Namun, kegembiraan tak berlangsung lama. Hidup tak selalu lurus, cinta tak selamanya mulus. Saat itu aku ingin mengajakmu menjenguk Bik Rohma. Hanya sekedar mengucapkan terima kasih atas sukses yang kamu raih. Tapi kuncup matamu terpejam pada kegelapan. Binar matamu mulai digoda kerling nakal jahanam. Di sekeliling putih bening rayuan sofa gairah di hotel-hotel berbintang, kamu meredupkan benak menyapa setiap tarian tawarkan nikmat.
Kamu yang bergelora menyusuri jalan sesat, menutup hati pada bayang-bayang tubuh telanjang berhasrat harta melimpah. Yang hanya mencumbu laknat berbekam nafsu tersumbat. Puaskanlah. Puaskanlah dengan seringai terbahakmu atas kerapuhan jiwaku. Puaskanlah tertawa hianatmu pada hancurnya hatiku. Aku tak peduli lagi. Aku tak peduli lagi.
Hari ini, aku melihat matahari pagi bersinar keemasan. Ia mengajarkan tentang sebuah kesetiaan cahaya yang dipancarkan tepat waktu. Aku mengusap air mata yang terus menetes tanpa henti. Cahaya kasih tak boleh pergi, tapi jika matahari telah karam maka kesedihan tak dapat dielakkan. Lupakan petuah tentang cinta. Lupakan petuah tentang makna kehidupan berumah tangga, jika lentera tak dapat terangkan seisi malam atau purnama kembali redup.
Dari jendela rumah Kepala Desa, kulihat Bik Rohma mulai merapikan tempat jualannya. Ia begitu sigap, memasang taplak meja, menyusun piring dan cangkir, menyapu, lalu menyiapkan adonan pempek yang akan dimasak pagi itu.
“Assalamualaikum, Bik.” Suaraku tercekat.
Bik Rohma menoleh, lalu aku tak sanggup lagi menahan derita yang kupikul. Kutubruk tubuh kurus itu, kupeluk dia seerat-eratnya tanpa bisa menghentikan tangis yang membebaniku.
Aku ingin menceritakan kesuksesanmu, Andre. Tapi aku lebih ingin lagi menceritakan kepiluanku akan tingkah lakumu. Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Bik Rohma yang telah memberikan resep pempek paling enak, hingga usahamu maju pesat. Tapi luka hatiku lebih ingin bercerita padanya betapa pedih tak dapat menerima sejuknya tetesan air sekalipun.
Maafkan aku Andre. Aku harus bermalam di sini, di desa ini. Selamanya. Selamanya….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H