Fenomena hidup diluar rumah sebentar diperhatikan sangat lah marak di kalangan anak remaja terkhusus di wilayah perkotaan.
Di samping kebutuhan akan sewa hunian juga maraknya anak-anak remaja korban broken home orang tua, ikut meramaikan sewa-sewa kamar ini.
Di perkotaan seperti Jakarta lebih spesifik lagi di daerah yang ada instansi pendidikannya seperti kampus-kampus favorit, tumbuh subur sewa rumah hunian, atau lebih trand disebut kost-kostan.
Sebelum tahun ajaran perkuliahan di mulai, biasanya orang tua sudah mencari sewa tempat tinggal buat anaknya, yang letaknya terdekat dengan kampus.
Harga kost an pun bervariasi, dari yang ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Orang tua tinggal memilihkan untuk anaknya. Dari fasilitas yang biasa-biasa saja sampai yang mewah pun ada.
Sedikit menengah ke atas fasilitasnya antara lain; AC, wi-fi, lemari baju, meja tulis plus kursi, springbad serta Loundry. Bahkan di tempat tertentu ada fasilitas air panas dan lain sebagainya.
Namun sejak pandemi melanda bisnis kost-kost an pun terdampak juga, banyak yang akhirnya dibiarkan tak terurus atau juga ada yang ganti strategi mencari peruntungan buat segmen penyewa yang bebas, tidak terbatas untuk anak kuliah saja, tentu dengan konsekuensi kenyamanan dan keamanan tidak bisa terawasi lagi.
Akhirnya banyak penyewa dari berbagai segmen, diantaranya remaja-remaja yang belum cukup umur mereka berkelompok menyewa satu-dua kamar beramai-ramai, padahal tidak ada kepentingan apa pun buat mereka.
Tidak untuk sekolah apalagi sebagai tempat istirahat selepas bekerja karena mereka menyewa kamar benar-benar untuk kumpul-kumpul sesama gank mereka saja atau sering mereka bilang circle.
Kost-an yang awalnya diperuntukkan buat para Pelajar atau Mahasiswa sekarang beralih fungsi menjadi tempat berkumpulnya anak-anak tanggung pengangguran. Dari suasana aman dan nyaman hari ini menjadi riuh dan semerawut.
Perbedaan gaya hidup Mahasiswa dan anak-anak circle ini sungguh sanggatlah jauh berbeda. Tak pernah terlihat anak muda yang menenteng tas sekolah atau laptop, yang terlihat sekarang kerumun remaja wanita dengan dandanan yang seronok berdandan menor padahal masih di bawah umur.
Gaya hidup glamor cenderung tak beraturan tak sedikit mereka pun menyimpan minuman-minuman beralkohol. Pergaulan bebas, free sex, gonta-ganti pasangan sudah menjadi pemandangan sehari-hari.
Free sex, Open BO dan Fenomena Transgender
Sekilas memang tak akan menduga bahwa di balik kokohnya tembok-tembok kost-an ternyata di dalamnya terdapat perilaku-perilaku yang menyimpang.
Transaksi seksual dengan bebas berjalan lancar. Seks bebas di kalangan remaja bebas tanpa ada pengawas.
Banyak kamar-kamar yang menerima Open BO, ya transaksi lewat platform media pertemanan Me Chat atau sejenis nya. Sang pelanggan tinggal mencari foto-foto yang di pajang di profil. Di situ terpampang harga-harga booking mulai dari ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Dan juga gambar-gambar sang wanita yang menantang birahi pria.
Sudah bukan rahasia lagi fenomena ini berlangsung mengisi hari-hari kota-kota besar. Seolah tak ada yang peduli tidak ada sangsi hukum tidak ada pula sangsi sosial kepada mereka layaknya di kampung-kampung.
Selain itu ada juga fenomena yang tak kalah mirisnya yaitu fenomena Transgender. Para pria berperilaku kemayu, lenggak-lenggok kewanita-wanitaan berdandan persis seorang wanita.
Mereka pun membuka jasa prostitusi terselubung juga dengan tampilan buka jasa pijat, kecantikan dan lain-lain ternyata di belakang itu juga menyediakan jasa plus-plus nya.
Kewajiban bersama
Semua fenomena di atas nyata adanya, tentu hal tersebut tidak bisa di biarkan begitu saja. Ini semua menjadi kewajiban bersama untuk menjaga generasi muda agar tidak terjerumus pada hal-hal negatif yang cenderung mematikan masa depan mereka.
Sudah waktu nya pemangku kebijakan bersama-sama dengan masyarakat umum untuk lebih gencar lagi mensosialisasikan bahayanya penyakit masyarakat ini.
Sudah waktu nya anak-anak usia belajar kembali ke bangku sekolah, mereka jangan biar mereka menjadi liar bertebaran di luar rumah gegara orang tua nya yang broken home.
Saat pandemi ini kontrol orang tua harus lebih ketat terhadap mereka, bagaimanapun mereka adalah anak-anak penerus, generasi pelanjut bangsa.
Kontrol sosial dan penegakan hukum yang sepadan haruslah dilaksanakan demi terselamatkannya generasi muda ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H