Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Love

Ternyata Memaafkan Itu Berdampak Dahsyat

29 September 2022   19:29 Diperbarui: 29 September 2022   19:28 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada umumnya orang akan merasa enggan atau bahkan malas untuk berbesar hati saat harga dirinya diinjak, memaafkan kesalahan orang lain yang telah membuat malu atau marah dirinya.

Ya, itu manusiawi saat perasaan kita tersakiti mana mungkin kita begitu saja memaafkan pelakunya.

Apalagi orang yang membuat sakit hati itu adalah orang yang dekat dengan kita.

Interaksi setiap hari bagaimana mungkin akan bisa melupakan begitu saja luka hati setelah tersakiti.

Tapi bagaimana mengolah rasa sakit hati itu agar tidak tumbuh menjadi dendam kesumat, bisakah?

Berat rasanya untuk mengucapkan rasa maaf itu, namun itu harus diucapkan dan memang harus merelakan.

Teringat kisah Rasulullah Saw. Tatkala mendengar pamannya Hamzah bin Abdil Mutalib tewas secara mengenaskan di medan Uhud.

Setelah perang usia ia menghampiri jasad sang paman yang terbujur kaku penuh dengan luka sayatan dan tusukkan senjata tajam.

Tak hanya itu saat beliau menyaksikan dada Hamzah terbelah akibat disayat musuh, makin sedihlah hati sang nabi.

Manusiawi gerah bercampur marah kok ada manusia setega ini memperlakukan sesama manusia.

Namun setelah waktu berlalu hampir 5 tahun lamanya setelah kejadian itu, nabi dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Mekah.

Nabi Saw. pun mengumpulkan penduduk Mekah, ketika semua berkumpul pandangan nabi tertuju kepada sang pembunuh pamannya yakni Hindun dan Wahsyi.

Nabi Saw. memalingkan pandangannya sambil berkata: "Antum tulaqoo" (kalian semua bebas).

Bukan karena dendam nabi memalingkan wajahnya, namun saat melihat wajah sang pembunuh pamannya, ingatannya selalu terbayang pada jasad Hamzah.

Kebesaran hati sang nabi untuk memaafkan musuh-musuhnya tentu tak lepas dari peran Allah yang Maha Rahman-Rahim.

Nabi adalah manusia biasa sebagaimana yang selalu dia katakan kepada para sahabatnya. Luka hati itu masih tetap ada walau sudah bertahun lamanya.

Namun nabi adalah sosok orang yang terbimbing sehingga beliau harus berusaha semaksimal mungkin membimbing hatinya agar jangan pernah terjebak dengan bisikkan setan untuk terus menyimpan dendam.

Uswah ini akan menjadi teladan bagi kita pengikutnya. Luka hati boleh masih tetap ada tapi bagaimana cara me-manage agar ia tidak menjadi dendam berkepanjangan yang diwariskan turun-temurun.

Dalam kehidupan berumah tangga pun tak akan lepas dari situasi konflik, seperti sering orang katakan bahwa pasangan suami-istri itu laksana sendok dan garfu yang pasti suatu saat akan beradu satu sama lainnya.

Tapi beradunya itu adalah harmoni, jangan diteruskan menjadi baper-an, sakit hati dan lain sebagainya.

Adu mulut, diam-diaman merupakan bumbu bagi sebuah rumah tangga. Dan itu tidak mungkin terhindarkan.

Sekelas nabi pun pernah merasa jengkel terhadap istri-istrinya. Namun kejengkelan itu tidak membuka ruang setan untuk memanas-manasi kehidupan kita.

Semua itu laksana jalan menanjak saja suatu saat pasti bertemu dengan jalan menurun atau landai.

Islam memperkenalkan resep jitu bagaimana sebuah rumah tangga  tetap ada dalam kedamaian dan kenyamanan.

Termaktub dalam Quran surat an-Nahl ayat 126.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar."

(QS. An-Nahl 16: Ayat 126).

Ayat tersebut menyiratkan bahwa sabar adalah solusi real bagi permasalahan kita semua.

Hal yang tak masuk akal ketika seorang suami memusuhi istrinya begitu juga sebaliknya.

Bukankah rumah tangga dibangun atas dasar suka sama suka tapi kenapa banyak pasangan yang kandas walau perkawinan masih seumur jagung.

Nabi Muhammad sendiri pernah berkata: "Kami akan bersabar, kami tidak akan membalas." (al-Albani, sahih jami' 6761).

Ternyata untuk mengarungi samudera rumah tangga bekal suka sama suka saja tidak cukup.

Kemapanan dalam menyelesaikan persoalan pun tidak bisa diabaikan. Membina rumah tangga tidak ada sekolahnya namun kemampuan itu bisa didapat dari seringnya mendengar pengalaman orang lain atau dari literatur bacaan pra nikah.

Jika bertemu jalan menanjak maka bersabarlah dan yakinlah akan bertemu dengan jalan menurun.

Jika menemui kesulitan dalam berumah tangga bersabarlah dan yakinlah setiap permasalahan yang hadir akan ada jalan keluarnya.

Dengan memaafkan dan bersabar akan menimbulkan dampak yang dahsyat bagi jalinan rumah tangga yang dibina.

Tidak ada ruginya untuk memaafkan daripada mempertahankan egoisme sesaat. Tidak ada balas membalas dalam rumah tangga karena dasar dibangunnya ikatan tersebut adalah kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun