Para ulama salaf di penjara habis bertahun-tahun hidupnya dikurung dalam penjara namun tekad baja tak menyurutkan semangat dakwahnya bahkan makin menggelorakan hasrat untuk tetap jihad fi sabilillah.
Jadi apakah kita akan terpengaruh hanya oleh cercaan, celaan yang bahkan tak pernah melukai tubuh sedikit pun. Sudah lah jangan terlalu lebay, tetaplah berdakwah sampai tetes darah penghabisan biarkan para pencela asyik dengan celaannya.
Makin banyak kita dicela, semoga menjadi penghapus amal keburukan kita. Bagi para pencela hendak lah introspeksi diri barangkali ada sisi keburukan ada pada diri-diri nya.
Jangan pernah melihat keburukan orang lain dengan satu kaca mata saja atau dari satu sudut pandang saja.
Sehingga apa yang disimpulkan menjadi tidak objektif, jangan karena kebencian kita pada satu kaum membuat kita tidak berlaku adil kepada nya. Berlaku adillah karena itu lebih dekat kepada ke takwaan.
Begitu apa yang Allah nasihatkan dalam ayatnya. Jangan pernah mencaci satu kaum karena bisa jadi kaum yang dicaci itu lebih baik daripada pencaci. Jangan pernah membenci, jangan pernah hasud, jangan pernah iri dengki dan segudang larangan Tuhan lainnya yang berkaitan dengan kebusukan hati.
Berlapang dadalah, selalu berpikir positif apalagi terhadap saudara seiman dan  seagama. Jika tidak bisa memberikan dukungan material berilah dukungan secara moril atau lebih baik diam. Karena diam itu lebih bijaksana karena itu sedikit sekali yang melakukannya.
Ada satu filosofi sunda "Ulah sok ngeundeuk-ngeundeuk imah sorangan."Â
Artinya jangan pernah bikin rusak rumah sendiri karena jika satu saja atap genteng yang bocor maka seluruh penghuni rumah yang rugi.
Itu bagi mereka yang ada di dalam "rumah besar"(perkumpulan), tetapi selalu memberi celaan-celaan yang destruktif.
Sementara bagi mereka yang ada di luar lingkaran perjuangan maka bagi mereka marilah bersaing sehat raih hati umat dengan prinsif-prinsif saling menghormati, penuh kesantunan.