Artinya, "Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan "khoira" harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa)."
      Dalam ayat tersebut Allah lagi-lagi menggunakan kata "khoiron" untuk mendefinisikan harta peninggalan yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa meninggalkan harta yang banyak untuk memastikan anak keturunan kita tidak membebani orang lain adalah suatu kebaikan.
Nabi Muhammad SAW juga berpesan"Meninggalkan ahli warismu dalam keadaan cukup, itu jauh lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan fakir". Hadis ini merujuk dari 'Amir bin Sa'ad, dari ayahnya. Sa'ad adalah salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Beliau berkata bahwa Rasulullah SAW menjenguknya ketika haji Wada', tersebab sakit keras. Sa'ad pun berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?" Beliau menjawab, "Tidak."
Sa'ad bertanya lagi, "Bagaimana kalau separuhnya?" Beliau menjawab, "Tidak." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau sepertiganya?" Beliau menjawab, "Sepertiga itu banyak (atau cukup besar). Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Alah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu."(Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari no. 4409 dan Muslim no. 1628).
Hadis tersebut menyiratkan bahwa Islam mengajarkan kepada para pengikutnya agar harta peninggalan lebih baik diserahkan pada ahli waris. Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga mereka agar tetap hidup dalam keadaan berkecukupan. Hal ini tentu lebih baik dibandingkan menelantarkan mereka sehingga hidup meminta-minta atau menjadi pengemis. Islam pun menyampaikan bahwa seseorang yang berniat mencari rida Allah ketika mencari dan memberi nafkah, akan membuahkan pahala. Untuk itu, umat Islam harus berjuang menjemput rezeki Allah sehingga bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya. Apalagi Allah SWT lebih menyukai muslim yang kuat daripada muslim yang lemah.
Artinya, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicinta
Meski sudah disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur'an dan hadis, nyatanya masih ada sebagian pemuka agama yang mendoktrin umat Islam untuk fokus pada kehidupan akhirat saja dan cenderung mengesampingkan dunia. Sering kali kita mendengar ungkapan bahwa hidup di dunia hanya sebentar saja, buat apa menumpuk harta, toh mati tidak dibawa? Mengapa harus bersusah payah mencari rezeki? Toh rezeki itu sudah ada yang mengatur. Seolah-olah menjadi kaya hanya akan membuat lupa pada kehidupan akhirat.
Pendapat di atas sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi, jika disampaikan pada orang atau momen yang tidak tepat akan melemahkan semangat kaum muslim untuk meraih kesuksesan. Misalnya saja seorang pemuda yang baru lulus kuliah. Ketika ia langsung didoktrin dengan dalil-dalil agar menjauhi kehidupan duniawi, pada akhirnya akan menyebabkan pemuda tersebut kehilangan daya saing memenangkan persaingan ekonomi dan bisnis.
Seharusnya, pemuda yang baru lulus kuliah atau mereka yang hendak terjun di dunia kerja diberikan suntikan semangat agar mau bersaing dan memberdayakan dirinya dengan semaksimal mungkin. Dengan begitu mereka akan memiliki semangat yang kuat untuk meraih kesuksesan pendidikan, bisnis dan mampu meraih jabatan-jabatan penting strategis serta seluruh prestasi keduniaan lainnya. Doktrin yang justru melemahkan mereka untuk berdaya saing tinggi justru akan menyebabkan kemunduran bagi generasi muda Islam. Â
Maka, dalil-dalil untuk mengingatkan jangan sampai terlena pada dunia, akan lebih sesuai bila diberikan kepada orang yang sudah sukses atau sudah berumur lanjut. Orang yang sukses memang harus diingatkan agar tidak terlena dengan kesuksesannya, dan harus menjadikan kesuksesan dunianya menjadi kesuksesan akhirat. Begitupun orang yang berusia lanjut, harta yang dimiliki seyogyanya dimanfaatkan pada jalan-jalan kebaikan sebagai bekal menuju kematian.
Pada intinya Islam tidak pernah melarang para pengikutnya untuk memiliki harta yang melimpah, tetapi justru banyak dalil yang menganjurkannya. Dengan harta, setiap muslim bisa menolong saudaranya, mengenalkan agamanya, dan tentu tidak menutup kemungkinan menjayakan negaranya. Oleh karena itu, menjadi kaya merupakan kewajiban setiap muslim.