Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[TantanganNovel100HariFC] Cintaku Tertinggal di Pesantren - Prolog

15 Maret 2016   23:43 Diperbarui: 30 Maret 2016   20:46 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika aku menyadari bahwa benih-benih cinta itu juga tumbuh di ladang hatimu. Yang mengangkat tubuh ini dari lumpur kenistaan. Namun yang kutakutkan benar adanya. Ayahmu seperti mengetahui anyaman cinta kita. Ia mulai masuk dengan sulaman benang kusut. Yang memporakporandakan mahligai nirwana yang telah menjulang.

Pak Haji Husin mengambil langkah bijak. Ia menjodohkanmu dengan Arman, santri muda yang dididik ayahmu sejak mula hingga menjadi harapan penerus cita-citanya.

Aku tahu kamu menderita, bahkan dengan hancur kamu berkata : ”lebih baik aku mati saja, daripada menikah dengan orang yang tak kucinta”.

Kamu salah Aisah. Wanita tak perlu menikah dengan orang yang dicintainya. Cukuplah mendapatkan cinta dari lelaki saja. karena jika sudah dalam ikatan rumah tangga, maka perlahan cinta itu akan datang dengan sendirinya.

Pengertian, kasih sayang dan cinta yang diberikan secara tulus oleh suamimu, pasti akan menimbulkan butir-butir asmara yang menerbangkanmu pada cita rasa dari cinta yang sarat makna.

Tak usah kamu memikirkan aku. Aku akan tegar. Aku akan berjiwa besar. Karena aku sadar bahwa aku masih berdiri pada raga yang kasar.

========

Aku Vera. Aku dilahirkan dari keluarga berada. Dulu ayahku seorang pengusaha dan ibuku seorang ibu rumah tangga biasa yang hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya.

Tiba-tiba kebahagiaan itu hancur. Sekawanan perampok memporakporandakan hidupku. Tepat didepan mataku sebuah belati menikam dada ayahku. Lalu sayatan pisau tajam telah memutuskan urat leher ibuku.

Penderitaanku tidak hanya sampai disitu. Kegadisanku pun terengut dengan paksa. Aku sangat mengenali wajah itu. Tak akan pernah kulupakan. Aku ingin membalas dendam. Tapi semua seperti api yang disulut di dalam sekam. Membara, menjalar - mencekam. Sama seperti rumahku yang dibakar habis oleh para perampok itu.

Untung aku masih bisa diselamatkan. Pekikkan kengerian dan tangis piluku membangunkan orang-orang di perkampungan. Setelah aku dirawat, mereka menitipkanku di sebuah pesantren. Disitu aku berkenalan dengan Aisah, anak Pak Haji Husin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun