Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[TantanganNovel100HariFC] Cintaku Tertinggal di Pesantren-Aku Tak Layak Mendapatkan Perawan

29 Maret 2016   13:43 Diperbarui: 29 Maret 2016   14:34 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Terima kasih pak.” Jawabku lemah tak berselera.

Keluar penjara aku tak lantas bersuka cita. Tak ada sujud sukur layaknya pendosa bertobat. Bahkan, orang-orang menghindar bertemu denganku. Mereka takut berinteraksi dengan mantan narapidana. Aku pun tak hendak menjadikan orang-orang yang mengenalku sebagai tempat bersandar ataupun sekedar membasuh luka.

Tapi yang pasti, aku ingin berbuat baik sesudah bercokol lama dalam masa yang buruk. Aku ingin hidupku lebih berarti hingga tak ada lagi duri yang menusuknya. Niat baikku itu mendapat apresiasi dari seorang wanita tua yang sudah menjanda. Ia dengan rela mempekerjakanku menjaga gudang miliknya. Tempat ia menyimpan barang-barang dagangan. Pekerjaan itu membuatku menatap masa depanku terpampang di langit nan biru.

Suatu ketika ada orang datang mendekatiku. Aku sangat mengenalnya. Ia teman satu sel denganku. Ia datang hendak mengatakan sesuatu, atau mengeluhkan sesuatu. Tapi intinya ia ingin aku membantunya merampok tuanku.  Aku berpikir ia hanya ingin mengetes kesetianku, atau mungkin ia ingin mengorek iba dariku, mungkin juga ia ingin memperolok keinginan baikku.

“Kamu mau apa?” aku menjadi marah mendengar kengototannya mempengaruhiku.

Ia tak menyahut, ia memperlihatkan mimik muka yang sangat tak lucu sambil mempermainkan tangannya ke arah kemaluan dengan gerakan orang beronani.

“Kita pernah melakukannya.” Katanya.

“Bahkan aku yakin kau sudah ketularan penyakitku.” Dia tertawa penuh ejekkan.

Aku geram. Aku begitu membenci kejadian-kejadian itu. Apalagi tubuhku telah dihinggapi kuman-kuman mematikan. Kulihat dia beringsut mendekat sambil merangkulkan sebelah tangannya. Detik itu juga kucabut sebilah pisau yang terselip di pinggangku. Dalam kekagetan, aku refleks menusukkan pisah itu ke jantungnya bertubi-tubi. Bahkan sempat kuputar-putar pisau itu di perutnya.

Kurang dari sedetik, aku sudah menyaksikan tubuh itu terkapar berlumuran darah dengan usus terburai, menggelepar seperti ikan habis diperuti. Suaranya mengerang mengerikan, darah kental merah kehitaman membasahi sekujur tubuhnya. Awan hitam segera berarak cepat menutupi kubangan darah merah.

Aku terpana dengan pisau basah di tangan gemetar. Ujung pisau meneteskan darah terus menerus. Suasana gudang yang sepi membuatku sempat berpikir untuk menyingkirkan mayat itu.  Lalu kumasukkan ke dalam karung dan kubuang di sungai yang tak jauh dari gudang setelah kugantungkan batu-batu besar agar karungnya tenggelam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun