Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terlahir di Persimpangan

1 Juni 2022   15:05 Diperbarui: 1 Juni 2022   18:41 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari pixabay.com

Pada dasarnya setiap anak terlahir dalam keadaan suci maka tergantung orang tuanya.

Seperti sabda Nabi Saw. berikut, "Tak ada seorang bayi pun terlahir kecuali dalam keadaan suci. Maka tergantung orang tuanya apakah dia akan menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi." HR. Bukhari.

Suci atau fitrah adalah bawaan manusia yang asasi tak ada hukum bagi orang yang suci artinya dia masih ada dalam keridhaan Allah Ta'ala apa pun yang dilakukannya tidak tercatat sebagai amal baik ataupun buruk.

Kesucian diri merupakan dambaan setiap Muslim, karena dengan kesucian ini seorang Muslim bisa mendapatkan apa yang dia inginkan seperti surga yang indah.

Namun dengan karakter manusiawi yang melekat pada setiap insan kesucian yang merupakan dzat bawaan ini sering terkontaminasi oleh karakter manusia itu sendiri yakni pelupa dan sering berbuat salah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Seluruh Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertobat." (hasan, lihat shahih at-Targhib wa at-Tarhib 3139)

sipat dasar inilah yang menjadi pengganjal manusia untuk mendapatkan keridhaan Allah. Terkhusus bagi orang dewasa yang ihtilam (dikenai beban tanggung jawab).

Pertanggungjawaban dihitung kala seseorang memasuki fase dewasa seorang pria ditandai dengan mimpi basah sedang seorang wanita ditandai dengan keluarnya darah haid.

Fase inilah penanda seorang manusia telah dewasa dan ihtilam. Perbuatan sekecil apa pun dicatat sebagai amalan. Amalan baik maupun buruk.

Oleh karena itu setiap Muslim dianjurkan beristigfar dan bertobat setiap saat. Paling tidak lima waktu salat sehari semalam.

Dalam Islam ada toleransi hukum atau semacam dispensasi ketika seseorang ada dalam salah satu dari tiga keadaan.

Seperti sabda Nabi Saw. berikut ini, "Seseorang tidak dibebani hukum yakni anak kecil sehingga dewasa, orang tidur sampai dia bangun dan orang yang hilang akal sampai berakal." H.R. Abu Dawud.

Dari tiga keadaan ini seseorang tidak dikenai beban untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang manusia.

Hadis ini sejalan dengan hadis pertama di atas bahwa seseorang di usia anak-anak masih ada dalam keadaan fitrah.

Dia tidak dikenai beban atas apa yang dilakukannya. Setelah seseorang beranjak dewasa dan berhak memilih jalan hidupnya maka segala konsekuensi apa yang dia perbuat harus ditanggung sendiri.

Seorang anak yang terlahir dari kalangan non Muslim sejatinya suci sebelum dia dewasa dan menentukan keyakinannya berdasarkan naluri insani yang mendorong seseorang mencari apa yang selalu diistilahkan dengan ketenangan batin, ketenangan spiritual yang hanya bisa diraih dengan cara bertafakur atau merenung mencari kebenaran yang hakiki.

Allah telah memberi sinyal kepada setiap jiwa untuk menemukan kebenaran itu karena hati nurani itu adalah bisikan yang tidak bisa dibohongi.

Islam sebagai agama fitrah mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengakui latar belakang dirinya sebagai makhluk yang diciptakan.

Hidayah Allah tersebar ke setiap makhluknya baik dia telah tunduk dalam naungan Islam atau yang masih berada di luar Islam.

Pada saatnya petunjuk (hidayah) itu akan menjumpai semua jiwa. Namun ada yang menyadarinya atau mengabaikannya.

Sebagai jiwa yang bersih harusnya mampu menangkap sinyal-sinyal Ilahiyah tersebut.

Tidak menjadi ukuran karena terlahir dari rahim seorang Muslim lantas menjadi Muslim yang baik atau sebaliknya terlahir dari rahim bukan seorang Muslim lantas menjadi penentang Islam karena itu semua sudah ada jalannya masing-masing dalam hadis dikatakan fa abawahu (tergantung orang tuanya).

Oleh sebagian ulama dijelaskan bahwa yang dimaksud orang tua itu tidak melulu berkait dengan ibu atau bapak secara nasab namun juga bisa diartikan sebagai acuan bisa saja lingkungan, teman pergaulan ataupun bacaan yang bisa memengaruhi pola pikir dan tindakan seseorang.

Jadi kalimat "orang tua" ini bisa multi tafsir. Karena sesungguhnya dalam kehidupan itu akan banyak pengaruh yang silih berganti.

Kembali kepada takdir bahwa yang menentukan kita lahir dari rahim siapa dan di mana hanya Allah yang menentukan tapi atas keadilan Allah kita akan diberi petunjuk agar memilih kebenaran yang tanda-tandanya tersebar di keseharian kita.

Siapa yang abai tentu akan mendapat konsekuensinya. Siapa yang mampu menangkap sinyal Ilahiyah maka tentu dia termasuk orang yang beruntung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun