Â
Cahaya orange keemasan mulai memancar, mentari mulai memudar, senja hadir memayungi langit. Â Rasanya terlalu penat setelah seharian mengisi acara pada perayaan ulang tahun kota tempat aku berdomisili. Aku hanyalah seorang penari, yang belakangan ini mulai sepi dengan job. Â Lambat laun tenagaku mungkin tak pernah dibutuhkan lagi, yang akhirnya semua akan punah.
"Ri, izinkan aku untuk menikah lagi," Ucapnya padaku, tatkala aku mengahapus sisa makeup di depan cermin rias. Â Tak membuatku kaget dengan ucapannya, karena ini bukan pertama kalinya, kalimat itu terucap dari bibirnya.
      "Apa kamu memberiku pilihan?" Tanyaku tanpa menoleh padanya.
      "Aku butuh jawaban kamu, bukan berbalik bertanya padaku."
      "Jawaban seperti apa yang kamu harap dariku?"
      "Aku hanya menginginkan kamu memberiku izin, tanpa pernah mempersulit posisiku,"
      "Berarti kamu tidak memberiku pilihan.  Jika aku menjawab tidak, apa kamu mengubah keputusanmu untuk menikah lagi?"
      "Aku rasa tidak, aku tetap akan menikahinya."
      "Lantas mengapa bertanya? Lakukan sesuka hati, dan anggap aku hanya boneka dalam hidupmu yang tak punya hak sama sekali untuk didengarkan." Ucapku dengan nada bergetar.
      Aku terdiam dan memberi ruang pada batinku untuk menerima kenyataan terburuk apapun.  Pria itu, telah mengucapkan janji setianya padaku 3 tahun lalu.  Berlahan, mulai beranjak meninggalkan aku yang masih bergelut dengan batiku sembari menatap rona langit yang mulai meredup dari balik jendala.  Sebentar lagi semua akan gelap, mungkin akan segelap hari esok tatkala sosoknya benar-benar beranjak dariku.Â