Pagi-pagi berangkat ke kantor masing-masing, pulang setelah malam larut. Jarang bertemu kecuali saat weekend saja.
Setiap bulan tagihan menanti cicilan rumah, cicilan mobil, bayar kartu kredit, bayar tagihan bulanan.
Tak jarang gaya hidup melampaui kebutuhan hidup, hidup penuh dengan suasana stres.
Dari dua contoh tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa kebahagiaan itu relatif.
Jadi apa itu kebahagiaan sebenarnya?
Kebahagiaan hakiki adalah ketika kita mampu menerima segala sesuatu apa adanya.
Itulah kata lain dari syukur yakni menerima ketetapan Ilahi bahwa segala apa yang dia miliki serta apa yang terjadi sesungguhnya telah diatur oleh skenario Ilahiyah.
Sebab tanpa melibatkan unsur-unsur religiusitas akal kita tidak bisa mengobatinya.
Nah dari situ kita akan memahami bahwa ketentuan Ilahi itulah sebenarnya yang berlaku bagi umat manusia.
Kecerdasan spiritual ini yang mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang penuh kebahagiaan.
Ketika seseorang memiliki kesejahteraan ekonomi harusnya bisa mengantarkan dirinya menjadi seorang yang lebih bahagia dengan catatan segala kesejahteraan itu menjadi jembatan dirinya untuk lebih dekat kepada nilai-nilai religiusitasnya bukan malah menjauh.