Saya kaget bukan main membuka aplilasi BPKH. Setelah saya buka saldo dana haji saya, nilai manfaatnya turun tajam. Pada semester 2 tahun 2022 ini, nilai manfaatnya hanya 0,4%.Â
Pada semester 1 tahun 2022 nilai manfaatnya 0,7%. Jadi total nilai manfaat tahun 2022 sebesar 1,1% setahun. Dengan dana awal Rp 25 juta yang disetorkan di BPKH , nilai manfaat ini sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan bunga deposito bank yang rata-rata diatas 2% setahun. Misal Bank Mandiri memberi bunga deposito sebesar 2,5% setahun.Â
Nilai manfaat BPKH lebih kecil dibanding tahun 2021 yang total mencapai 1,7%. Mengecilnya jumlah nilai manfaat ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain, rendahnya return dari dana yang dikelola BPKH yang totalnya mencapai Rp 160 triliun lebih.Â
Kemudian pengeluaran-pengeluaran yang tinggi untuk gaji dan karyawan BPKH yang konon gaji Direkturnya ratusan juta, penggunaan dana untuk kepentingan lain misalnya sumbangan dan sebagainya serta subsidi untuk jamaah haji yang berangkat.Â
Sejak tahun 2010, ternyata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) reguler sudah disubsidi dari nilai manfaat. Jumlahnya tiap tahun terus membengkak sehingga menggerus nilai manfaat.Â
Misalnya biaya haji tahun 2022 yang real adalah Rp 81 juta sementara yang dibayar oleh jamaah haji reguler hanya Rp 40 juta, sisanya Rp 41 juta dari nilai manfaat. Porsinya ini cukup besar karena 49% dibayar jamaah sedangkan 51% ditanggung renteng oleh puluhan ribu jamaah waiting list melalui nilai manfaat.Â
Pada tahun 2023, kementerian agama telah menghitung biaya perjalanan haji tahun 2023 sebesar Rp 98 juta. Rencananya 70% diatnggung jamaah atau Rp 65 juta dan 30% disubsidi dari nilai manfaat atau Rp 35 juta. Dengan asumssi subsidi Rp 35 juta dan jamaah haji Indonesia reguler 200 ribu tahun ini, maka nilai manfaat yang dipakai mencapai Rp 7 triliun. Nilai ini setara dengan hampir 5% dari dana seluruh jamaah yang dikelola yakni Rp 166 triliun.Â
Jika penggerusan dana 5% setiap tahun dilakukan BPKH untuk mensubsidi jamaah, sedangkan nilai manfaat misalnya hanya 2% per tahun maka, dana haji dipastikan tinggalnya pokoknya saja pada tahun 2030.Â
Artinya jamaah yang berangkat haji setelah tahun 2030 tidak akan mendapat subdisidi alias membayar full BPIH. Asumsinya biaya haji tahun 2030 adalah Rp 150 juta, maka akan ditanggung seluruhnya oleh jamaah.Â
Sah dan TidakÂ
Haji itu untuk yang mampu. Dari teori itu jika BPIH itu disubsidi, berarti ada ketidakmampuan jamaah atau kesalahan administrasi dalam pengelolaan dana haji. Mestinya dana haji itu dibayar sendiri jamaah tanpa subsidi dari siapapun.Â
Subsidi menunjukkan bahwa jamaah tidak mampu membayar full BPIH. Artinya jamaah belum memenuhi unsur istito'ah dan tidak wajib berhaji bagi yang tidak mampu. Atau sebenarnya jamaah mampu membayar full, tapi tidak dimampukan oleh BPKH dengan subsidi.
Jelas subsidi menguntung yang berangkat haji duluan dan merugikan jamaah haji yang berangkat belakangan. Skema ponzi akan berlaku disini dengan minimnya nilai manfaat. Artinya dengan nilai manfaat yang kecil yang didapat jamaah haji waiting list karena diambil untuk mensubsidi jamaah haji yang akan berangkat. Jamaah haji reguler yang berangkat belakangan akan dirugikan karena tiap tahun nilai manfaatnya diambil oleh jamaah yang berangkat duluan.Â
Bagaimana hukumnya ini? apakah diperbolehkan nilai manfaat jamaah haji waiting list digunakan untuk memberangkatkan jamaah haji yang berangkat lebih dulu. Sebab tidak ada perjanjian atau persetujuan dari jamaah haji waiting list, jika dana manfaatnya akan digunakan untuk mensubsidi jamaah haji yang berangkat. Ahli fiqih perlu segera membuat kajian mengenai hukum keabsahan haji seperti ini sehingga tidak ada yang dirugikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H