Diantaranya, negara harus mampu menjaga keharmonisan antara Islam dan demokrasi sehingga tidak terjadi benturan pemahaman dan gejolak sosial politik yang dapat menimbulkan perpecahan bangsa. Â
      Indonesia adalah negara demokrasi dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Menurut laporan Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) tahun 2024, jumlah penduduk Muslim di Indonesia sebesar 240,62 juta jiwa pada 2023, atau sekitar 86,7% dari jumlah penduduk secara nasional sebesar 277,53 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia juga menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah India (1,4 miliar jiwa) dan Amerika Serikat (340 juta jiwa).
Besarnya jumlah pemeluk Islam di Indonesia sangat mempengaruhi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk dalam menentukan ideologi bangsa, perundang-undangan dan sistem hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga nilai-nilai Islam akan ikut menyumbang dan menjiwai dalam pembentukan dasar negara, penyusunan peraturan dan produk hukum serta konstitusi lainnya.
Keberhasilan Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar dunia diwujudkan dengan terciptanya kedamaian dan kerukunan dalam masyarakat yang selama ini terjalin dengan harmonis. Apalagi Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman budaya, agama, suku bangsa dan bahasa. Hal ini mendapat perhatian besar dunia, khususnya negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Menurut mantan Ketua DPR, Marzuki Ali seperti dikutip di www.marzukieali.com edisi 10 Agustus tahun 2012, negara Muslim seperti Afganistan datang untuk belajar demokrasi di Indonesia. Mereka ingin mengetahui bagaimana penerapan praktik demokrasi sehingga dapat berjalan ditengah mayoritas umat Islam.
Sebagai negara demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tantangan yang sangat besar dalam mencapai tujuan negara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tantangan tersebut tidaklah mudah, ditambah dengan mega diversifikasi (keberagaman) budaya, agama, suku, bahasa serta keyakinan, dengan tingkat kesenjangan sosial ekonomi yang masih tinggi. Tantangan ini harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber pemecah belah persatuan bangsa. Kemampuan berdialektika dan berkelindan dibutuhkan dalam pergulatan menuju Indonesia yang lebih maju dan beradab dalam bingkai Indonesia emas tahun 2045.
Islam merupakan komponen terpenting sebagai penopang terbesar dalam perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia. Walaupun Indonesia bukan negara yang berdasarkan atas agama (teokrasi), namun agama telah menjadi inspirasi dan terus berkontribusi sebagai perekat sosial dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Timbal baliknya, negara memberikan ruang yang sangat terhormat kepada agama, sehingga agama dapat tumbuh dengan subur. Pemeluk agama dan kepercayaan pun dapat beribadah dengan nyaman. Kehidupan agama yang harmonis menjadikan agama tidak sekadar menjadi perhiasan negara, namun menjelma sebagai sebuah panorama indah di bumi nusantara.
Perjalanan demokrasi di Indonesia dari awal kemerdekaan hingga abad ke-21, mendapat tantangan, terutama dari kelompok Islam. Meski sebenarnya sebagian besar kalangan Muslim Indonesia tidak mempermasalahkan hubungan antara Islam dan demokrasi. Hanya segelintir orang yang menyatakan bahwa syariah Islam tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
Penentangan ini menimbulkan arus pemikiran yang tak pernah surut untuk menemukan solusi paham terbaik bagi bangsa ini. Konsep alternatif bentuk negara selain demokrasi di Indonesia akan terus bergema dan selalu menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Â
Akhirnya muncul wacana sebagian kelompok muslimin yang ingin mengganti sistem demokrasi dengan konsep negara berbasis agama. Seperti kemunculan Hizbut Tahrir yang mengusung sistem khilafah dalam tata kelola negara menjadi sebuah contoh kritik bagi pelaksanaan demokrasi di sejumlah negara muslim, termasuk Indonesia.