Sejatinya perbedaan kasta hanyalah memelihara ego bahwa seseorang memiliki status sosial lebih dari orang lain.
Pada faktanya semua manusia terlahir sama, satu sisi punya kelebihan sisi lain pasti ada kekurangan.
Rumah tangga harus benar-benar berpijak pada satu pijakan yang sama yakni pahit manis jalani bersama.
Saat jiwa menyatu maka kasta itu melebur menjadi satu dan menghilang dalam ikatan rumah tangga.
Maka mengapa jika kesepakatan telah terbina dalam bingkai rumah tangga harus tergerus nafsu sesaat, mengungkit kasta yang sejatinya telah tiada.
Demikianlah hidup berumahtangga, tidak akan pernah sepi dari berbagai masalah yang mendera.
Kasta hanyalah pemicu saja saat hati gundah karena dorongan emosi jiwa. Memendam rasa beda kasta hanya membiarkan bom waktu saja yang siap meledak setiap saat.
Fitrah manusia adalah sama semua terlahir tidak membawa apa-apa dan tidak ada pengetahuan apa pun.
Lantas ego manusialah yang membeda-bedakan diri mereka sendiri.
Jika beda kasta akan membuat pernikahan tak bahagia maka seyogianya setiap calon pengantin mempertimbangkannya jauh-jauh hari sebab hal tersebut akan mencederai kesakralan rumah tangga mereka di masa datang.
Di samping mencederai kesakralan rumah tangga, keyakinan beda kasta juga bisa menghina nilai-nilai kemanusiaan di mana manusia setara secara asasi.