Ordo Sanctae Crucis (OSC) atau Ordo Salib Suci, merupakan salah satu dari sekian banyak tarekat religius Katolik. Bagi yang belum tahu, tarekat atau ordo adalah sebuah komunitas religius katolik yang didalamnya ada biarawan dan biarawati. Artinya, semua biarawan dan biarawati Katolik pasti akan terdaftar dalam salah satu tarekat religius. Secara umum, masing-masing dari tarekat atau ordo ini akan memiliki cara hidup, spiritualitas, dan aturan hidupnya masing-masing.Â
Diantara tarekat dan ordo ini, salah satunya adalah OSC. Nah, selanjutnya, kenapa penulis menyebut ordo ini sebagai si tua yang tetap eksis? Yuk simak penjelasannya.
Tahukah Anda, OSC adalah salah satu ordo paling tua di dunia. Ordo ini sudah ada sejak awal abad ke-13, atau tepatnya pada tahun 1210. Artinya, ordo ini sudah berumur lebih dari 800 tahun. Dengan umur setua itu, bisa kebayang kan kalau ordo ini harus berulang kali membuat perubahan supaya sesuai dengan situasi zaman.Â
Dalam perjalanan sejarahnya, ordo ini juga harus berulang kali mengalami jatuh dan bangun. Bahkan, uniknya, ada saat dimana anggota ordo ini hanya menyisakan satu orang saja lho. Hmm..., kok bisa ya ordo ini masih bertahan hingga sekarang? Untuk mengetahui rahasianya tentu saja kita harus mengulik sejarahnya.
Abad XII-XIV
Periode waktu ini adalah masa-masa awal kemunculan OSC. Pada masa ini Gereja sedang menghadapi polemik yang sangat berat. Pada satu sisi, Gereja mengalami konflik skismatik yang mengancam persatuan Gereja.Â
Selanjutnya, perang salib juga muncul untuk mempertahankan sumber sejarah tanah suci. Belum lagi banyak bermunculan ajaran-ajaran sesat yang semakin memperburuk suasana. Namun, dalam kondisi seperti inilah muncul berbagai komunitas religius yang berusaha mengatasi berbagai masalah tersebut dan menjadi pelopor gagasan-gagasan baru.
Pada masa inilah mucul seorang tokoh besar Bernama Theodorus de Celles, seorang anak bangsawan dan sekaligus mantan ksatria dalam perang salib. Theodorus bersama dengan teman-tamannya akhirnya membentuk sebuah komunitas religius di kapel St. Theobaldus, Huy, Belgia Selatan.
Di tempat inilah mereka menghidupi hidup sebagai biarawan. Pembentukan awal ordo ini diketahui sekitar tahun 1210 dengan nama Ordo Santae Crucis Canonicorum Regularum Sub Regula S. Augustini (nantinya akan disingkat Ordo Santae Crucis). Akhirnya, ordo ini berkembang dan menyebar ke Prancis, Inggris, Skotlandia, Jerman, dan Belanda.
Abad XV-XVII
Hidup membiara OSC mulai hidup baik dari kekayaan rohani maupun kualitas hidup. Humanisme juga mulai masuk kedalam biara sehingga mulai muncul perpustakaan dan scriptorium (sebuah tampat penyalinan naskah-naskah). Sebelum memasuki abad keenam belas, OSC mulai menyusun seperangkat aturan dan konstitusi sebagai bagian dari identitas hidup mereka.Â
Namun, di tengah kesibukan pencarian jati diri ini, pada saat yang sama Gereja Eropa menghadapi gerekan-gerekan reformasi yang sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan OSC. Mereka bahkan hampir kehilangan arah.Â
Dalam kondisi seperti inilah OSC berusaha untuk mencari cara agar mereka tetap bisa bertahan. Humanisme yang semakin berkembang juga mendorong para pemimpin ordo saat itu untuk mengikuti perkembangan zaman. Pada awal abad ketujuh belas, usaha mereka membuahkan hasil. OSC mulai membangun pijakannya dengan memasuki berbagai universitas di Eropa.
Abad XVIII-XIX
Pada abad kedelapanbelas, Eropa diliputi pergolakan fiscal, termasuk juga memengaruhi cara pandang sosio-kultural masyarakat pada saat itu. Hal ini tentu saja berpengaruh besar pada kehidupan spiritual dari komunitas religius, termasuk OSC. Revolusi Prancis diikuti munculnya sekularisme menimbulkan perubahan cara pandang masyarakat pada Gereja dan juga agama.Â
Pada akhirnya, dalam ordo sendiri mulai muncul pertentangan-pertentangan tentan hidup bersama dan kebebasan pribadi. Hidup membiara juga mulai kehilangan dayanya karena dianggap tidak sesuai dengan pola berpikir sekular.Â
Para pemimpin bersusaha meredam gejolak pada saat itu tanpa membuahkan hasil yang signifikan. Pada masa inilah ordo seolah kehilangan cahayanya. Hidup membiara tidak lagi menjadi populer dan ditinggalkan oleh anggota-anggotanya. Bahkan, biara pertama OSC di Huy ditutup sejak wafatnya Prior-General Jaques Dubois (1796). Pada saat itu, hanya ada empat anggota OSC yang tersisa.
Abad XIX-XX
Pada masa ini ordo kembali memperoleh angin segar. Tahta Kerajaan Belanda yang mengalami pergantian kepemimpinan mendorong munculnya suatu jalan baru bagi ordo. Keempat anggota yang dipimpin oleh Jakobus van Winden menerima anggota baru yaitu seorang imam sekulir Henricus van den Wijmelenberg (40 tahun).Â
Henricus inilah yang membawa perubahan besar bagi ordo. Setelah menjadi Komisaris-General ordo, Ia melakukan upaya untuk membangkitkan kembali OSC. Dalam sekejab, biara OSC di Uden dibanjiri banyak calon. Pada tahun 1845, biara tersebut penuh sehingga mendorong pembangunan biara di Diest (1845) dan Maaseik (1855).
Pada tahap ini, kehidupan vita mixta (memperhatikan karya di luar biara tanpa melupakan doa harian di komunitas) juga mengalami perkembangan. Bahkan, Roma juga memberi izin bagi ordo untuk mulai terlibat dalam karya di luar Eropa seperti di Amerika pada abad kesembilan belas. Pemerintahan Hencricus van Wijmelenberg mendorong perubahan pada tiga dimensi dalam ordo.Â
Pertama, dengan mempelajari arsip dan juga sejarah ordo, dia memulihkan bentuk organisasi dan juga kewenangannya. Kedua, dia menekankan hidup vita mixta dan membangun seminari sebagai wadah pembinaan generasi muda ordo. Ketiga, dia menekankan disiplin, askese, dan liturgi sebagai bagian dari identitas ordo.
Abad XX-XXI
Sejak kebangkitan ordo yang dirintis oleh Henricus van den Wijmelenberg, banyak upaya pembaruan yang dilakukan oleh penerusnya. Cotohnya, kolose didirikan dan sistem pendidikan menjadi semakin baik; Seminari mendapat perhatian serius; di daerah sekitar Belanda mulai dipromosikan hidup vita mixta.Â
Karya-karya ordo juga semakin terlihat di daerah seperti Jerman dan Belgia. Misi-misi baru mulai dibuka di daerah Brasil, Amerika Selatan; Kongo pada tahun 1920; dan Indonesia pada 1927. Propinsi-propinsi ordo juga mulai dibangun di Amerika Serikat (Santa Odilia), Uni Eropa (Theodorus de Celles), Indonesia (Sang Kristus).Â
Ada juga wilayah pro propinsi di Kongo (Martir de Bondo), Brasil (Senhor Bom Jesu), dan wilayah administrasi Papua (Wahyu Salib) yang kini sudah bergabung dengan Propinsi Sang Kristus Indonesia.
Itulah jejak perjalanan si tua yang sampai sekarang masih hidup dan eksis. Meski melalui pejalanan yang berliku-liku, ordo ini ternyata tak pernah mati, dan justru memiliki semangat untuk terus berkembang dan memperbaharui di dari zaman ke zaman. Somoga bisa menjadi inspirasi bahwa tidak peduli seberat apa pun pencobaan hidup, selalu ada jalan untuk bangkit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H