Pergaulan bebas yang terlihat sehari-hari di kehidupan masyarakat kita sangat mengkhawatirkan.
Pergaulan bebas yang dimaksud adalah campur aduknya antara laki-laki dengan perempuan.
Usia muda adalah usia di mana aturan hanya sebatas norma yang tak perlu ditaati.
Dikutip dari The American College of Obstetricians and Gynecologists, satu dari lima remaja berusia 9-17 tahun saat ini memiliki gangguan kesehatan mental.
Jiwa pemberontak timbul terutama di usia 9-17 tahun. Gejala ini terindikasi saat mereka cuek terhadap aturan, sekalipun dengan aturan agama.
Kerawanan mental di usia muda memang sangat wajar, akibat buruk dari pergaulan yang tak terkendali.
Ada beberapa hal yang termasuk dalam kenakalan remaja.
Pertama, konsumsi narkoba. Konsumsi narkoba bagi remaja merupakan wujud dari proses keingintahuan yang sangat.
Apa yang dia lihat sepertinya menyenangkan dan patut dicoba, saat dia terjebak dalam lingkaran peredaran narkoba kemudian menjadi pemakai lalu ketagihan maka coba-coba tadi menjadi kecanduan dan berakibat fatal. Dia tidak bisa kembali ke kehidupan yang normal sebelum ia mengenal narkoba.
Kedua, kenakalan remaja dalam hal tawuran. Tawuran sejatinya adalah ungkapan bahwa mereka mampu, bisa berkuasa, lebih dari orang lain.
Dengan demikian mereka ekspresikan kelebihan itu melalui tarung bebas di jalanan yakni dengan tawuran, padahal efek negatif terlalu banyak jika kita rinci dalam tawuran tersebut.
Ketiga, pencurian. Telah banyak dilaporkan pencurian yang dilakukan mayoritas remaja dan anak di bawah umur.
Para remaja ini dibina biasanya oleh para residivis. Mental yang labil dapat dengan mudah terjerumus dalam kriminalitas.
Keempat, menjalin hubungan bebas antar lawan jenis. Remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas berawal dari intensnya pertemuan.
Hal ini awal dari kecerobohan masa depan mereka, sebab dengan kecerobohan inilah garis hidup rumah tangga mereka bermula.
Saat semuanya sudah terlanjur dan tidak bisa diulang lagi, apa pun yang terjadi harus ditanggung dan akan menjadi beban hidup selanjutnya.
Pergaulan bebas antar remaja yang kemudian menjadi satu bencana besar, di mana seksualitas dieksploitasi sedemikian rupa yang berujung dengan kehamilan.
Terpaksa, mau tidak mau mereka harus menjalankan pernikahan dini karena dalam agama dan tradisi di Indonesia itulah solusi untuk meredam dari gunjingan orang-orang.
Kenakalan remaja yang sangat krusial untuk diantisipasi dari keempatnya adalah yang terakhir, yaitu pergaulan bebas.
Seperti yang diulas singkat di atas, pergaulan bebas akan memengaruhi kehidupan mereka berdua selanjutnya.
Satu rumah tangga yang dibina atas dasar keterpaksaan, Married by Accident atau pernikahan terjadi karena kecelakaan, tentu akan berefek negatif terhadap keberlangsungan rumah tangga seterusnya.
Bisakah rumah tangga yang dibangun atas dasar keterpaksaan, menjadi sebuah rumah tangga yang layaknya diidamkan oleh orang banyak yaitu sakinah mawadah wa rahmah? Adanya ketenangan, kasih sayang, cinta kasih antara suami-istri.
Atau pernikahan yang dibangun atas dasar keterpaksaan ini akan menimbulkan keributan, kericuhan dan pertengkaran di kehidupan selanjutnya.
Rumah tangga itu tidak ada sekolahnya, sekali lagi kita tidak bisa menduga apa yang akan terjadi saat status pernikahan yang berlangsung karena keterpaksaan.
Sedangkan banyak sekali pernikahan yang direncanakan dengan begitu apik, sampai-sampai mampu menghadirkan orang-orang terkemuka, public figure atau bahkan kelas presiden bisa dihadirkan untuk memenuhi undangan pernikahan, tetapi tidak menjamin keberlangsungan rumah tangganya ada dalam ketenteraman, ketenangan.
Bahkan pernikahan-pernikahan selebriti yang sering kita dengar dan sering kita lihat terkadang pernikahan mereka hanya mampu bertahan seumur jagung saja.
Ada banyak hal yang mendorong atau menjadi motif mereka mengakhiri rumah tangga.
Jadi, tidak perlu pesimis bagi pelaku pernikahan yang dibangun di atas keterpaksaan.
Ada semacam adagium "nasi sudah menjadi bubur," hal tersebut memang tidak salah tapi bagaimana caranya bubur itu menjadi bubur spesial sehingga yang tadinya biasa-biasa saja, -yang awal mulanya penuh dengan keterpaksaan, tekanan, aib, rasa malu dan sebagainya bisa kita ubah menjadi nyaman dan damai. Tentu dengan satu syarat memperbaiki diri.
Dalam literatur Islam perbaikan diri disebut dengan taubat. Pelakunya diwajibkan berniat sebenar-benarnya taubat kemudian membenci perilaku tersebut yang menjerumuskan mereka berdua ke dalam lembah keterpaksaan, bahkan dianjurkan untuk selalu bertaubat setiap hari.
Dengan Keyakinan itu bisa jadi yang tadinya sebagai tekanan dan keterpaksaan berubah total menjadi kenyamanan dan kedamaian dalam rumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H