James tampak menyeringai. Bibirnya yang dulu pernah aku sukai, kini terasa menjijikkan. Tapi aku tetap memaksa membalas senyumnya dengan kerlingan nakal. Perlahan rembulan semakin memucat. Bintang-bintang tertutup awan. Jemari James mulai menyematkan tirai-tirai misteri dari bayang paras pelangi hatiku yang kian membenci.
“Rhein….”, James menyebut namaku sambil mendekap dari belakang. Aku membalikkan badan dan kutatap wajah tampannya yang tak lagi elok rupawan, tak lagi hangat dan lembut, tapi sudah berubah menjadi wajah yang bengis dan mengerikan.
Ah, James. Andai kamu tahu bahwa hatiku telah jauh pergi bersama Gie. Tentu kamu tak perlu mengejar terik dari kunang-kunang atau cahaya gemintang. Hanya Gie, yang membuatku merasakan cahaya dewa matahari menebar berkah di setiap kilau yang ia pancarkan. Hampir tak bisa lepas bibir ini bergumam rindu membasahi kenangan demi kenangan yang menyungging misteri cinta merinai sampai akhirnya kehidupanku kamu cabik-cabik, James.
Aku tahu James, bukan kamu yang melenyapkan Gie, pula yang menghilangkan nyawa Ran, juga bukan kamu yang mengubur Nina hidup-hidup. Dan saat kamu ingin membunuhku, tampak keraguan menggelayutimu. Karena kamu mencintaku kan, James?
Tiba-tiba James mendaratkan ciumannya di keningku, lalu tanpa permisi lagi dengan gilanya ia mencumbuiku, sesaat aku terhanyut tak kuasa menolak gelora yang ia kobarkan, aku menikmati kebersamaan yang menggelontorkan antara manis dan perih akibat irisan-irisan peristiwa yang ia hujamkan di hidupku.
Seketika aku tersentak. Ia mulai ganas mencumbuku, diam-diam kuraih pisau belati yang tersimpan di dalam tas kecilku. Lalu kudengar James meraung kesakitan, tangannya ia dekapkan ke lehernya, ia menghadapkan wajahnya padaku, tapi aku hanya tersenyum sinis. Dengan lengkingan tinggi aku menatap bulan mati, kurasakan darah James mulai membasahi tubuhku.
Aku, Rhein. Memutuskan untuk meminum darah James. Darah yang muncrat dari lehernya yang ku koyak dengan sebilah pisau belati. Lalu langit ditikam gelap, badai petir bersahutan serta angin menderu menyuarakan lolongan malam.
Kulihat tubuh James terkulai. Mukanya pucat pasih karena kehabisan darah. Kamu tahu James, sejak kau hancurkan hidupku, aku memutuskan untuk belajar ilmu hitam. Ilmu yang membuatku menjalani hidup dalam keabadian.
Tiba-tiba jemariku mengeluarkan kuku-kuku tajam. Bulu-bulu di tanganku menghitam lebat hingga menutupi sekujur tubuh. Aku telah berubah menjadi seekor srigala. Darah James adalah darah kelima yang telah kuminum, artinya aku akan mendapatkan keabadian, keabadian sebagai srigala. Aku melolong tak henti-hentinya, air mataku seolah mengeluarkan darah. Penyesalan sudah tak berguna, dan aku berlari kencang, sekencang-kencangnya mengikuti cahaya bulan mati - hingga kudapatkan gelap yang panjang tak berkesudahan….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H