Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencari Tanah Pengharapan

14 Oktober 2014   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:01 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup dalam masa dimana negara dalam kondisi negatif. Pandangan masyarakat tentang pemerintahan yang penuh dengan kejahatan, pejabat yang egois, polusi berkepanjangan, hiruk pikuk kenderaan, masyarakat miskin, kotor, rasisme, penipuan dan banyak lagi lainnya membuat penduduk pribumi sibuk dengan diri sendiri.

Aku yang sudah terpilih menjadi penyelenggaran tertinggi pemerintahan mudah saja melakukan rencana-rencana besar. Perlahan orang-orang China Daratan yang tadinya tergusur mulai berdatangan ke negeri Dwipayana. Sedikit demi sedikit mereka memasuki kota-kota di seluruh pelosok negeri. Kehadiran mereka hampir tak diketahui, para penduduk pribumi hanya mengira kedatangan mereka adalah perpindahan dari kota ke kota yang ada di negeri Dwipayana itu sendiri. Karena mereka sudah dibekali dengan KTP dan Kartu Keluarga yang diterbitkan dalam negeri.

Malangnya, dugaanku salah. Ternyata, Pak Tua Gondo mengetahui sepak terjangku. Dengan pengalamannya berjuang dan mengamankan Dwipayana berpuluh-puluhan tahun, ia sampai pada titik nadirnya, bahwa dirikulah penyebab lonjakan penduduk China Daratan di Dwipayana ini.

“Aku tak mau menggadaikan negerikku, aku tak pernah berpikir untuk menjual negerikku, dan aku tak sudi negeriku dikuasai asing!” Bentak Pak Tua. Dan tiba-tiba suara dentuman senjata diiringi terjangan peluru yang bersarang di dadaku membuat aku hanya terpana, merasakan jiwa melayang tanpa dapat berkutik lagi.

Keesokan harinya, tanggal 11 Januari 2030, aku memandangi tubuhku yang sudah melepuh menjadi abu dan ditaburkan ke birunya laut Pantai Selatan, tempat aku bermunajat selama ini. Ah, aku juga memiliki kecintaan pada negeri ini, tapi aku juga memiliki kecintaan pada rakyat leluhurku, cinta ini abadi. Mekar bersama jutaan cinta yang masih memegang harapan padaku.

Tapi aku bukan pahlawan. Bukan pula seseorang yang mampu mengangkat derajat serta harkat dan martabat bangsa. Bukan pula seseorang yang dikenal orang banyak sebagai peneriak moral. Aku hanya seseorang yang ingin berbagi kemakmuran negeri yang kutinggali bersama orang-orang di tanah leluhur yang sudah kehabisan tanah pengharapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun