Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pandemi Covid Picu Perceraian

22 Oktober 2022   15:27 Diperbarui: 22 Oktober 2022   15:41 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari pixabay.com

Pandemi covid telah usai saatnya hidup dengan new normal, namun berlalunya pandemi covid menyisakan banyak hal dalam kehidupan individu lokal maupun global.

Residu (sisa) dari pandemi covid ini masih begitu berbekas dalam kehidupan berumah tangga. Banyak permasalahan yang ditinggalkan berupa dampak negatif, setelah berlalunya pandemi covid.

Di antaranya, hilangnya generasi karena pembatasan akses pendidikan ataupun hilangnya generasi bermakna sebenarnya yakni wafatnya para pengidap covid.

Fakta lain adalah banyaknya perceraian di kalangan rumah tangga seperti yang terjadi di kota Bandung,

"Tingkat perceraian sangat tinggi di Kabupaten Bandung terutama pada bulan Maret, April sampai Mei (2020)," kata Ahmad Sadikin, Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Soreang saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).

Fenomena apa ini, perceraian itu justru diminta dari pihak istri, biasanya yang menceraikan itu adalah pihak laki-laki tapi fenomena di kota Bandung ini banyak para istri menggugat cerai saat pandemi covid.

Tak lain hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup pada keluarga yakni soal ekonomi, bagaimana banyak para pekerja saat itu harus dirumahkan.

Ribuan para pekerja dirumahkan karena mesin produksi tidak lagi berjalan secara stabil karena imbas daripada covid 19 dengan terpaksa para pemilik pabrik menutup seluruhnya atau sebagian produksi mereka dampaknya begitu terasa bagi para keluarga yang mereka mengandalkan hidupnya hanya dari pekerja pabrik.

"Setelah ada pelonggaran pembatasan di bulan Juli kami mencatat orang yang berperkara sampai 1.006 perkara," kata Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama (PA) Sumber, Kabupaten Cirebon Atikah Komariah, Jumat (4/9/2020). Dilansir liputan6.com

Seorang kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh pabrik atau pekerja harian, mereka mendapatkan bayaran dari hasil kerjanya menjual jasa tenaga mereka saat mereka di PHK otomatis tidak mempunyai pegangan lain.

Imbas dari situlah yakni kekurangan ekonomi keluarga menyebabkan ketidaksabaran para istri menuntut kepada suaminya, ini terlihat dari lonjakan permintaan cerai dari pihak istri ke suami di kota-kota di atas.

Nampaknya ini salah satu fenomena terburuk daripada efek pandemi covid.

Di samping merenggut nyawa manusia juga merenggut nyawa sebuah rumah tangga. Sebuah harga yang sangat mahal untuk ditebus.

Kenapa sebagian wanita itu tidak bersabar dalam menjalani proses keluar dari Pandemi ini atau mungkin bukan hanya karena itu saja yakni karena kekurangan pemasukan ekonomi keluarga yang menjadi pemicu keributan yang berujung perceraian.

Mungkin ada satu hal yang mengganjal semacam perbedaan prinsip atau perbedaan cara pandang dalam menjalankan sebuah rumah tangga, akhirnya bahtera rumah tangga yang diikat dengan janji setia karam di samudra pandemi covid.

Fenomena permintaan cerai dari para istri benar-benar sangat menggetarkan hati, bagaimana tidak setiap hari ada banyak antrian para istri mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya layaknya antrian saat pembagian sembako atau pembelian tiket dan semacamnya benar-benar pemandangan yang sangat memilukan.

Faktor Pendorong

Ada beberapa faktor pendorong atau penyebab yang memicu terjadinya tuntutan perceraian dari para istri ini, yang sudah jelas adalah tuntutan ekonomi.

Pertama, faktor ekonomi. Tuntutan ekonomi ini memang sangat memukul semua keluarga, bahan-bahan makanan menjadi sangat terbatas karena interaksinya juga dibatasi.

Akibat adanya pandemi covid banyak para suami di PHK, sudah barang tentu menimbulkan terhentinya sumber pendapatan pokok artinya mereka sama sekali tidak mendapatkan penghasilan setelah terjadi pandemi.

Kedua, faktor pendidikan. Faktor pendidikan ini sangat memengaruhi seseorang dalam mengolah wataknya, terutama pendidikan karakternya. Latar belakang pendidikan yang rendah cenderung mengambil jalan pintas dalam setiap problem yang mereka hadapi.

Oleh karena itu latar belakang pendidikan menyumbang banyaknya perceraian pada suatu rumah tangga entah, latar belakang pendidikan suami atau latar belakang pendidikan istri.

Ketiga, faktor agama. Faktor agama juga tidak kalah penting memengaruhi seseorang dalam bertindak.

Latar belakang pengetahuan agama yang rendah menjadikan seseorang selalu mengikuti hawa nafsunya yang salah satu hawa nafsu ini sering diterjemahkan dengan emosional yaitu terlalu cepat mengambil keputusan diantaranya keputusan untuk menggugat cerai.

Hal Terbaik agar Terhindar dari Perceraian

Siapa orangnya yang mau rumah tangganya hancur terkecuali karena keterpaksaan atau hal-hal yang mendesak.

Mungkin seperti yang terjadi pada para istri yang terdorong situasi ekonominya dalam suasana pandemi covid ini.

Kemudian apakah ada hal terbaik untuk menghindari terjadinya perceraian, pasti ada.

Hal itu semua mesti dibicarakan di awal yakni sebelum pernikahan dilangsungkan, masing-masing pasangan itu harus betul-betul memahami bahwa mereka akan mengarungi rumah tangga yang penuh permasalahan.

Jadi yang harus mereka pikirkan bukan manisnya saja, hal terburuk pun harus mereka pikirkan sebelumnya. Sehingga apabila suatu saat menjumpai hal terburuk mereka sudah mempunyai antisipasinya.

Dari hal tersebut kita bisa mengambil langkah antisipasi agar bahtera rumah tangga tidak menjadi hancur dan terhindar dari permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun