Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Delegasi Sebuah Kultur Pelanggengan Kepemimpinan

2 Juli 2023   18:05 Diperbarui: 2 Juli 2023   18:10 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dulu kepemimpinan merupakan sesuatu yang diidamkan oleh kebanyakan orang.

Namun dari sekian banyak kepemimpinan ada beragam karakter pemimpin ada yang berkarakter otoriter, karismatik, demokratis, transformasional dan lainnya.

Dari sekian banyak karakter pemimpin, hanyalah seorang pemimpin yang terbuka yang mendapat reaksi positif dari pengikutnya.

Berbeda dengan tipe pemimpin yang otoriter mereka selalu berakhir dengan tragis, entah terbunuh atau paling tidak di kudeta oleh lawan politiknya.

Kepemimpinan ini tidak hanya merujuk kepada satu kepemimpinan yang besar saja seperti sebuah wilayah atau negara, tapi bisa juga merujuk kepada pimpinan-pimpinan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.

Seorang pemimpin yang punya karakter otoriter dia selalu dibayang-bayangi dalam kepemimpinannya itu rasa was-was, siapa tahu suatu hari kepemimpinannya ini akan direbut orang atau ditikam dari belakang.

Rasa was-was tersebut memunculkan rasa kewaspadaan yang berlebihan dengan menyisir dan mengantisipasi setiap musuh yang diperkirakan akan muncul bahkan dari dalam ruang kepemimpinannya sendiri (internal).

Tidaklah mengherankan bagi seseorang yang memiliki karakter otoriter, dia sangat takut kedudukannya dicegah dengan jalan yang membahayakan kedudukannya, keluarganya dan nyawanya sendiri.

Oleh karena itu benih-benih pertentangan apa pun saat terlihat, maka harus secepatnya dimusnahkan. Gaya kepemimpinan yang otoriter memunculkan kepemimpinan yang urakan tidak teratur, semau gue dan cenderung ugal-ugalan dalam memimpin.

Sementara kepemimpinan yang terbuka cenderung mengedepankan musyawarah dan mencari solusi yang terbaik melalui pendapat kebanyakan orang. Untuk hal terakhir ini dikenal dengan sistem demokrasi seseorang tidak dapat memaksakan kehendaknya bahkan seorang pemimpin pun tidak bisa semena-mena.

Dua cara kepemimpinan inilah yang sering mengemuka di hadapan kita, antara kepemimpinan otoriter dan kepemimpinan yang demokratis. Kepemimpinan islam lebih condong ke arah demokratis walaupun tidak sepenuhnya demokratis karena di dalam Islam ada sumber hukum yang lebih menentukan dalam segala hal yaitu adanya sumber hukum ilahiyah atau orang sering disebut dengan kepemimpinan yang bercorak teokrasi.

Teokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana prinsip-prinsip Ilahi memegang peran utama. jadi kepemimpinan dalam Islam adalah kebijakan yang berlaku dengan dijiwai perintah Tuhan.

Kepemimpinan ala Nabi

Umat Islam dalam sejarah memiliki kepemimpinan yang bercorak teokrasi, yaitu sejak zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sampai 4 khalifah Rasyidah yang menyandarkan segala kebijakannya berdasarkan panduan dari ayat-ayat suci Ilahiyah, bisa bertindak tegas, lugas juga bisa bertindak moderat.

Kepemimpinan nabi ini berjalan atas bimbingan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. kepemimpinan ala minhajinubuwwah ini berakhir sampai khalifah terakhir yakni Ali bin Abi Thalib, dan mulailah zaman fitnah menerpa kaum muslimin.

Dalam kepemimpinan ala nabi ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mendominasi kepemimpinan itu sendiri. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai manusia menyadari akan keterbatasan diri, sementara medan dakwah semakin hari semakin luas.

Kepemimpinan ini oleh Nabi disiasati dengan strategi delegasi banyak di antara para sahabat yang menjadi duta dakwah yang menjalankan misi Islam mewakili Nabi Muhammad Saw.

Banyak sahabat yang menjadi delegasi nabi seperti sahabat Mush'ab Bin Umair ke Madinah, sementara Mu'adz Jabal ke Yaman dan banyak lagi yang lainnya.

Pendelegasian Sebagai Tanda Jalannya Kepemimpinan

Sebuah organisasi tanpa pendelegasian sama saja dengan mati suri. Pendelegasian sama dengan regenerasi bagi sebuah organisasi, lembaga atau institusi dan semacamnya. Jika tanpa ada regenerasi maka lambat laun dia akan mati seperti sebuah kisah sejarah yang sampai di akhir halaman, berakhir Pula sejarahnya.

Namun pada sebagian pemimpin ada yang anti regenerasi, bahkan hanya untuk mengerjakan hal-hal yang sepele dia sampai terjun menanganinya sendiri tanpa mendelegasikan kepada orang lain sebagai pelanjut kepemimpinan.

Ada beberapa alasan mengapa sebagian pemimpin tidak mau mendelegasikan tugas mereka sebagai wujud regenerasi. Beberapa alasan yang mungkin termasuk:

1.Ketakutan kehilangan kendali: Beberapa pemimpin mungkin merasa tidak nyaman atau takut kehilangan kendali atas situasi atau keputusan yang diambil jika mereka mendelegasikan tugas. Mereka mungkin merasa bahwa mereka lebih kompeten atau mampu mengambil keputusan yang lebih baik daripada orang lain.

2.Kurangnya kepercayaan: Pemimpin yang enggan mendelegasikan tugas mungkin merasa kurang percaya pada kemampuan atau kualifikasi anggota tim mereka. Mereka mungkin merasa bahwa hanya mereka yang dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan tidak percaya bahwa anggota tim mereka dapat menjalankan tugas dengan baik.

3.Rasa ingin terlihat penting: Beberapa pemimpin mungkin ingin mempertahankan perasaan kepentingan atau dominasi dengan menangani semua tugas penting secara pribadi. Mereka mungkin percaya bahwa dengan memegang kendali penuh, mereka akan dihormati atau dianggap penting oleh orang lain.

4.Kurangnya pemahaman tentang pentingnya delegasi: Pemimpin yang tidak memahami pentingnya delegasi dalam proses regenerasi mungkin tidak menyadari manfaat jangka panjangnya. Mereka mungkin berfokus terlalu banyak pada tugas-tugas sehari-hari dan tidak melihat gambaran yang lebih besar tentang pengembangan tim dan organisasi.

5.Kekhawatiran tentang kesalahan atau kegagalan: Beberapa pemimpin mungkin khawatir bahwa jika mereka mendelegasikan tugas, anggota tim mereka dapat melakukan kesalahan atau menghadapi kegagalan. Ini dapat menyebabkan kerugian bagi organisasi dan pemimpin mungkin enggan mengambil risiko tersebut.

Penting bagi pemimpin untuk memahami bahwa mendelegasikan tugas bukan hanya tentang regenerasi, tetapi juga tentang membangun tim yang kuat, memberdayakan anggota tim, dan mengoptimalkan sumber daya organisasi secara efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun