Letak alun-alun Jember yang berada di tengah wilayah membuat posisinya strategis untuk kegiatan massal. Paling kentara adalah alun-alun menjadi titik finish gerak jalan Tanggul Jember Tradisional (Tajemtra) yang dihelat saban tahunnya sejak 1977, titik start arak-arakan Jember Fashion Carnival sejak 2003, dan car free day sejak 2010. Selain itu dengan dislokasi terminal angkutan umum di Rambipuji, membuat hampir semua jurusan pasti melewati alun-alun sehingga memposisikannya sebagai center of gravity kegiatan masyarakat. Namun demikian, karena wilayah inti kota semakin penuh sesak dan juga arah gerak perekonomian semakin kapitalistik maka ruang kota Jember semakin melebar tanpa arah pembangunan yang jelas. Kota Jawa modern (sejak awal abad 21) berkembang secara relatif bebas karena didorong semangat otonomi daerah. Masing-masing pemerintahan kabupaten/kota berlomba-lomba membangun kotanya dengan gagasan masing-masing. Sayangnya, pada satu dan lain hal semangat pembaruan justru menjadikan tata ruang kota terkesan tidak berkesinambungan lantaran pemerintahan daerah berganti-ganti setiap lima tahun. Setiap pemerintahan baru berusaha tampil dengan gagasan berbeda, sehingga program bupati lama dengan cepat digantikan program bupati baru.
Alun-alun Jember Nusantara menandai suatu era baru dalam menempatkan alun-alun sebagai contoh ruang publik modern. Alun-alun bukan lagi simbolisasi kekuasaan politik, melainkan wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat dengan menghadirkan ruang sosialisasi yang berorientasi kepentingan umum. Kegiatan-kegiatan massal baik yang terselenggara atas inisiasi pemerintah maupun dari unsur masyarakat sendiri merupakan sinyal positif dalam konteks sosial-budaya. Bahwa di tengah semakin sesaknya kota Jember masih terdapat ruang yang demokratis dan inklusif untuk penduduk membaur dan melepaskan kepenatan akibat tekanan hidup yang semakin merobotkan manusia.*
Beberapa bacaan:
Arifin, Edy Burhan. (1989). "Emas Hijau" di Jember: Asal-Usul, Pertumbuhan, dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat, 1860-1970 [tesis tidak diterbitkan]. Universitas Gadjah Mada.
Ashadi. (2017). Alun-Alun Kota Jawa. Arsitektur UMJ Press.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D.I. Yogyakarta. (2019). Catur Gatra Tunggal. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/catur-gatra-tunggal/
Boomgaard, Peter. (2004). Anak Jajahan Belanda: Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 1795-1880. KITLV-Jakarta dan Djambatan.
Hageman Jcz, J. (1862). Over de Nijverheid in Zuidoostelijk Java, Tijdschrift voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch Indie. VIII, 28-66.
Lombard, Denys. (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Gramedia Pustaka Utama, Forum Jakarta-Paris, dan cole franaise d'Extrme-Orient.