“Aku akan buka usaha sendiri, kalau itu susah.”
“Usaha apa?”
“Pempek!” Jawabmu yakin setelah menatap pempek buatan Bik Rohma.
Sejak itu kamu belajar membuat pempek. Bik Rohma menjadi pilihan gurumu. Kuakui pempek Bik Rohma sangat unik, baik rasa maupun ukurannya. Walaupun bahan yang dipilihnya bukan ikan yang mahal, hanya ikan lampam ataupun ikan sepat yang setiap hari berlimpah dari hasil tangkapan para nelayan, namun nikmatnya luar biasa. Tak kan kutemui di kota Palembang sekalipun.
Aku belum mengiyakan keinginanmu, tapi setiap hari aku selalu menemanimu membuat adonan pempek yang sudah disiapkan Bik Rohma. Dua kilo ikan giling untuk satu kilo sagu, resep yang selalu diingatkan Bik Romah. Setelah itu ia akan menghaluskan bumbu-bumbu cuka, seperti bawang putih, bawang merah, cabe rawit, gula merah, asam jawa dan lain-lain, yang kesemuanya itu adalah bahan-bahan pilihan.
“Nanti rasanya nggak enak kalau ada yang sudah busuk atau layu,” kata Bik Rohma.
Mungkin aku seorang penghayal yang berangan-angan tinggi, atau mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi, karena aku seorang pemimpi yang sering meninggalkan jejak kaki angkuh mendongak ke langit. Namun aku meyakini bahwa mimpi adalah surga yang bersarang di benak khayal yang mampu bangkit jemputkan langit tertinggi.
Lalu, perlahan. Setelah meyakini semua kesungguhanmu mencari rezeki, meskipun hanya dengan berjualan pempek yang resepnya didapat dari Bik Rohma, aku tak ragu lagi mengulurkan tangan bak sinar cahaya menyelusup di celah kegelapan penuh semangat bagaikan kobaran api saat mengatakan “iya” padamu.
Pinangan itu meluluhkan hatiku bagaikan air terjun yang jatuh di tenang telaga, merentangkan sayapku lebar-lebar mengejar mimpi yang membumbung tinggi. Di sana awan-awan legam telah hanyut tersapu titah langit pada sang waktu tentang surga yang terbuka untuk perjalanan dua insan dalam pengaturan tangan Ilahi.
“Hari ini habis terjual.” Katamu penuh keceriaan, menyampaikan hari pertama berjualan pempek seminggu setelah pesta pernikahan kita.
Perlahan kehidupan mulai merangkak, berjalan, seterusnya berlari kecil untuk lama-lama menjadi kencang. Kamu selalu hangat tersenyum, bercerita tentang jati diri yang ditiupkan sang pencipta. Aku selalu menyuguhkanmu kisah cinta suci yang tertanam dalam nurani, menyajikan kebaikan-kebaikan yang ditiupkan jiwa berhati tulus menghapus jejak hitam untuk terbuka pada semesta alam.