekstualnya dan adapun kontekstualnya dalam memahami makna.

Dua dimensi Al-Qur’an mengenai makna Al-Qur’an yaitu ma’na jawhari dan ma’na idtirari yang mendorong proses dari kontekstualisasi al-qur’an.[1] inti makna sebagai tujuan pokok atau utama dalam teks al-qur’an merupakan ma’na Jawhari, sedangkan makna berdasar temporer yang bisa dikembangkan secara dinamis menyesuaikan ruang dan waktu di mana al-qur’an dibaca yaitu ma’na idtirari. Kemunculan gagasan keberadaan ajaran inti tetap dan ajaran tidak inti secara dinamis berdasarkan pada keberadaan dua dimensi makna di atas. Penyebutan gagasan inti tersebut hingga kini dikenal maqasid al qur’an.[2] Dari sisi ma’na termasuk kedalam ilmu yang kemudian berkembang.

 

Awal kemunculan dari maqasid al-qur’an belum secara mandiri sebagai disiplin ilmu. Lahirnya maqasid Al-Qur’an berasal dari disiplin keilmuan lainnya diluar Al-Qur’an. Studi keilmuan tentang maqashid ini dapat dikatakan masih bercampur dengan keilmuan lainnya. Pengembangan keilmuan maqashid al-qur’an secara khusus dilakukan oleh para cedikiawan muslim.[3] Hingga terus berkembang dari masa kemasa sampai saat ini menjadi studi ilmu mandiri yaitu maqashid al-Qur’an. melalui pendekatan-pendekatan sesuai dengan kemajuan pikiran manusia. 

 

Term-term maqashid Al-Qur’an sudah ada sejak khazanah keilmuan, akan tetapi masih dalam bentuk parsial dan tulisan keilmuan lain yang menyebutkan term maqasid al-qur’an ini. Berdasarkan definisi secara etimologinya, maqashid Al-Qur’an yaitu dua suku kata maqasid  dan al-qur’an. secara pemaknaan plural maqashid dari kata maqshid adapula dari maqshad. Penjelasan Louis Ma’luf adalah bentuk plural dari maqsid  yaitu makânu al-qashdi  (tempat tujuan). berarti al-Tawajjuh (arahan) dan al-Nuhudh  (peningkatan). Ibnu Mandzûr menjelaskan bahwa maqâshid  berakar dari kata qashada-yaqshidu-qashdan-qâshidunyang artinya jalan lurus, berlandaskan pada surat al-Nahl ayat 9.[4]

 

Terminologisnya definisi maqashid merupakan pemaknaan dari tujuan dibalik peraturan dan ketentuan hukum yang ditetapkan dalam islam guna kemaslahatan serta menghindarkan dari kemudharatan. Ibnu Ashur menjelaskan definisi maqâshid  secara umum adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam syariat dan sudah ditetapkan untuk kemaslahatan, bukan hanya pada ranah hukum saja tapi dalam banyak hal.

 

مقاصد القرآن هي الميزات والمعيار الذي لا بد منه كذلك للمفسرين في مناجهم وتفسيراتهم فبمعرفتها ومراعاتها يضمن المفسر لنفسه ولتفسيره أن تكون اهتماماته ومقاصده واستنباطاته في نطاق مقاصد القرآن بلا زيادة ولا نقصان وهذا ضرب من ««ويمكن تسميته،«تفسير القرآن بالقرآن« تفسير القرآن في ضوء مقاصده

 

“Maqâsid al-Qurân adalah sebagai timbangan dan barometer yang wajib mengetahuinya sebagai basis bagi para mufasir dalam metodologi penafsiran mereka. Dengan memelihara Maqâsid al-Qurân, akan menjaga mufasir dan tafsirnya yang bertumpu pada tujuan-tujuan dan istimbât pada ruang lingkup Maqâsid al-Qurân tanpa ditambah atau dikurangi. Dan demikian perumpamaan yang mungkin diistilahkan, menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an atau menafsirkan al-Qur‟an dalam pencerahan Maqâsid al-qurân”[5]

 

.Jadi maqashid itu tujuan atau hikamah tersembunyi dibalik sebuah ayat Al Qur'an dengan yang sudah ditetapkan bertujuan untuk kemaslahatan, dari berbagai aspek pembahasan.

 

Asal usul Maqashid Al Qur'an sudah tercantumkan di Al Qur'an, namun itu masih secara istilah dari maqasid Al Qur'an. Penyebutan istilah Maqashid disebutkan 6 kali di surah at-Taubah, an-Nahl, Al-Maidah, al-Fatir dan 2 ayat di surah Al Luqman. Selain dari Al Qur'an term Maqashid juga ada dalam Al Sunnah, kemunculan Maqashid Al Qur'an dibarengi dengan Maqashid Al syari'ah.

 

Meskipun sudah dijelaskan dalam Al Qur'an mengenai term Maqashid Al Qur'an, akan tetapi itu belum masuk kedalam disiplin ilmu yang seutuhnya. Barulah pada abad ke 3 H ditetapkan oleh Al-Tirmidzi, tetapi itu masih term Maqashid ya saja belum bersamaan kata Al Qur'an. Sebelum penetapan tersebut para ulama telah menelisik dan berusaha mencari kandungan-kandungan ayat Al Qur'an. Tentu tidak jauh dari geneologi maqashid Al syari'ah.

 

       Titik fokus pada abad ke 3 ini yaitu kajian fiqih, itupun belum masuk kepada term Maqashid Al Qur'an nya. Kemudian pada abad ke 4 dilanjutkan oleh Juwayni (W 478 H), masa ini pun masih sama seperti sebelumnya belum term Maqashid Al Qur'an. Al-Juwayni menggunakan kata al-Maqâshid, al-Maqshûd, alQashdu  sebanyak sepuluh kali dalam bukunya yang berarti alAghrâdh  atau tujuan. Pembahasan beliau mengenai maqashid pengembangannya tidak jauh berbeda dengan abad ke 3, akan tetapi perkembangan Maqashid Al syari'ah bersumber pada Al Qur'an sehingga dapat dikatakan bahwa di masa ini mulai menggabungkan Al Qur'an didalamnya maqashid Al Qur'an ini. Hingga pembahasan mengenai konsep Maqashid Al Qur'an muncul di abad 5 H. diperkirakan oleh alRaysūnī sekitar abad 9 yang ditandai oleh munculnya kata maqāṣid dalam karya al-Tirmidzī (w. 868) yang berjudul AlṢalāh wa Maqāṣiduhā.[6] Dari rentang waktu kemunculannya, maqāṣid al-Qur’ān terpaut sekitar tiga abad dengan maqāṣid alsyarī‘ah yang telah lebih dulu ada.

 

Perkembangan terus terjadi, para ulama berusaha meneliti dan memberikan perhatian mengenai pembahasan Maqatau di sebut fase diaspora nukleus dengan tokoh yang menekuni term tersebut yaitu Abu Hamid Al Ghazali. Beliau merupakan salah satu murid dari Juwayni. Abu Hamid Al Ghazali dijuluki dengan pionir mengkaji dan mengembangkan maqâshid al-qurân  melalui karyanya Jawâhir al-Qurân. Pokok-pokok yang beliau cetuskan yaitu

 

  • mengenal Allah yang Maha Esa
  •  
  • Pengenalan jalan yang lurus
  •  
  • Penjelasan mengenai hari akhir
  •  
  • Gambaran tentang umat yang beriman
  •  
  • Gambaran umat yang membangkang
  •  
  • Mengajarkan untuk berada di jalan lurus menuju Allah ketika kembali ke hadapanNya.[7]

 

         Beliau tidak hanya mencetuskan nya saja akan tetapi menjelaskan pokok tujuan syariat diantarnya yaitu menjaga agama, hidup, akal, keturunan dan harta. jadi penjelasan beliau itu tentang tujuan universal Al Qur'an yang mana berisikan penjelasan tentang mengenal Allah SWT. Latarbelakang terbentuknya pemikiran dan metode dari al-Ghazali yaitu pandangannya berpegang pada yang universal dan komprehensif, menembus spirit al-qur’an dan melampaui ijtihad formal, dan pendalaman bacaan terhadap teks dan melampaui pembacaan literal.[8] 

 

Abad 6 H para cendikiawan muslim mulai mengembangkan Maqashid Al Qur'an. Tokoh masa ini yaitu Fakhruddin al-Râzi (w. 606 H). Pokok-pokok yang di bahas oleh beliau diantaranya ilahiyyât, alNubuwwât, al-Ma’âd, al-Qadhâ dan al-Qadar.  (ketuhanan, kenabian, hari akhir serta qadhâ’  dan qadar, penjelasan tersebut ada dalam karya beliau Mafâtih al-Ghaib. Masuk ke era ulama klasik diantara tokohnya yaitu Al Baghawi dalam ma'alim Al Tanzil Al Biqa'i (W. 885 H/1480 M) karyanya Nadzm al-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa al-Suwar. Pembahasan didalmnya yaitu tentang munasabah ayat dicapai dengan mengaitkan Maqashid suwar Al Qur'an (tujuan-tujuan pokok surat-surat dalan Al Qur'an.  Al-Shathibi (W.790 H) karyanya al-Muwâfaqât  berisikan pembahasan perihal maqasid  dari sisi surat-surat makkiyyah yang mencakup tiga pembahasan yaitu al-Wah}dâniyyah, al-Nubuwwah  dan al-Ba’th.  (ketauhidan/keesaan tuhan, kenabian dan hari kebangkitan) yang mana semua tiga maqâshid tersebut bermuara pada satu makna yaitu menyeru untuk menyembah Allah ta’ala. Fokus pembahasan era klasik ini yaitu tentang teologisnya.

 

Era kontemporer pembahasan Maqashid Al Qur'an menjadi topik yang menarik. Pelopornya yaitu Muhammad Abduh (W. 1905), beliau menganggap bahwa kajian Maqashid Al Qur'an adalah sesuatu hal yang penting di bahas. Tokoh tokoh di dalamnya seperti Rashid Rida (W. 1935), Sa’id Nursi (W.1960), Ibnu Asyur (W. 1973), Hasan al-Banna (W. 1949), Muhammad Iqbal (W. 1938), Sayyid Qutb (W. 1966), Abu A’la al-Maududi (W.1989), Izzat Darwazah (W. 1987), Muhammad al-Ghazali (W. 1966) dan Yusuf al-Qardawi. Maqashid Al Qur'an diklasifikasikan kepada isu isu kontemporer bukan pada teologisnya. Hingga perkembangan Maqashid Al Qur'an terus berkembang sampai saat ini.

 

Jadi, dapat di simpulkan bahwa awal kemunculan Maqashid Al Qur'an yaitu pada abad ke 3 H yang mana di pelopori oleh Al Tirmidzi. Namun, periode ini belum membahas secara khusus mengenai Maqashid Al Qur'an serta belum menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri. Maqashid Al Qur'an periode Abad 3 H ini keilmuannya masih berkaitan dengan ilmu tafsir dan ulum Al Qur'an. Barulah pada abad ke 5 H kemunculan Maqashid Al Qur'an sebagai disiplin ilmu tersendiri dipelopori oleh Abu Hamid Al Ghazali (W. 505 H). Perkembangan terus terjadi hingga pada era klasik dan era kontemporer mengalami pergeseran pembahasan tentang Maqashid Al Qur'an. Jika era klasik berfokus pada isu teologisnya, era kontemporer berfokus pada isu humanistik sebagai jawaban permasalahan masyarakat. Dalam penafsiran Al Qur'an, Maqashid Al Qur'an membawa pengaruh pembaharuan pada corak tafsir yang dinamai Al tafsir Al Maqashid.

 

Referensi

 

 ‘Azmy, Khalilah Nur. 2019. Maqashid Al-Qur’an : Perspektif Ulama Klasik Modern, Jurnal Kajin Islam Kontemporer : Vol. 1, No. 1.

 

Al-Nayfar, Aḥmīdah. 2004. Al-Naṣṣ al-Dīnī wa al-Turāth al-Islāmī: Qirā’ah Naqdiyyah. Beirut: Dār al-Hādī.

 

Al-Raysūnī, Aḥmad. 2015. Naẓariyyah al-Maqāṣid ‘inda al-Imām al-Shāṭibī. Kairo: Dār al-Kalimah.

 

Fikriyati, Ulya. 2019. Maqasid Al-Qur’an : Genealogi Dan Peta Perkembangannya Dalam Khazanah Keislaman, Jurnal ‘Anil Islam : Vol. 12, No. 2.

 

Mufid, Abdul. 2020. Maqashid Al-Qur'an Perspektif muhammad al-ghazali.  Ishlah: jurnal ilmu Ushuluddin Adab dan Dakwah,  volume. 2, no. 1.

 

Raisuni, Ahmad. 2007. Maqasid Maqasid. Riyad : Maktabah al-Rusyd.

 

Salamah, Ummu. 2019. Maqashid Al-Qur’an Perspektif Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Jurnal Studia Quranika : Vol. 4, No. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun