Kesadaran tersebut pada akhir nya dapat dirumuskan menjadi sebuah pondasi yang kokoh untuk membangun suatu negara pada tahun 1945, diprakarsai oleh 9 tokoh besar yang dikenal dengan sebutan panitia sembilan. Â Â
Ibarat alunan musik, Pancasila adalah dirigen dalam sebuah orkestra yang mengatur banyak sumber bunyi berbeda dan menjadikan perbedaan bunyi tersebut menjadi satu harmoni yang indah.
Sebuah orkestra memiliki 4 elemen utama untuk memainkan sebuah karya dengan baik dan benar, yaitu:
- Dirigen, sebagai penjaga ritme dan harmoni seluruh elemen dalam orkestra
- Not-not yang tertulis, sebagai pedoman dalam memainkan suatu karya
- Alat musik, yang digunakan untuk memainkan not-not
- Instrumentalis, orang yang memainkan not-not
Untuk memastikan sebuah orkestra memainkan satu komposisi musik yang padu dengan benar, seorang dirigen sebagai salah satu elemen utama harus lah memastikan 3 elemen utama lainnya menjalankan fungsi nya dengan benar pula.
Dalam konteks menjalankan roda pemerintahan, terdapat kesamaan antara sebuah orkestra dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana Pancasila berperan sebagai dirigen nya dengan 4 elemen utama, yaitu:
- Pancasila, sebagai dirigen
- UUD 45, sebagai not-not tertulis
- Lembaga tinggi negara (eksekutif, legislatif & yudikatif), sebagai alat musik nya
- Presiden, Anggota Legislatif dan pejabat lembaga tinggi negara lain nya, sebagai instrumentalis
Lantas mengapa dalam beberapa tahun terakhir Pancasila justru seolah memimpin sebuah orkestra yang memainkan lagu-lagu dengan tak beraturan? Bukankah Pancasila sudah menunjukkan "kesaktian" nya dalam memainkan tembang-tembang yang harmonis dalam beberapa dekade terakhir?
Logika sederhana, jika sebuah orkestra memainkan lagu dengan bising dan tak beraturan, artinya ada salah satu, beberapa atau bahkan semua elemen utama yang tidak menjalankan peran nya dengan benar. Lantas, elemen mana yang "ngawur"? Mari kita analisa.
Elemen pertama, Pancasila, sebagai "dirigen"
Tidak etis bahkan bisa dibilang kurang ajar jika ada pihak yang menjadikan Pancasila sebagai kambing hitam dalam kasus disharmoni bangsa beberapa tahun terakhir ini.