[caption caption="Sumber Ilustrasi: Dok. Pribadi"][/caption]Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung Amerika Serikat mengesahkan hukum pernikahan sesama jenis bagi warganya. Keputusan pemerintah AS ini mengundang reaksi keras dari Negara-negara yang masih mengutamakan nilai moral dan budaya. Bahkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa menentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual)
Di tengah suasana bulan suci Ramadan yang menaungi umat Islam dunia, tiba-tiba mata dunia sontak terbelalak. Adalah negeri paman Sam, dimana Mahkamah Agung AS mengesahkan pernikahan sesama jenis yang dikenal dengan kelompok LGBT. Pemerintah Barack Obama sepertinya tidak berdaya dan menggunakan payung hak asasi manusia untuk melegalkan LGBT.
Tentu apa yang diputuskan MA Amerika Serikat ini mengundang pro dan kontra. Masyarakat yang tergabung dalam aktifis HAM dan kaum LGBT menyambut suka ria. Namun tak sedikit masyarakat yang mencela keputusan yang sangat konyol tersebut. Khususnya Negara-negara yang masih memegang teguh moral dan etika menolak tegas keputusan tersebut.
Indonesia sebagai Negara Pancasila jelas tidak sependapat dengan pemerintah Obama. Dalam sila pertama Pancasila, menyatakan bahwa bangsa Indonesia mengakui Ketuhanan yang Maha Esa. Penjabarannya dalam pasal 29 UUD 1945 dimana Negara menjamin agar setiap warga Negara untuk melaksanakan ajaran agamanya.
Ada 6 agama di Indonesia dan kesemuanya tidak setuju pernikahan sesama jenis. Apalagi agama mayoritas di bumi nusantara adalah Islam yang sangat tegas menolak hal tersebut. Bahkan dalam kitab suci al Qur’an dikatakan Allah melaknat kaum Luth dan menghukumnya dengan azab yang pedih tatkala kaum Sodom yang berkelakuan homo seksual.
Jelas apa yang diputuskan oleh pemerintah adidaya AS, sangat mengebiri budaya dan dan melanggar etika dan kodrat manusia. Apalagi manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan memiliki kodrat menikah untuk menghasilkan keturunan. Dimana hal itu tidak dapat dilakukan dalam perkawinan sesame jenis.
Maka, sudah sepantasnya masyarakat Indonesia menolak apa yang disahkan oleh MA Amerika. Pemerintah semestinya juga membuat aturan yang tegas mengenai hal ini untuk menghindari kemaslahatan umat. Tokoh agama dan pemuka masyrakat harus bersuara lantang menghimbau umatnya agar tidak terpangaruh dengan apa yang terjadi di negeri AS.
Penolakan Tokoh dan Pemerintah
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, Yunahar Ilyas mengatakan, pengesahan pernikahan sesama jenis merupakan contoh yang buruk dan tidak layak ditiru.
“Indonesia negara yang rakyatnya beragama dan berTuhan. Sekarang agama apa yang membolehkan? Islam sudah jelas melarang, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, enggak ada yang membolehkan,” kata dia kepadaRepublika, Selasa (30/6).Sementara itu di tempat terpisah, Anggota DPD RI dan Ketua Yayasan Anak Bangsa Mandiri dan Berdaya, Fahira Idris, menilai lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LBGT) tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“Menikah (cinta) sesama jenis itu merupakan larangan, bukan pilihan. Agama mana pun melarangnya, termasuk dasar negara kita,” kembali Fahira menegaskan.
Adanya usulan untuk melegalkan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) dari sebuah kelompok masyarakat ditanggapi serius oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag menyatakan bahwa LGBT tidak dapat diterima karena bertentangan dengan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa sebuah pernikahan harus berlandaskan nilai dan norma agama.
“Sesuai Pancasila utamanya sila pertama, negara hanya mengakui pernikahan yang dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar pembentukan keluarga. Untuk itu, Pemerintah berupaya memperkuat eksistensi lembaga perkawinan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sebagai hal yang suci dan terhormat. Karenanya isu kebebasan yang diusung oleh kalangan yang menamakan dirinya LGBT tidak dapat diterima dalam masyarakat Indonesia yang beragama,” kata Menag, seperti dikutp Republika.co.id.
Dikatakanya, mereka yang mengalami problem penyimpangan karena berbagai sebab, perlu diberi solusi yang baik. Tidak dengan memusuhi dan memberi sanksi sosial sebab hal tersebut akan semakin menjauhkan mereka.
“Kita tidak boleh memusuhi mereka yang menderita kelainan. Kita harus merangkul mereka, tetapi bukan berarti kita membenarkan sesuatu yang menyimpang,” terang Menag.
Menag menambahkan, fenomena homoseksualitas tidak dapat diterima dalam hukum nasional yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa karena tidak saja bertentangan dengan ajaran semua agama, namun juga menghancurkan kemanusiaan. Karena itu semua pihak harus berupaya mengatasi gejala yang semakin mengkhawatirkan tersebut.
“Perkawinan adalah peristiwa sakral, prosesi ibadah, dan karena itu harus dilaksanakan sesuai ajaran agama,” ungkap Menag.
Dudun Purbakala Pengamat Pancasila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H